tag:blogger.com,1999:blog-29683432777586054572023-11-16T21:26:42.607+08:00[1st] FIRST EDITION-shah-http://www.blogger.com/profile/16403259844867395519noreply@blogger.comBlogger48125tag:blogger.com,1999:blog-2968343277758605457.post-87496715051111595712013-06-08T14:15:00.001+08:002013-06-08T14:15:00.863+08:00Lama Sudah....Alhamdulillah...lama sudah aku tidak menulis di sini...
mungkin kerana kesibukan kerja seharian dan pertukaran serta peredaran masa menyukarkan aku untuk aktif di sini..
Alhamdulillah....
Last post dari aku adalah pada 29 Ogos 2010....kirax sebulan sebelum menamatkan waktu bujang....kini aku dah berkahwin...dikurniakan seorang cahayamata puteri...Nur Amni Safiya...
Aku bahagian dengan kerja aku sekrang dan semoga terus berjaya...
Amin ya robbalalamin...-shah-http://www.blogger.com/profile/16403259844867395519noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2968343277758605457.post-36690375438181409322010-08-29T19:04:00.002+08:002010-08-29T19:55:28.441+08:00Soal Jawab tentang Al QuranSoal 1: Surah manakah yang jumlah kalimatnya sama dengan seluruh jumlah surah Al-Qur'an?<br />Jawab: Surah at-Takwir.<br /> <br />Soal 2: Surah manakah yang dikenal dengan sebutan "jantung" Al-Qur'an?<br />Jawab: Surah Yasin.<br /><br />Soal 3: Surah manakah yang dikenal dengan silsilah nasab Allah SWT?<br />Jawab: Surah al-Ikhlash.<br /><br />Soal 4: Berapakah jumlah surah Al-Qur'an yang memiliki ayat sajdah wajib?<br />Jawab: Empat surah (as-Sajdah, Fushshilat, an-Najm dan al-'Alaq)<br /><br />Soal 5: Surah manakah yang dikenal sebagai surah Imam Husain as?<br />Jawab: Surah al-Fajr.<br /><br />Soal 6: Surah manakah yang memiliki nama yang sama dengan salah satu nama sungai di Iran ?<br />Jawab: Surah an-Nur.<br /><br />Soal 7: Berapa surah yang dimulai dengan ungkapan alhamdulillâh?<br />Jawab: Lima surah (al-Fatihah, al-An'am, al-Kahfi, Saba ' dan Fathir).<br /><br />Soal 8: Surah Al-Qur'an manakah yang memiliki sepuluh nama?<br />Jawab: Surah al-Fatihah.<br /><br />Soal 9: Siapakah orang pertama yang menulis ilmu Tajwid? <br />Jawab: Abu 'Ubaid Qasim bin Salam.<br /><br />Soal 10: Siapakah orang pertama yang telah menerjemahkan Al-Qur'an ke dalam bahasa Persia pada masa Rasulullah saw?<br />Jawab: Salman al-Farisi.<br /><br />Soal 11: Siapakah orang pertama yang meletakkan titik di dalam Al-Qur'an?<br />Jawab: Abul Aswad ad-Du`ali.<br /><br />Soal 12: Dalam ayat manakah kalimat Allah diulangi sebanyak enam kali?<br />Jawab: Surah al-Baqarah ayat 283.<br /><br />Soal 13: Di dalam ayat manakah tata cara berwudhu dijelaskan?<br />Jawab: Surah al-Maidah ayat 6.<br /><br />Soal 14: Di dalam surah manakah shalat lima waktu disebutkan?<br />Jawab: Surah al-Isra' ayat 78.<br /><br />Soal 15: Di dalam surah manakah masalah wilayah disebutkan?<br />Jawab: Surah an-Nisa'.<br /><br />Soal 16: Surah manakah berakhiran dengan huruf ra'?<br />Jawab: Surah al-Kautsar.<br /><br />Soal 17: Surah manakah yang berhubungan dengan Imam Ali as?<br />Jawab: Surah al-'Adiyat.<br /><br />Soal 18: Dalam kurun waktu berapa tahunkah surah-surah Madaniah diturunkan?<br />Jawab: Sepuluh tahun.<br /><br />Soal 19: Siapakah dua figur wanita di dalam Al-Qur'an yang telah banyak mendapatkan sanjungan Ilahi?<br />Jawab: Siti Maryam dan Siti Asiyah, istri Fir'aun.<br /><br />Soal 20: Surah Al-Qur'an manakah yang memiliki arti "wanita yang teruji"?<br />Jawab: Surah al-Mumtahanah.<br /><br />Soal 22: Siapakah dua orang wanita yang telah dicela oleh Al-Qur'an?<br />Jawab: Istri Nabi Luth as dan istri Nabi Nuh as.<br /><br />Soal 23: Siapakah wanita yang telah mendapatkan julukan "ath-Thayibah" (wanita yang berbudi baik) di dalam Al-Qur'an?<br />Jawab: Siti Maryam.<br /><br />Soal 24: Surah apakah yang terakhir diturunkan kepada Rasulullah saw?<br />Jawab: Surah al-Maidah ayat 3.<br /><br />Soal 25: Berapa huruf, kalimat dan ayat yang dimiliki oleh ayat terakhir Al-Qur'an?<br />Jawab: 79 huruf, 20 kalimat dan 6 ayat.<br /><br />Soal 26: Surah manakah yang terakhir diturunkan di Madinah?<br />Jawab: Surah al-Maidah.<br /><br />Soal 27: Surah manakah yang diturunkan terakhir secara keseluruhan?<br />Jawab: Surah al-Ikhlash<br /><br />Soal 28: Surah manakah yang terakhir diturunkan di Makkah?<br />Jawab: Surah ar-Rum.<br /><br />Soal 29: Di surah manakah terdapat ayat hijab?<br />Jawab: Surah an-Nur ayat 31.<br /><br />Soal 30: Ayat alhamdulillâh Robbil-'âlamîn disebutkan dalam berapa surah?<br />Jawab: Enam Surah (al-Fatihah, ash-Shafaat, al-Mukmin, az-Zumar, Yunus dan al-An'am)<br /><br />Soal 31: Di dalam surah manakah disebutkan lima macam makanan?<br />Jawab: Surah al-Baqarah ayat 61.<br /><br />Soal 32: Di dalam surah apakah Allah membicarakan mengenai diri-Nya?<br />Jawab: Surah al-Baqarah ayat 186.<br /><br />Soal 33: Dalam berapa ayat Al-Qur'an Rasulullah saw disebutkan?<br />Jawab: Dalam 305 ayat.<br /><br />Soal 34: Di dalam ayat manakah nama kelima nabi 'Ulul Azmi disebutkan?<br />Jawab: Surah al-Ahzab ayat 7.<br /><br />Soal 35: Berapakah jumlah surah Al-Qur'an yang memiliki nama para nabi as?<br />Jawab: 6 surah (Muhammas, Ibrahim, Nuh, Hud, Yunus dan Yusuf).<br /><br />Soal 36: Di dalam Al-Qur'an berapakah nabi yang disebut sebagai suri teladan yang baik?<br />Jawab: Dua nabi, yaitu Nabi Ibrahim as dan Nabi Muhammad saw.<br /><br />Soal 37: Surah-surah apakah yang dinisbatkan kepada Rasulullah saw?<br />Jawab: Surah Thaha, Yasin, al-Muzzammil dan al-Muddatstsir.<br /><br />Soal 38: Terdapat di dalam surah manakah Kisah Nabi Sulaiman dan Ratu Belqis?<br />Jawab: Surah Saba '.<br /><br />Soal 39: Surah apakah yang pertama kali diturunkan? <br />Jawab: Surah al-'Alaq.<br /><br />Soal 40: Berapakah ayat dan kalimat yang dimiliki oleh surah Al-Qur'an yang pertama kali diturunkan?<br />Jawab: 7 ayat dan 29 kalimat.<br /><br />Soal 41: Surah manakah yang pertama kali diterjemahkan ke dalam bahasa Persia ?<br />Jawab: Surah al-Fatihah.<br /><br />Soal 42: Surah apakah yang pertama kali turun di Madinah?<br />Jawab: Surah al-Muthaffifin.<br /><br />Soal 43: Terdapat di dalam manakah doa pertama Al-Qur'an?<br />Jawab: Surah al-Baqarah ayat 126.<br /><br />Soal 44: Ayat apakah yang dibaca oleh kepala terpenggal Imam Husain as di kota Syam?<br />Jawab: Surah al-Kahfi ayat 9.<br /><br />Soal 45: Berapa surahkah di dalam Al-Qur'an yang memiliki ayat sajdah?<br />Jawab: 4 surah..<br /><br />Soal 46: Berapakah kalikah nama Rasulullah saw disebutkan di dalam Al-Qur'an?<br />Jawab: 5 kali; 1 kali Ahmad dan 4 kali Muhammad.<br /><br />Soal 47: Nama nabi manakah yang lebih sering disebutkan di dalam Al-Qur'an?<br />Jawab: Nabi Musa as.<br /><br />Soal 48: Kisah Al-Qur'an manakah yang mendapatkan julukan Ahsan al-Qashsash (Kisah Terbaik)?<br />Jawab: Kisah Nabi Yusuf as.<br /><br />Soal 49: Terdapat di dalam surah manakah kisah Isra' dan Mi'raj Rasulullah saw?<br />Jawab: Surah al-Isra'<br /><br />Soal 50: Siapakah satu-satunya wanita yang disebutkan namanya di dalam Al-Qur'an?<br />Jawab: Siti Maryam.<br /><br />Soal 51: Surah manakah yang kaum wanita disarankan untuk banyak membacanya?<br />Jawab: Surah an-Nur.<br /><br />Soal 53: Surah manakah yang turun berkenaan dengan Sayidah Fatimah az-Zahra as? Jawab: Surah al-Kautsar.<br /><br />Soal 54: Nama surah manakah yang berarti "kaum wanita"? <br />Jawab: Surah an-Nisa'.<br /><br />Soal 55: Berapakah jumlah surah Al-Qur'an yang memiliki nama binatang?<br />Jawab: 5 surah, yaitu an-Nahl, al-'Ankabut, an-Naml, al-Baqarah dan al-Fil.<br /><br />Soal 56: Burung apakah yang telah memusnahkan pasukan Abrahah?<br />Jawab: Burung Ababil.<br /><br />Soal 57: Binatang apakah yang telah membinasakan Raja Namrud?<br />Jawab: Nyamuk.<br /><br />Soal 58: Binatang apakah yang pernah mendapatkan wahyu?<br />Jawab: Lebah (an-Nahl ayat 6Cool.<br /><br />Soal 59: Siapakah orang-orang yang telah mengumpulkan Al-Qur'an pada zaman Rasulullah saw?<br />Jawab: Imam Ali as, Mu'adz bin Jabal, Zaid bin Tsabit, Ubai bin Ka'b dan Abu Zaid Zaid bin Nu'man.<br /><br />Soal 60: Siapakah orang pertama yang mengarang tafsir Al-Qur'an?<br />Jawab: Sa'id bin Jubair.<br /><br />Soal 61: Siapakah orang pertama yang mengumpulkan Al-Qur'an?<br />Jawab: Imam Ali as<br /> <br />Soal 62: Apakah minuman terbaik yang disebutkan oleh Al-Qur'an?<br />Jawab: Air susu.<br /><br />Soal 63: Apakah binatang terkecil yang disebutkan di dalam Al-Qur'an?<br />Jawab: Nyamuk.<br /><br />Soal 64: Apakah malam terbaik menurut pandangan Al-Qur'an?<br />Jawab: Malam Lailatul Qadr.<br /><br />Soal 65: Apakah cara terbaik untuk membaca Al-Qur'an?<br />Jawab: Tartil.<br /><br />Soal 66: Apakah kitab-kitab samawi yang diturunkan pada bulan Ramadhan<br />Jawab: Al-Qur'an, Injil, Taurat, Zabur dan Shuhuf.<br /><br />Soal 67: Buku apakah yang dikenal dengan sebutan Ukhtul Qur'an (Saudari Al-Qur'an)?<br />Jawab: Ash-Shahîfah as-Sajjâdiyah.<br /><br />Soal 68: Siapakah di antara imam ma'shum as yang memiliki suara yang indah ketika membaca Al-Qur'an?<br />Jawab: Imam as-Sajjad as.<br /><br />Soal 69: Surah apakah yang dikenal dengan sebutan "Jantung Al-Qur'an"?<br />Jawab: Surah Yasin.<br /><br />Soal 70: Terletak di dalam surah apakah ayat Al-Qur'an yang paling pendek?<br />Jawab: Surah ar-Rahman, yaitu ayat yang berbunyi mudhâmmatân.<br /><br />Soal 71: Apakah bulan yang terbaik menurut Al-Qur'an?<br />Jawab: Bulan Ramadhan.<br /><br />Soal 72: Apakah ayat yang terpanjang di dalam Al-Qur'an?<br />Jawab: Surah al-Baqarah ayat 282.<br /><br />Soal 73: Terdapat di dalam surah manakan angka terbesar yang disebutkan di dalam Al-Qur'an?<br />Jawab: Angka 1000 di dalam surah ash-Shaffat ayat 137.<br /><br />Soal 74: Kitab apakah yang dikenal dengan sebutan Akhul Qur'an (Saudara Al-Qur'an)?<br />Jawab: Nahjul Balaghah<br /><br />Soal 75: Berapakah kitab samawi yang disebutkan di dalam Al-Qur'an?<br />Jawab: 6 kitab samawi, yaitu Injil, Taurat, Zabur, Shuhuf Ibrahim, Shuhuf Musa dan Al-Qur'an<br /> <br />Soal 76: Apakah huruf yang lebih sering digunakan di dalam Al-Qur'an?<br />Jawab: Huruf alif.<br /><br />Soal 77: Apakah huruf yang lebih jarang digunakan di dalam Al-Qur'an?<br />Jawab: Huruf zha'.<br /><br />Soal 78: Apakah kalmat Al-Qur'an yang terpanjang dan terdapat dalam surah apa?<br />Jawab: Fa`asqoinâkumû h yang terdapat di dalam surah al-Hijr.<br /><br />Soal 79: Berapakah jumlah huruf yang dimiliki oleh surah Al-Qur'an yang terpanjang?<br />Jawab: 25.500 huruf.<br /><br />Soal 80: Berapakah jumlah huruf yang dimiliki oleh surah Al-Qur'an yang terpendek?<br />Jawab: 42 huruf.<br /><br />Soal 81: Di manakah surah pertama Al-Qur'an diturunkan?<br />Jawab: Di Makkah.<br /><br />Soal 82: Terletak di manakah ayat pertama yang memiliki sujud wajib?<br />Jawab: Surah as-Sajdah.<br /><br />Soal 83: Apakah surah pertama yang dimulai dengan kata "qul"?<br />Jawab: Surah al-Ikhlash..<br /><br />Soal 84: Apakah ayat pertama yang akan dibaca oleh Imam Mahdi as ketika beliau muncul kembali?<br />Jawab: Surah Hud ayat 86.<br /><br />Soal 85: Surah apakah yang dkenal dengan sebutan Raihânatul Qur'an?<br />Jawab: Surah Yasin.<br /><br />Soal 86: Surah manakah yang dinisbatkan kepada para malaikat?<br />Jawab: Surah Fathir.<br /><br />Soal 87: Dalam kurun waktu berapa tahunkah surah-surah Makiyah diturunkan?<br />Jawab: 13 tahun.<br /><br />Soal 88: Apakah hiasan Al-Qur'an?<br />Jawab: Suara yang indah.<br /><br />Soal 89: Apakah musim semi Al-Qur'an?<br />Jawab: Bulan Ramadhan.<br /><br />Soal 90: Apakah zikir terbaik?<br />Jawab: Membaca Al-Qur'an.<br /><br />Soal 91: Ayat apakah yang diulangi sebanyak sepuluh kali di dalam surah al-Mursalat?<br />Jawab: Ayat wailun(y) yaumaidzin lil mukadzdzibîn.<br /><br />Soal 92: Terletak di dalam surah manakah perintah untuk bershalawat kepada Rasulullah saw?<br />Jawab: Surah al-Ahzab ayat 56 -shah-http://www.blogger.com/profile/16403259844867395519noreply@blogger.com8tag:blogger.com,1999:blog-2968343277758605457.post-34010651290606669802010-03-25T12:14:00.000+08:002010-03-25T12:15:16.143+08:00Wajah mayat berubah menjadi himar."Dalam terik panas mentari yang memancar menyinari tanah Baitul Haram, seorang ulama zuhud yang bernama Muhammad Abdullah al-Mubarak keluar dari rumahnya untuk menunaikan ibadah haji. Di sana dia leka melihat seorang pemuda yang asyik membaca selawat dalam keadaan ihram. Malah di Padang Arafah dan di Mina pemuda tersebut hanya membasahkan lidahnya dengan selawat ke atas Nabi. "Hai saudara," tegur Abdullah kepada pemuda tersebut. "Setiap tempat ada bacaannya tersendiri. Kenapa saudara tidak membanyakkan doa dan solat sedangkan itu yang lebih dituntut? Saya lihat saudara asyik membaca selawat saja."<br /><br />"Saya ada alasan tersendiri," jawab pemuda itu. "Saya meninggalkan Khurasan, tanahair saya untuk menunaikan haji bersama ayah saya. Apabila kami sampai di Kufah, tiba-tiba ayah saya sakit kuat. Dia telah menghembuskan nafas terakhir di hadapan saya sendiri. Dengan kain sarung yang ada, saya tutup mukanya. Malangnya, apabila saya membuka semula kain tersebut, rupa ayah saya telah bertukar menjadi himar. Saya malu. Bagaimana saya mahu memberitahu orang tentang kematian ayah saya sedangkan wajahnya begitu hodoh sekali?<br /><br />"Saya terduduk di sisi mayat ayah saya dalam keadaan kebingungan. Akhirnya saya tertidur dan bermimpi. Dalam mimpi itu saya melihat seorang pemuda yang tampan dan baik akhlaknya. Pemuda itu memakai tutup muka. Dia lantas membuka penutup mukanya apabila melihat saya dan berkata, "Mengapa kamu susah hati dengan apa yang telah berlaku?" "Maka saya menjawab, "Bagaimana saya tidak susah hati sedangkan dialah orang yang paling saya sayangi?"<br /><br />"Pemuda itu pun mendekati ayah saya dan mengusap wajahnya sehingga ayah saya berubah wajahnya menjadi seperti sediakala. Saya segera mendekati ayah dan melihat ada cahaya dari wajahnya seperti bulan yang baru terbit pada malam bulan purnama. "Engkau siapa?" tanya saya kepada pemuda yang baik hati itu. "Saya yang terpilih (Muhammad)." "Saya lantas memegang jarinya dan berkata, "Wahai tuan, beritahulah saya, mengapa peristiwa ini boleh terjadi?"<br /><br />"Sebenarnya ayahmu seorang pemakan harta riba. Allah telah menetapkan agar orang yang memakan harta riba akan ditukar wajahnya menjadi himar di dunia dan di akhirat. Allah telah menjatuhkan hukuman itu di dunia dan tidak di akhirat. "Semasa hayatnya juga ayahmu seorang yang istiqamah mengamalkan selawat sebanyak seratus kali sebelum tidur. Maka ketika semua amalan umatku ditontonkan, malaikat telah memberi tahu keadaan ayahmu kepadaku. Aku telah memohon kepada Allah agar Dia mengizinkan aku memberi syafaat kepada ayahmu. Dan inilah aku datang untuk memulihkan semula keadaan ayahmu."-shah-http://www.blogger.com/profile/16403259844867395519noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2968343277758605457.post-67989271388671024152010-03-25T12:12:00.001+08:002010-03-25T12:12:45.076+08:00Berkat di sebalik membaca Bismillah."Ada seorang perempuan tua yang taat beragama, tetapi suaminya seorang yang fasik dan tidak mahu mengerjakan kewajipan agama dan tidak mahu berbuat kebaikan. Perempuan itu sentiasa membaca Bismillah setiap kali hendak bercakap dan setiap kali dia hendak memulakan sesuatu sentiasa didahului dengan Bismillah. Suaminya tidak suka dengan sikap isterinya dan sentiasa memperolok-olokkan isterinya. Suaminya berkata sambil mengejek, "Asyik Bismillah, Bismillah. Sekejap-sekejap Bismillah."<br /><br />Isterinya tidak berkata apa-apa sebaliknya dia berdoa kepada Allah S.W.T. supaya memberikan hidayah kepada suaminya. Suatu hari suaminya berkata : "Suatu hari nanti akan aku buat kamu kecewa dengan bacaan-bacaanmu itu." Untuk membuat sesuatu yang memeranjatkan isterinya, dia memberikan wang yang banyak kepada isterinya dengan berkata, "Simpan duit ini." Isterinya mengambil duit itu dan menyimpan di tempat yang selamat, di samping itu suaminya telah melihat tempat yang disimpan oleh isterinya. Kemudian dengan senyap-senyap suaminya itu mengambil duit tersebut dan mencampakkan beg duit ke dalam perigi di belakang rumahnya.<br /><br />Setelah beberapa hari kemudian suaminya itu memanggil isterinya dan berkata, "Berikan padaku wang yang aku berikan kepada engkau dahulu untuk disimpan." Kemudian isterinya pergi ke tempat dia menyimpan duit itu dan diikuti oleh suaminya dengan berhati-hati dia menghampiri tempat dia menyimpan duit itu dia membuka dengan membaca, "Bismillahirrahmanirrahiim." Ketika itu Allah S.W.T. menghantar malaikat Jibrail A.S. untuk mengembalikan beg duit dan menyerahkan duit itu kepada suaminya kembali.<br /><br />Alangkah terperanjat suaminya, dia berasa bersalah dan mengaku segala perbuatannya kepada isterinya, ketika itu juga dia bertaubat dan mula mengerjakan perintah Allah, dan dia juga membaca Bismillah apabila dia hendak memulakan sesuatu kerja."-shah-http://www.blogger.com/profile/16403259844867395519noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2968343277758605457.post-57101709192344733542010-03-25T12:10:00.000+08:002010-03-25T12:11:02.363+08:00Lima perkara aneh."Abu Laits as-Samarqandi adalah seorang ahli fiqh yang masyhur. Suatu ketika dia pernah berkata, ayahku menceritakan bahawa antara Nabi-nabi yang bukan Rasul ada menerima wahyu dalam bentuk mimpi dan ada yang hanya mendengar suara. Maka salah seorang Nabi yang menerima wahyu melalui mimpi itu, pada suatu malam bermimpi diperintahkan yang berbunyi, "Esok engkau dikehendaki keluar dari rumah pada waktu pagi menghala ke barat. Engkau dikehendaki berbuat, pertama; apa yang engkau lihat (hadapi) maka makanlah, kedua; engkau sembunyikan, ketiga; engkau terimalah, keempat; jangan engkau putuskan harapan, yang kelima; larilah engkau daripadanya."<br /><br />Pada keesokan harinya, Nabi itu pun keluar dari rumahnya menuju ke barat dan kebetulan yang pertama dihadapinya ialah sebuah bukit besar berwarna hitam. Nabi itu kebingungan sambil berkata, "Aku diperintahkan memakan perkara pertama yang aku hadapi, tapi sungguh aneh sesuatu yang mustahil yang tidak dapat dilaksanakan." Maka Nabi itu terus berjalan menuju ke bukit itu dengan hasrat untuk memakannya. Ketika dia menghampirinya, tiba-tiba bukit itu mengecilkan diri sehingga menjadi sebesar sebuku roti. Maka Nabi itu pun mengambilnya lalu disuapkan ke mulutnya. Bila ditelan terasa sungguh manis bagaikan madu. Dia pun mengucapkan syukur 'Alhamdulillah'.<br /><br />Kemudian Nabi itu meneruskan perjalanannya lalu bertemu pula dengan sebuah mangkuk emas. Dia teringat akan arahan mimpinya supaya disembunyikan, lantas Nabi itu pun menggali sebuah lubang lalu ditanamkan mangkuk emas itu, kemudian ditinggalkannya. Tiba-tiba mangkuk emas itu terkeluar semula. Nabi itu pun menanamkannya semula sehingga tiga kali berturut-turut. Maka berkatalah Nabi itu, "Aku telah melaksanakan perintahmu." Lalu dia pun meneruskan perjalanannya tanpa disadari oleh Nabi itu yang mangkuk emas itu terkeluar semula dari tempat ia ditanam.<br /><br />Ketika dia sedang berjalan, tiba-tiba dia ternampak seekor burung helang sedang mengejar seekor burung kecil. Kemudian terdengarlah burung kecil itu berkata, "Wahai Nabi Allah, tolonglah aku." Mendengar rayuan burung itu, hatinya merasa simpati lalu dia pun mengambil burung itu dan dimasukkan ke dalam bajunya. Melihatkan keadaan itu, lantas burung helang itu pun datang menghampiri Nabi itu sambil berkata, "Wahai Nabi Allah, aku sangat lapar dan aku mengejar burung itu sejak pagi tadi. Oleh itu janganlah engkau patahkan harapanku dari rezekiku."<br /><br />Nabi itu teringatkan pesanan arahan dalam mimpinya yang keempat, iaitu tidak boleh putuskan harapan. Dia menjadi kebingungan untuk menyelesaikan perkara itu. Akhirnya dia membuat keputusan untuk mengambil pedangnya lalu memotong sedikit daging pehanya dan diberikan kepada helang itu. Setelah mendapat daging itu, helang pun terbang dan burung kecil tadi dilepaskan dari dalam bajunya. Selepas kejadian itu, Nabi meneruskan perjalannya.<br /><br />Tidak lama kemudian dia bertemu dengan satu bangkai yang amat busuk baunya, maka dia pun bergegas lari dari situ kerana tidak tahan menghidu bau yang menyakitkan hidungnya. Setelah menemui kelima-lima peristiwa itu, maka kembalilah Nabi ke rumahnya. Pada malam itu, Nabi pun berdoa. Dalam doanya dia berkata, "Ya Allah, aku telah pun melaksanakan perintah-Mu sebagaimana yang diberitahu di dalam mimpiku, maka jelaskanlah kepadaku erti semuanya ini."<br /><br />Dalam mimpi beliau telah diberitahu oleh Allah S.W.T. bahwa, "Yang pertama engkau makan itu ialah marah. Pada mulanya nampak besar seperti bukit tetapi pada akhirnya jika bersabar dan dapat mengawal serta menahannya, maka marah itu pun akan menjadi lebih manis daripada madu.<br />Kedua; semua amal kebaikan (budi), walaupun disembunyikan, maka ia tetap akan nampak jua. Ketiga; jika sudah menerima amanah seseorang, maka janganlah kamu khianat kepadanya. Keempat; jika orang meminta kepadamu, maka usahakanlah untuknya demi membantu kepadanya meskipun kau sendiri berhajat. Kelima; bau yang busuk itu ialah ghibah (menceritakan hal seseorang). Maka larilah dari orang-orang yang sedang duduk berkumpul membuat ghibah."<br /><br />Kelima-lima kisah ini hendaklah kita semaikan dalam diri kita, sebab kelima-lima perkara ini sentiasa saja berlaku dalam kehidupan kita sehari-hari. Perkara yang tidak dapat kita elakkan setiap hari ialah mengata hal orang, memang menjadi tabiat seseorang itu suka mengata hal orang lain. Haruslah kita ingat bahwa kata-mengata hal seseorang itu akan menghilangkan pahala kita, sebab ada sebuah hadis mengatakan di akhirat nanti ada seorang hamba Allah akan terkejut melihat pahala yang tidak pernah dikerjakannya. Lalu dia bertanya, "Wahai Allah, sesungguhnya pahala yang Kamu berikan ini tidak pernah aku kerjakan di dunia dulu." Maka berkata Allah S.W.T., "Ini adalah pahala orang yang mengata-ngata tentang dirimu." Dengan ini haruslah kita sedar bahwa walaupun apa yang kita kata itu memang benar, tetapi kata-mengata itu akan merugikan diri kita sendiri. Oleh kerana itu, hendaklah kita jangan mengata hal orang walaupun ia benar."-shah-http://www.blogger.com/profile/16403259844867395519noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2968343277758605457.post-83821288526425747632010-03-25T12:07:00.001+08:002010-03-25T12:07:40.453+08:00Tujuh perkara ganjil.Terdapat seorang pemuda yang kerjanya menggali kubur dan mencuri kain kafan untuk dijual. Pada suatu hari, pemuda tersebut berjumpa dengan seorang ahli ibadah untuk menyatakan kekesalannya dan keinginan untuk bertaubat kepada Allah s. w. t. Dia berkata, "Sepanjang aku menggali kubur untuk mencuri kain kafan, aku telah melihat 7 perkara ganjil yang menimpa mayat-mayat tersebut. Lantaran aku merasa sangat insaf atas perbuatanku yang sangat keji itu dan ingin sekali bertaubat."<br /><br />" Yang pertama, aku lihat mayat yang pada siang harinya menghadap kiblat. Tetapi pabila aku menggali semula kuburnya pada waktu malam, aku lihat wajahnya telahpun membelakangkan kiblat. Mengapa terjadi begitu, wahai tuan guru?" tanya pemuda itu. " Wahai anak muda, mereka itulah golongan yang telah mensyirikkan Allah s. w. t. sewaktu hidupnya. Lantaran Allah s. w. t. menghinakan mereka dengan memalingkan wajah mereka dari mengadap kiblat, bagi membezakan mereka daripada golongan muslim yang lain," jawab ahli ibadah tersebut.<br /><br />Sambung pemuda itu lagi, " Golongan yang kedua, aku lihat wajah mereka sangat elok semasa mereka dimasukkan ke dalam liang lahad. Tatkala malam hari ketika aku menggali kubur mereka, ku lihat wajah mereka telahpun bertukar menjadi babi. Mengapa begitu halnya, wahai tuan guru?" Jawab ahli ibadah tersebut, " Wahai anak muda, mereka itulah golongan yang meremehkan dan meninggalkan solat sewaktu hidupnya. Sesungguhnya solat merupakan amalan yang pertama sekali dihisab. Jika sempurna solat, maka sempurnalah amalan-amalan kita yang lain,"<br /><br />Pemuda itu menyambung lagi, " Wahai tuan guru, golongan yang ketiga yang aku lihat, pada waktu siang mayatnya kelihatan seperti biasa sahaja. Apabila aku menggali kuburnya pada waktu malam, ku lihat perutnya terlalu gelembung, keluar pula ulat yang terlalu banyak daripada perutnya itu." " Mereka itulah golongan yang gemar memakan harta yang haram, wahai anak muda," balas ahli ibadah itu lagi.<br /><br />" Golongan keempat, ku lihat mayat yang jasadnya bertukar menjadi batu bulat yang hitam warnanya. Mengapa terjadi begitu, wahai tuan guru?" Jawab ahli ibadah itu, " Wahai pemuda, itulah golongan manusia yang derhaka kepada kedua ibu bapanya sewaktu hayatnya. Sesungguhnya Allah s. w. t. sama sekali tidak redha kepada manusia yang menderhakai ibu bapanya."<br /><br />" Golongan kelima, ku lihat ada pula mayat yang kukunya amat panjang, hingga membelit-belit seluruh tubuhnya dan keluar segala isi dari tubuh badannya," sambung pemuda itu. " Anak muda, mereka itulah golongan yang gemar memutuskan silaturrahim. Semasa hidupnya mereka suka memulakan pertengkaran dan tidak bertegur sapa lebih daripada 3 hari. Bukankah Rasulullah s. a. w. pernah bersabda, bahawa sesiapa yang tidak bertegur sapa melebihi 3 hari bukanlah termasuk dalam golongan umat baginda," jelas ahli ibadah tersebut.<br /><br />" Wahai guru, golongan yang keenam yang aku lihat, sewaktu siangnya lahadnya kering kontang. Tatkala malam ketika aku menggali semula kubur itu, ku lihat mayat tersebut terapung dan lahadnya dipenuhi air hitam yang amat busuk baunya," " Wahai pemuda, itulah golongan yang memakan harta riba sewaktu hayatnya," jawab ahli ibadah tadi.<br /><br />" Wahai guru, golongan yang terakhir yang aku lihat, mayatnya sentiasa tersenyum dan berseri-seri pula wajahnya. Mengapa demikian halnya wahai tuan guru?" tanya pemuda itu lagi. Jawab ahli ibadah tersebut, " Wahai pemuda, mereka itulah golongan manusia yang berilmu. Dan mereka beramal pula dengan ilmunya sewaktu hayat mereka. Inilah golongan yang beroleh keredhaan dan kemuliaan di sisi Allah s. w. t. baik sewaktu hayatnya mahupun sesudah matinya."<br /><br />Ingatlah, sesungguhnya daripada Allah s. w. t kita datang dan kepadaNya jualah kita akan kembali. Kita akan dipertanggungjawabkan atas setiap amal yang kita lakukan, hatta amalan sebesar zarah. Wallahua'lam..-shah-http://www.blogger.com/profile/16403259844867395519noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2968343277758605457.post-6883752871931313052010-03-25T12:05:00.000+08:002010-03-25T12:06:58.514+08:00Rasulullah SAW dengan sebiji limau."Suatu hari Rasulullah SAW didatangi oleh seorang wanita kafir. Ketika itu baginda bersama beberapa orang sahabat. Wanita itu membawa beberapa biji buah limau sebagai hadiah untuk baginda. Cantik sungguh buahnya.Siapa yang melihat pasti terliur. Baginda menerimanya dengan senyuman gembira. Hadiah itu dimakan oleh Rasulullah SAW seulas demi seulas dengan tersenyum. Biasanya Rasulullah SAW akan makan bersama para sahabat, namun kali ini tidak. Tidak seulas pun limau itu diberikan kepada mereka. Rasulullah SAW terus makan. Setiap kali dengan senyuman, hinggalah habis semua limau itu. Kemudian wanita itu meminta diri untuk pulang, diiringi ucapan terima kasih dari baginda. Sahabat-sahabat agak hairan dengan sikap Rasulullah SAW itu. Lalu mereka bertanya. Dengan tersenyum Rasulullah SAW menjelaskan "Tahukah kamu, sebenarnya buah limau itu terlalu masam semasa saya merasainya kali pertama. Kiranya kalian turut makan bersama, saya bimbang ada di antara kalian yang akan mengenyetkan mata atau memarahi wanita tersebut. Saya bimbang hatinya akan tersinggung. Sebab tu saya habiskan semuanya." Begitulah akhlak Rasulullah SAW. Baginda tidak akan memperkecil-kecilkan pemberian seseorang biarpun benda yang tidak baik, dan dari orang bukan Islam pula. Wanita kafir itu pulang dengan hati yang kecewa. Mengapa? Sebenarnya dia bertujuan ingin mempermain-mainkan Rasulullah SAW dan para sahabat baginda dengan hadiah limau masam itu. Malangnya tidak berjaya. Rancangannya di'tewas'kan oleh akhlak mulia Rasulullah SAW.-shah-http://www.blogger.com/profile/16403259844867395519noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2968343277758605457.post-53719698316719625102010-03-22T13:41:00.000+08:002010-03-22T13:42:36.611+08:00Kisah Pemuda Malas SOLAT....Islam itu mudah apabila , pertama,menjalankan syari’at Islam boleh secara bertahap. Dalam hal ini, seorang muslim tidak serta-merta diharuskan menjalankan kewajiban agama dan amalan-amalan sunnah secara serentak. Ada tahapan yang mesti dilalui: mulanya kita hanya diperintahkan untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban pokok agama. Setelah yang pokok-pokok berhasil dilakukan dengan baik dan rapi, kalau punya kekuatan dan kesempatan, maka dianjurkan untuk menambah dengan amalan-amalan sunnah.<br /><br />Bagaimana?<br />Pertama, membenarkan Islam diamalkan secara berperingkat- peringkat seperti kita mendidik seseorang untuk bersolat. Saya berikan contoh dari cerita seorang lelaki yang baik tetapi tidak bersolat.<br /><br />Kisahnya bermula di sebuah tempat di salah sebuah Negara Arab. Terdapat seorang pemuda yang sangat liat untuk mendirikan solat. Malah dia tidak mendirikan langsung solat lima waktu. Seorang diri pun berat, apatah lagi secara berjamaah. Setiap kali ada ulama yang berkunjung ke tempat mereka, seringkali jugalah penduduk setempat mengadu kepada ulama yang datang bertandang berkenaan sikap pemuda tersebut.<br /><br />Berkali-kali diberikan nasihat namun sedikitpun tidak memberikan apa-apa kesan kepada anak muda ini. Malah makin menjadi-jadi.<br /><br />“ Awak wajib mendirikan solat lima waktu. Solat merupakan tiang agama kita” kata salah seorang pendakwah kepada pemuda tersebut.<br /><br />“ Emm..insyaAllah kalau saya rajin saya akan buat ye “ jawab pemuda tersebut secara sinis.<br /><br />Begitulah seterusnya. Sehinggalah datang seorang ulama daripada al-Azhar al-Syarif bertandang ke tempat mereka. Aduan yang sama diberikan. Setelah mendengar dengan teliti aduan para penduduk. Maka Ulama ini berkenan untuk bertemu dengan pemuda ini.<br /><br />“ Syeikh pun nak tegur saya juga? Nak suruh saya dirikan solat lima waktu?” sindir pemuda ini bila melihat ulama tersebut datang bertamu ke rumahnya.<br /><br />Ulama tersebut sambil tersenyum menjawab “ Sekadar ingin berkenalan.Tiada langsung niat saya ingin memaksa kamu seperti yang kamu sebutkan”.<br /><br />Pertemuan pertama berjalan dengan lancar. Langsung tidak disentuh oleh ulama tersebut berkenaan solat . Perkara yang dilaksanakan hanyalah sekadar merapatkan tali silaturrahim. Bincang tentang pekerjaan, tempat tinggal, sara hidup dan lain-lain.<br /><br />Pemuda tersebut begitu senang dengan perlakuan Syeikh. Tanpa sedar terselit rasa kagum pada seorang tua berjubah tersebut. Tidak seperti yang selalu datang bertemu dengannya. Setiap kali duduk , terus memberikan peringatan dan dalil-dalil tentang haramnya meninggalkan solat.<br /><br />Akhirnya pemuda ini pula datang berkunjung ke tempat penginapan Syeikh. Maka semakin bertambah mesra pergaulan mereka. Begitulah keadaan seterusnya, Syeikh tetap tidak pernah menyentuh tentang solat. Sehinggalah tiba satu hari, Syeikh memberitahu bahawa beliau akan berangkat pulang ke Mesir. Ini kerana tugas yang diberikan oleh pihak al-Azhar ditempat tersebut telah selesai. Pemuda itu datang bertemu Syeikh. Rasa sedih akan berpisah dengan seorang ulama menyentak-nyentak jiwanya.<br /><br />Sebelum berpisah, Syeikh memeluk Ahmad seraya berkata dengan lembut “ Ahmad, aku ada mendengar suara-suara mengatakan bahawa engkau tidak pernah bersembahyang. Betulkah begitu?”Tersentak Ahmad bila mendengar pertanyaan daripada Syeikh tersebut.<br /><br />“ Memang benar wahai tuan Syeikh. Bukan aku tidak mengetahui bahawa ianya wajib cuma sikap malas yang ada padaku inilah yang menghalang untukku melakukannya”jawab Ahmad memberikan alasan.<br /><br />“Baiklah, kalau begitu, bolehkah kamu tunaikan permintaanku sebelum aku berangkat pulang?”<br /><br />“Permintaan apa itu wahai tuan?”<br /><br />“ Kamu pilih solat mana yang paling ringan untuk kamu dirikan. Satu pun sudah memadai, Boleh?”Tanya Syeikh kepada Ahmad.<br /><br />Terkejut Ahmad mendengar pertanyaan Syeikh. Belum pernah dia dengar solat boleh dipilih-pilih untuk disempurnakan.<br /><br />“ Bolehkah begitu wahai tuan Syeikh?” Tanya Ahmad penuh keraguan.<br /><br />“Boleh tapi hanya untuk kamu sahaja” Jawab Syeikh sambil tersenyum.<br /><br />“ Baik ,dulu kamu pernah ceritakan kepadaku bahwa kamu berkerja sebagai petani bukan? Dan kamu juga sering bangun awal pagi untuk ke kebunmu. Bukankah begitu Ahmad?” Tanya Syeikh kepada Ahmad.<br /><br />“Benar Tuan Syeikh”<br /><br />”Kalau begitu aku cadangkan kepadamu, alang-alang kamu telah bangun setiap awal pagi , apa kata jika kamu basahkan sedikit sahaja anggota tubuhmu dengan wudhuk dan terus selepas itu dirikan solat subuh dua rakaat. Dua rakaat sahaja, rasanya tidak terlalu berat bukan?” Syeikh memberikan cadangan kepada Ahmad.<br /><br />Ahmad tanpa banyak bicara terus menerima cadangan Tuan Syeikh. Perasaan serba salah menyelinap jiwanya jika dia menolak permintaan syeikh tersebut yang terlalu rapat dengannya.<br /><br />“Janji denganku Ahmad yang kamu tidak akan meninggalkan sekali-kali solat subuh ini di dalam hidupmu. InsyaAllah tahun depan aku akan berkunjung lagi ke sini. Aku berharap agar dapat bertemu denganmu di Masjid setiap kali solat subuh tahun hadapan.Boleh ya Ahmad? Syeikh memohon jaminan daripadanya.<br /><br />“ Aku berjanji akan menunaikannya”. Maka dengan senang hati Tuan Syeikh memohon untuk berangkat pulang ke Mesir. Di dalam hatinya, memohon agar Allah memberikan kekuatan kepada Ahmad untuk melaksanakan janjinya.<br /><br />Tahun berikutnya, setelah Tuan Syeikh sampai di tempat tersebut, beliau benar-benar gembira bilamana melihat Ahmad benar-benar menunaikan janjinya. Namun menurut penduduk setempat, Ahmad hanya solat subuh sahaja. Solat yang lain tetap tidak didirikan. Tuan Syeikh tersenyum. Gembira dengan perubahan tersebut.<br /><br />Suatu pagi setelah selesai menunaikan solat subuh secara berjemaah di Masjid. Syeikh memanggil Ahmad. Seraya bertanya: “ Bagaimana dengan janjimu dulu Ahmad.Adakah ada terdapat hari yang engkau tertinggal menunaikan solat subuh?”.Ahmad menjawab dengan yakin : “ Berkat doamu tuan Syeikh, Alhamdulillah sehari pun aku tidak ketinggalan solat jemaah subuh di masjid ini”<br /><br />“Alhamdulillah, bagus sekali kamu. Engaku benar-benar menunaikan janjimu.”<br /><br />“ Mudah sahaja rupanya tunaikan solat ini ya Tuan”<br /><br />“ Perkara yang kamu lakukan tanpa paksaan pasti akan kamu rasakan mudah sekali. Yang penting jangan rasakan ianya suatu paksaan .Tetapi anggap ianya suatu kegemaranmu. Seperti kamu berkebun. Tiada yang memaksa, tetapi disebabkan minatmu yang mendalam terhadap kerja-kerja itu, maka tanpa disuruh kamu akan melaksanakannya bukan?”Syeikh menerangkan kepada Ahmad.<br /><br />“ Benar apa yang tuan katakan.Perkara yang kita lakukan dengan minat, tanpa dipaksa pun akan kita laksanakan”<br /><br />“Ahmad, kamu habis bekerja pukul berapa ya?” Tanya Syeikh kepada Ahmad.<br /><br />“ Ketika azan Zohor aku berhenti untuk makan , kemudian aku sambung kembali kerja sehingga hampir Asar”<br /><br />“Pasti kamu bersihkan sedikit dirimu bukan ? Membasuh tangan dan kaki untuk duduk menjamah makanan? Benar Ahmad?” Tanya Syeikh meminta kepastian.<br /><br />“Ya benar Tuan”<br /><br />“ Kalau begitu, apa pendapatmu jika aku mencadangkan agar engkau lebihkan sedikit basuhanmu itu. Terus niatkan ianya sebagai wudhuk. Selesai makan, terus dirikan solat zohor empat rakaat. Sekadar empar rakaat tidak lama rasanya bukan? Takkan terjejas tanamanmu agaknya?” Kata Syeikh berseloroh kepada Ahmad.<br /><br />Ahmad tertawa dengan gurauan Tuan Syeikh. “ Betul juga apa yang disebutkan oleh tuan. Baiklah mulai hari ini saya akan cuba laksanakannya”.<br /><br />Jauh disudut hati Syeikh berasa sangat gembira dengan perubahan yang berlaku kepada Ahmad. Setelah selesai kerja Syeikh di tempat tersebut. Beliau berangkat pulang ke Mesir. Beliau berjanji untuk datang semula pada tahun hadapan.<br /><br />Begitulah keadaannya Ahmad. Setiap tahun Syeikh bertandang, maka setiap kali itulah semakin bertambah bilangan solat yang dilakukan. Kini masuk tahun ke lima Syeikh bertandang ke tempat tersebut.<br /><br />Ahmad seperti biasa hanya mendirikan solat empat waktu kecuali Isya’. Selesai menunaikan solat Maghrib. Terus beliau berangkat pulang ke rumah.<br /><br />Suatu hari semasa Tuan Syeikh melihat Ahmad hendak berangkat pulang setelah menunaikan solat Maghrib berjemaah. Terus beliau memanggil Ahmad.<br /><br />“ Bagaimana dengan kebunmu Ahmad? Bertambah maju?” Syeikh memulakan bicara.<br /><br />“ Alhamdulillah, semakin bertambah hasilnya Tuan”<br /><br />“ Baguslah begitu.Aku sentiasa doakan hasilnya semakin bertambah.”Doa Tuan Syeikh kepada Ahmad.<br /><br />“ Ahmad, aku ingin bertanya kepadamu sebelum engkau pulang. Cuba engkau perhatikan dengan baik. Apa lebihnya kami yang berada di dalam masjid ini berbanding kamu? Dan Apa kurangnya kamu berbanding kami yang berada di dalam masjid ini?”<br /><br />Ahmad tunduk sambil memikirkan jawapan yang patut diberikan.<br /><br />“ Lebihnya kamu semua adalah kerana kamu mendirikan solat Isya’, sedangkan aku tidak menunaikannya”<br /><br />“Baiklah, adakah kamu ingin menjadi orang yang lebih baik daripada kami semua?”Tanya Tuan Syeikh menguji.<br /><br />“Sudah tentu wahai Tuan Syeikh” jawab Ahmad dengan penuh semangat.<br /><br />“ Kalau begitu dirikanlah solat Isya’. Maka engkau tidak lagi kurang berbanding kami.Malah engkau akan menjadi lebih baik daripada kami” Syeikh memberikan jawapan yang cukup berhikmah kepada Ahmad.<br /><br />Akhirnya, berkat kesabaran Tuan Syeikh mendidik Ahmad.Beliau berjaya menjadikan Ahmad seorang yang tidak lagi meninggalkan solat.<br /><br />Lima tahun bukanlah masa yang singkat untuk memberikan dakwah sebegini. Kesabaran dan hikmah yang tinggi sangat-sangat diperlukan demi menyampaikan risalah dakwah.<br /><br />Berbeza dengan kita sekarang. Sekali kita bercakap, harapan kita biar sepuluh orang berubah dalam sekelip mata. Oleh kerana itulah, bilamana orang menolak dakwah kita, kita mencemuh, mengeji dan mengatakan bahawa semua sudah lari daripada jalan dakwah.Lari daripada jalan kebenaran.-shah-http://www.blogger.com/profile/16403259844867395519noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2968343277758605457.post-35817067329276743462010-03-20T22:54:00.000+08:002010-03-20T22:55:01.461+08:00Gajah MatiSeorang pengurus sebuah Zoo mendapat panggilan telefon mengenai kematian seekor gajah di Zoo tersebut. Sebagai langkah pemeriksaan, pengurus tersebut telah pergi ke kandang gajah tersebut dan mendapati ada seorang lelaki menangis bersebelahan dengan bangkai gajah tersebut.<br /><br />Pengurus : Sebagai penjaga gajah, saya faham kesedihan yang kamu tanggung kerana apabila haiwan yang kita bela sudah mati.<br /><br />Lelaki: Saya bukan penjaga gajah ini, tuan. Tetapi sayalah yang ditugaskan untuk menggali kubur dan menanamnya.-shah-http://www.blogger.com/profile/16403259844867395519noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2968343277758605457.post-16895839943276313702010-03-17T05:55:00.002+08:002010-03-17T05:56:13.750+08:00Anak Kembar Ziana ZainSama dengan cara artis dari luar negara atau barat apabila mendapatkan anak yang baru lahir, Ziana Zain pada masa selepas melahirkan anak kembarnya Muhammad Ariel Armin Zharin dan Siti Nour Kaseh Armin Zaharin yang sudah memasuki usia 8 bulan sejak 23 Julai 2008. Tidak dapat dipastikan motif sebenar Ziana Zain menyembunyikan identiti anak kembarnya itu kepada umum dan media. Alhamdulilllah lah kedua-dua cahaya mata putera dan puterinya itu kelihatan sihat dan comel.<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://img408.imageshack.us/img408/8909/392010zianadankembara.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 600px; height: 400px;" src="http://img408.imageshack.us/img408/8909/392010zianadankembara.jpg" border="0" alt="" /></a>-shah-http://www.blogger.com/profile/16403259844867395519noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2968343277758605457.post-88221828867236514452010-03-17T05:46:00.002+08:002010-03-17T05:52:50.629+08:00Majlis Berinai Umie Aida, Nikah di Masjidil HaramPelakon Umie Aida atau nama sebenarnya Umi Kalsum Rahmad, 37, akhirnya menamatkan teka-teki tentang pernikahannya apabila mengumumkan tarikh keramat tersebut jatuh pada 14 Mac ini di Tanah Suci Mekah. Dia yang bakal bernikah dengan Datuk Paduka Khairuddin Abu Hassan, 47, memberitahu bahawa majlis sederhana itu akan berlangsung di Masjidil Haram dengan dihadiri seramai 20 orang ahli keluarga dan rakan terdekat. <br /><br />Selain itu juga, Umie memberitahu rombongannya bakal berangkat ke Mekah pada 11 Mac dan pulang pada 18 Mac sebelum majlis resepsinya yang bakal diadakan pada 28 Mac ini. Umie yang anggun mengenakan busana putih rekaan Jovian Mandagie pada Majlis Malam Berinai (8/3) turut memberitahu tiada sebarang hantaran ketika majlis pernikahannya nanti kecuali acara pertukaran cincin.<br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjd5fSZLmKCp2z3XJon7W1iD5CJ7GhkT7kOOQQkXq2LE0xq3_uEZzEHN0PWSEp9d3s1M0-sZOT00hj0su6SLLRokutSnopTvkQst4FSiUclnpskAhyphenhyphenUdEDhKBdMu69sN_cRWUJsue4KVmU/s400/Berinai+Umie+Aida3.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 400px; height: 283px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjd5fSZLmKCp2z3XJon7W1iD5CJ7GhkT7kOOQQkXq2LE0xq3_uEZzEHN0PWSEp9d3s1M0-sZOT00hj0su6SLLRokutSnopTvkQst4FSiUclnpskAhyphenhyphenUdEDhKBdMu69sN_cRWUJsue4KVmU/s400/Berinai+Umie+Aida3.jpg" border="0" alt="" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg7GgcCZNSYvp08p3wJq3ibIbnVFsf33V5nmsvPHOCtygh2FvN3GlKU_OUk54EacLUvgNtSYNgEmnzdBe_DYiwsFguyVUkHCRZtAIHd1NbWZtngckG7kj3HRgtQ0NUR5n4ozQdDn53GFbU/s400/Berinai+Umie+Aida.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 294px; height: 400px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg7GgcCZNSYvp08p3wJq3ibIbnVFsf33V5nmsvPHOCtygh2FvN3GlKU_OUk54EacLUvgNtSYNgEmnzdBe_DYiwsFguyVUkHCRZtAIHd1NbWZtngckG7kj3HRgtQ0NUR5n4ozQdDn53GFbU/s400/Berinai+Umie+Aida.jpg" border="0" alt="" /></a>-shah-http://www.blogger.com/profile/16403259844867395519noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2968343277758605457.post-81568044474409942332010-02-14T20:51:00.003+08:002010-02-14T20:59:12.568+08:00APA ITU VALENTINE DAY SEKUNTUM MAWAR MERAH SEMPENA VALENTINES DAY“Tidak sempurna iman seseorang kamu sehingga dia mengasihi saudaranya sebagaimana dia mengasihi dirinya sendiri”(maksud hadis) Nabi Muhammad s.a.w. merupakan Rasulullah yang bertanggungjawab menyebar Islam kepada umatnya setelah melalui pelbagai keperitan dan kejerihan. Paderi St. Valentino merupakan seorang paderi utama yang hidup pada zaman pemerintahan Ratu Isabella dan merupakan antara orang terpenting yang menjatuhkan dan menzalimi umat Islam Cordovo, Sepanyol pada zaman lampau. Rasulullah lahir pada 12 Rabiul Awal manakala tarikh kejayaan St. Valentino dan konco-konconya menawan Cordova daripada umat Islam ialah pada 14 Februari. Tetapi apa yang peliknya terutama dikalangan umat Islam sendiri, tarikh 14 Februari lebih senang diingati berbanding 12 Rabiul Awal itu sendiri. Setiap tahun 14 Februari diingati sebagai Hari Kekasih yang dikalangan umat Islam amat rugi jika dilupakan. Hari ini ia sekali lagi disambut dengan pelbagai cara yang dianggap oleh pasangan kekasih paling istimewa. Ada yang saling bertukar-tukar bunga ros, mengadakan jamuan makan malam yang disinari cahaya lilin, bertukar-tukar perasaan di taman-taman bunga dan sebagainya.<br />Ada pula yang berpendapat, Hari Memperingati Kekasih juga adalah untuk mengingati orang lain yang dikasihi selain daripada kekasih seperti ibu bapa dan sebagainya. Malah ada juga media elektronik yang mewujudkan satu program hiburan sempena Hari Valentines. Siapa sebenarnya orang yang bernama Valentines ini sehingga diangkat begitu agung sekali dan dikalangan umat Islam sendiri popularitinya melebihi Rasulullah? Pensyarah Perbandingan Agama, Akademi Islam , Universiti Malaya, Khadijah Mohd. Hambali berkata , Valentine atau nama sebenarnya St. Valentino merupakan seorang pederi yang paling berpengaruh di zaman pemerintahan Ratu Isabella dari Sepanyol.<br />Kedudukannya dikatakan di tempat ke dua selepas Pope. Kaitannya dengan Hari Valentines yang disambut oleh masyarakat dunia hari ini termasuk dikalangan unat Islam sendiri mempunyi dua versi.<br />Versi pertama ialah dia merupakan orang terpenting Raru Isabella yang berperanan menumpaskan kerajaan Islam Cordova, Sepanyol. Jasanya itu dianggap oleh Ratu Isabella sebagai amat bermakna sehingga Valentino dianggap kekasih rakyatnya sendiri. Jesteru itu 14 Februari ditetapkan sebagai cuti umum disamping hari untuk merayakan kemenangan tersebut setiap tahun sekaligus mengenangnya sebagai memperingati St, Valentino sebagai rakyat Cordova. Sehingga ke hari ini, peristiwa kemenangan St. Valentino tersebut terus diingati dan rakyat Cordova mengingatinya semula dengan melakonkan semula kejayaan tentera Ratu Isabella itu. Menurut versi kedua pula, St. Valentino sebelum kejayaan itu dikatakan mempunyai dua orang kekasih. Kekasih pertama dikatakan beragama Islam manakala yang kedua beragama Kristian berfahaman Protestan. Oleh kerana berlainan agama, St, Valentino terpaksa melupakan kekasih pertama dan menumpukan perhatian kepada kekasih ke dua. Apabila ditanya Ratu Isabella apakah bentuk ganjaran yang boleh dikurniakan berikutan kejayaannya mengalahkan umat Islam, St Valentino terus menyatakan yang dia ingin berkahwin dengan kekasih keduanya itu. Ini terus menimbulkan kegemparan dikalangan rakyat Cordova sendiri kerana Valentino merupakan paderi Katolik yang tidak boleh berkahwin dengan pengamal Protestan sementelahan lagi paderi sememangnya tidak boleh berkahwin. Ratu Isabella pula dikatakan murka dengan hasrat St. Valentino lantas memenjarakan paderinya itu buat sementara waktu. Begitupun, baginda tetap mahu mencuba mengingati jasa paderinya itu dengan menetapkan 14 Februari sebagai Hari Mengingati kekasih yang ditujukan khas untuk St. Valentino.<br />Berdasarkan kedua-dua versi itu, apakah asas yang kukuh sehingga umat Islam sendiri menganggap Hari Valentines itu istimewa. Ataupun mereka hanya mengikut budaya barat secara membuta tuli, sedangkan tidak mengetahui siapakah sebenarnya St. Valentino itu. Jika pun ingin mengingati kekasih atau orang-orang yang dikasihi atau orang-orang yang disayangi yang lain, tidak semestinya disambut pada setiap 14 Februari. Sambutan boleh juga dijalankan pada setiap kali tibanya hari kelahiran orang -orang yang disayangi melalui acara-acara yang lebih diredhai seperti mengadakan keduri doa selamat atau sebagainya. Rasulullah sepatutnya lebih diingati setiap tahun kerana Baginda adalah manusia yang paling mencintai umatnya.-shah-http://www.blogger.com/profile/16403259844867395519noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2968343277758605457.post-85008643090967213922010-02-14T20:51:00.001+08:002010-02-14T20:51:32.241+08:00Pantun - YAB TUAN GURU DATO’ HJ. NIK ABD. AZIZ BIN NIK MAT, MENTERI BESAR KELANTANDiatas nama sabda Nabi S.A.W. yang bermaksud “Allah itu Maha Indah dan Dia sukakan keindahan”, izinkan saya berbicara pada malam ini menggunakan kehalusan bahasa orang Melayu melalui gugusan pantun indah sepanjang berkata-kata.<br /><br />Rendang kayu kerana daunnya<br />Terpandang Melayu kerana pantunnya.<br /><br />Sidang hadirin yang dihormati sekalian,<br /><br />Kalau berladang kurang tekun<br />Lesap padi ditelan belukar<br />Kalaulah hilang tukang pantun<br />Senyap sunyi bandar yang besar.<br /><br />Kapal belayar dari Arakan<br />Selit besi jadi kemudi<br />Mati ikan kerana umpan<br />Mati “ambo” kerana budi<br /><br />Tuan Puteri ke Tanjung Keling<br />Bilah mengkuang dianyam tenang<br />Biar isteri benci menjeling<br />Tetaplah abang terkenang-kenang.<br /><br />Naik bertamu di Pulau Tawar<br />Singgah menjala di Kg. Bantal<br />Pahit jeling jadi penawar<br />Abang simpan di bawah bantal.<br /><br />Ujung rusuk patah tulang<br />Kena tindih kayu rasak<br />Kalau sungguh rindukan bulan<br />Tunggu dulu lepas Isya’.<br /><br />Tebuk kayu dengan pahat<br />Kelek mangkuk pakai topi<br />Kata mahu keluar jihad<br />Nampak tersangkut di kedai kopi?<br /><br />Anak ayam turun lapan<br />Mati seekor tinggal tujuh<br />Harap berdoa kepada Tuhan<br />Supaya terang jalan bersuluh.<br /><br />Tiang sehasta dibuat galah<br />Berpanjang lengan kait melati<br />Berjuang kita ke jalan Allah<br />Biar dengan sepenuh hati.<br /><br />Manis sungguh dokong tuan<br />Malam resah pelita mati<br />Payah apa sokong bulan<br />Mungkin susah tapi tak mati.<br /><br />Apa dirisau hantu jembalang<br />Quran dibaca berhari-hari<br />Tubuh besar janggut panjang<br />Bunyi wisel kenapa lari?<br /><br />Dayung sambil pasir kemudi<br />Air deras di Ulu Tersat<br />Jangan diambil jalan Yahudi<br />Itu sah menuju sesat.<br /><br />Ikan belanak ditutup saji<br />Saji dianyam oleh Pak Mahat<br />Orang khianat jangan dipuji<br />Makin dipuji makinlah jahat.<br /><br />Sejak kera masuk negeri<br />Anak merbah mati tersepak<br />Sejak ketua sibuk mencuri<br />Anak buah jadi perompak.<br /><br />Burung punai burung kelicap<br />Hinggap berkawan di hujung dahan<br />Tiada guna lawa dan kacak<br />Jika melawan hukum Tuhan.<br /><br />Tanam halia tumbuh lengkuas<br />Semak daun si api-api<br />Apa guna kaya rasuah<br />Esok dipanggang di atas api.<br /><br />Terbang kunang di tengah malam<br />Hinggap masuk di tiang seri<br />Tangan kanan ajak bersalam<br />Apa maksud pisau di kiri.<br /><br />Hujung kota patik menanti<br />Orang Kaya Laksamana Bentan<br />Tuan berkata sesuka hati<br />Karamlah saya tujuh lautan.<br /><br />Tuanku umpama emas segetus<br />Segak bertempat indah seorang<br />Hamba umpama selipar yang putus<br />Tiba bertempat dilupa orang<br /><br />Bermamah sirih di tengah pelita<br />Pahit mulut sampai ke pagi<br />Terbit suluh batilpun pergi.<br /><br />Biar bersambung bedilan ferenggi<br />Takku tinggal ini kota<br />Islam berbumbung di awan tinggi<br />Mengatasi segala mainan kata.<br /><br />Gua Bama sungai hulu<br />Kuala Damak berbatu karang<br />Hamba umpama dagang lalu<br />Nasi ditanak milik orang.<br /><br />Rata lapang gunung Tahan<br />Bukit Rapat Bukit Cekati<br />Kita menumpang bumi Tuhan<br />Jangan dibuat sesuka hati.<br /><br />Daun palas ikan kelah<br />Mari diikat dengan tali<br />Niat ikhlas kerana Allah<br />Syirik tidak sekali-kali.<br /><br />Papan tualang mari diukir<br />Buat tongkat sikayu jati<br />Siang malam hidup berzikir<br />Kuat ibadat sebelum mati.<br /><br />Akar tersat jambu batu<br />Ikat kolek bertali kain<br />Resam ibadat niat bertentu<br />Bukan boleh dibuat main.<br /><br />Jalan bengkok terkial-kial<br />Sambil mengupas limau langkap<br />Tengokkan songkok bagaikan kiyai<br />Kenapa membaca tergagap-gagap?<br /><br />Apa guna berkain batik<br />Jika labuh berbayang-bayang<br />Apa guna beristeri cantik<br />Jika Subuh tidak sembahyang.<br /><br />Teluk Rokan tempat memancing<br />Angkat raga berisi gelas<br />Jika ikan umpannya cacing<br />Syarat Syurga ialah ikhlas.<br /><br />Tunas selasih dibuat rebung<br />Asah belati diasap damar<br />Bercerai kasih boleh disambung<br />Berpisah mati putuslah amal.<br /><br />Putus amal jika mati<br />Itu muktamad dari Allah<br />Cuma ada 3 kecuali<br />Anak soleh, ilmu dan sedaqah<br /><br />Lantang bersahut burung bebarau<br />Kayu jati dibuat sarang<br />Adab hidup kita bergurau<br />Sudah mati terguling seorang.<br /><br /><br />Dari Demak ke Mekasar<br />Bergalah perahu tidak berbaju<br />Maafkan hamba jika terkasar<br />Allah jua tempat dituju.<br /><br />Pinang dusun kacip cekati<br />Sirih dibilas luar rumah<br />Saya berpantun dari hati<br />Tuan balas tiba dirumah.<br /><br />Indah sungguh Tanjung Sedeli<br />Pulau Seratus dilambai Nyonya<br />Sepanjang mana seutas tali<br />Akan ada tirus hujungnya.<br /><br />Dengan sehimpun pantun berkias yang enak dikunyah sebentar tadi, saya mengajak diri saya dan tuan-tuan sekalian untuk terus berfikir mengenai diri kita, keluarga dan negara kita; bagaimana untuk bahagia di dunia dan selamat terus menerus dari azab Allah di akhirat kelak.-shah-http://www.blogger.com/profile/16403259844867395519noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2968343277758605457.post-15661372339799929892010-02-14T20:48:00.001+08:002010-02-14T20:48:36.574+08:00Senyuman TerakhirKali pertama kami bertemu tiada langsung niat untuk mengenali antara satu sama lain. Dia dengan halnya, aku dengan hal aku. Namun kerana statusnya sebagai seniorku terpaksa juga aku mengenali dirinya. Izam, itulah panggilanku kepadanya dan nama itu juga yg terpahat di hati setelah hampir 2 tahun usia pengenalan kami. Izam seorang lelaki yg simple, sejuk mata memandang dan paling aku suka, dia tak pernah lekang dgn senyuman manisnya. Mungkin keramahannya yg membuatkan kami semakin rapat, ya antara kami sudah tiada rahsia. Izam dan Maira..<br /><br />Hari ini kuliahku tamat agak awal jadi aku mengambil keputusan untuk menunggu izam di kafe, ada sesuatu yg ingin kuberi kepadanya memandangkan hari lahirnya yg bakal menjelang. Aku tahu terlalu awal untuk hadiah itu namun aku tetap ingin menghadiahkan izam sesuatu. Hampir 5 minit kemudian izam tiba dgn senyuman manis terukir di bibirnya.<br /><br />“Assalamualaikum..sorry ye wak, saya ada hal td..” Dia mengambil tempat di sebelahku, perlahan aku menjawab salamnya.<br /><br />Aku mengambil bungkusan di dalam beg lalu kuserahkan kepadanya. Raut wajah izam agak panik, digaru-garu kepalanya yg tak gatal.<br /><br />“Erk..apa ni wak? “<br />“Untuk awk la..saya kasi wak, tgk la suka ke tak”<br />Dahi izam berkerut-kerut namun jarinya pantas mengoyak balutan hadiah itu. Kemudian dibukanya kotak kecil yang berbentuk hati. Matanya bersinar cerah, lantas dikeluarkannya jam tangan hadiah pemberianku itu.<br />“Ya Allah..maira! ini jam hari tu kan? Awak, jam ni kan mahal. Kalau awak guna duit tu utk belanja kan lebih baik..”<br />“Suka tak?”<br /><br />Aku cuba menduga. Itulah jam tangan yg paling diminati izam, namun disebabkan kekurangan wang dia tidak jadi membelinya. Ketika itu kami keluar untuk membeli barang-barang keperluan rumah, aku dan izam masing-masing menyewa di luar kampus jadi kami sering mengambil kesempatan utk keluar bersama.<br /><br />Izam menggangguk kecil. “Suka, tp kurang suka awk bazirkan duit utk saya. Well, jam ni utk apa? Birthday saya lambat lagi, bulan depan la maira..”<br />Aku tersenyum memandang gelagat izam. Sememangnya dia begitu, selalu berpesan agar aku berjimat cermat. Katanya, dia sudah rasa bagaimana susahnya utk mendapatkan wang, keluarganya sederhana sahaja namun kaya dgn kasih sayang. Bagiku, bukankah itu lebih berharga?<br /><br />“Awk, salah ke kalau saya hadiahkan something utk awk? Lagipun sepanjang kita berkawan, saya jarang kasi awk hadiah kan? Takpe la, nanti birthday awk saya kasi lagi ok?”<br />“Abis saya slalu ke kasi awk hadiah? Ok, hadiah ni saya terima sebagai hadiah hari lahir, tp saya tak nak hadiah lain dah, sebab ni pun dah sangat berharga wak..”<br />Mata izam memandangku penuh makna. Akhirnya aku mengalah di hadapannya. Dalam hati aku tetap mahu hadiahkan sesuatu buat izam. Sejak kebelakangan ini kami jarang bertemu kerana izam sudah berada di tahun akhir, banyak kerja yang perlu diuruskan jd aku tak mahu hubungan kami menjadi hambar. Sebolehnya aku mahu kami sentiasa gembira.<br /><br />Jam tanganku sudah menunjukkan jam 8.30 mlm. Hari ini, 19 Jun, usia izam genap 23 tahun. Hari lahirnya yang kuraikan utk kali ke-2. Awal-awal lagi aku sudah menanti kedatangan izam utk menjemputku di rumah. Kami berjanji utk meraikannya di sebuah restoren seafood. Itu semuanya cadanganku, aku mahu izam sentiasa gembira kerana setiap kali dia tersenyum, senyuman itu cukup menenangkan. Izam tiba tepat pada masanya. Kami sedondon biru tanpa disengajakan, atau memang sudah jodoh? Aku tertawa sendiri.<br /><br />Kereta yg dipandu izam meluncur laju menuju ke destinasi. Kami tak banyak bercakap kerana izam lebih menumpukan perhatian utk memandu. Malam ini kereta berpusu-pusu, mungkin malam minggu jadi org ramai mengambil kesempatan utk bersantai di tepi-tepi pantai. Izam memandangku sekilas, sempat aku melihat dia tersenyum manis. Ah, senyuman itu lagi..<br /><br />” Jom, dah sampai. Awk turun dulu nanti saya follow, susah pulak nak cari parking. Takpe, saya parking jauh sikit..”<br /><br />Aku menggeleng. “Saya ikut. Kita jalan sama-sama la, lagipun saya dah tempah meja so, don’t worry ok? Now, awk parking je kat depan tu..tu..”<br />Izam ketawa bila aku menjuihkan mulut ke arah parking yg kosong. Setelah meletakkan kereta kami sama-sama berjalan ke restoren itu. Aku sememangnya telah menempah meja yg terletak di hujung sudut restoren, betul-betul menghadap ke arah pantai. Agak romantik dan sesuai untuk kami berdua.<br /><br />“Selamat hari lahir izam..ni utk awk, ikhlas daripada saya.” Sebuah bungkusan berbalut kemas aku serahkan kepada izam.<br /><br />Izam memandangku agak serius. Aku tahu dia marahkan aku kerana melanggar permintaannya supaya tidak memberikan hadiah lain. Entah mengapa, aku betul-betul mahu hadiahi izam sesuatu, dan kali ini aku menghadiahkan sebentuk cincin silver untuknya. Izam masih seperti tadi, tiada tanda-tanda utk menghadiahkan senyumannya kepdaku seperti selalu.<br /><br />“Awk..saya ikhlas ni..hari ni baru betul-betul birthday wak, hari tu hadiah kasih sayang je, ambik la wak..” Aku cuba memujuk. Nampaknya pujukkanku berkesan apabila izam sedikit tersenyum.<br />” Saya dah cakap, tak perlu hadiah wak..apa yg awak bagi selama ni pun dah cukup, kasih sayang, perhatian..hurm, memang degil. Awak igt saya nak biarkan awak je? Ni, utk awak..bukalah.”<br /><br />Sebuah bungkusan berbalut merah hati dihulurkan kepadaku. Aku kaget, namun setelah didesak izam bungkusan itu bertukar tangan. Lantas dengan cermat aku membuka pembalutnya. Sebuah kotak berbentuk hati, sama seperti yang aku berikan utk izam Cuma lebih kecil saiznya. Kubuka kotak itu, dan kali ini aku terharu. Loket silver berbentuk hati dan di dalamnya ada gambar kami berdua. Cantik!<br /><br />” Awak..”<br />” Awak pakai la..saya suka tgk awak happy. Kalau boleh tiap-tiap hari saya nak tgk awak..sepanjang masa. Kalau awak rindukan saya, tgk je gambar saya tu. Kalau saya pulak rindukan awak, hurm..saya nak buat apa ek?”<br />Aku ketawa. Izam betul-betul pandai mengambil hati.<br />“Kalau rindukan saya, awak senyumlah..”<br />“Senyum? Kenapa senyum?” Dia bertanya hairan.<br />Aku menarik nafas dalam-dalam. “Sebab senyuman awak tu saya boleh rasa. Setiap kali awk senyum, saya tahulah awk rindukan saya, ok?”<br />“hurm, macam ni?” izam menghadiahkan aku senyumannya, dan aku rasakan inilah senyuman paling manis yg pernah aku lihat di wajah izam. Tenang sekali setiap kali aku melihatnya tersenyum.<br /><br />Tiba-tiba izam menepuk dahinya. “Saya tertinggal jam tangan tu dalam kereta la wak..saya pergi ambik kejap ya. Mana boleh tak pakai, hadiah special tu..”<br />“Ikhs..tak payahlah. Kita makan dulu, nanti lepas makan kita jalan-jalan kejap. Kan awal lagi? Kejap lagi la ek?” Aku cuba menghalangnya. Sayang kalau masa-masa begini dibiarkan berlalu.<br /><br />Izam berkeras mahu mengambil jam tangan pemberianku. Aku hanya mampu mengalah, izam terlalu sukar utk dihalang. Aku mengekori izam dgn pandanganku. Setelah kelibatnya hilang di celah-celah kereta yang berpusu, aku melihat loket itu sekali lagi. Kami memang padan, itu kata kawan-kawanku. Dan buktinya dalam loket itu kami nampak seiras, sama padan. Aku melihat jam tanganku, sudah jam 9.30 mlm.<br />Beberapa buah kereta baru saja tiba dan diparkir berhampiran dengan restoren. Aku melemparkan pandangan ke arah jalan yang semakin sesak. Izam sudah berada di seberang jalan dan sempat melambaikan tangannya ke arahku. Bibirnya mengukir senyuman lagi, malah lebih menawan. Aku membalas lambaiannya dan izam berlari-lari anak utk menyeberangi jalan. Malangnya, ada sebuah kereta yang sedang memecut laju melalui jalan itu.<br /><br />DEBUMMMMM!!!!<br /><br />Ketika itu segala-galanya berlaku terlalu pantas. Aku melihat tubuh izam melayang-layang sebelum jatuh ke atas sebuah kereta. Kemudian, tubuh yang sudah tidak bermaya itu tergolek jatuh di atas jalan raya. Izam cuba utk bangun, sedaya upaya digagahinya dan ketika itu juga sebuah kereta dari arah yang bertentangan merempuh laju tubuhnya. Izam terjatuh, malah tidak bergerak-gerak.<br /><br />Dan aku? Aku kaku, tergamam dengan apa yg sedang berlaku. Aku betul-betul keliru. Setelah beberapa org mengerumuni tubuh izam yg sudah terbujur kaku itu barulah aku tersedar. Aku berlari pantas ke arah izam, keadaanya sangat parah. Aku sudah mula meraung ketika memangku kepalanya. Izam sudah tidak berdaya. Puas aku menjerit memanggilnya, dan izam akhirnya terus meninggalkan aku buat selamanya. Aku meratap, meraung sepuas-puas hati. Izam! Dan ditangannya, sebuah jam tangan yang berlumuran darah masih erat dipegang. Aku menatap wajah kaku izam, dan senyuman itu…senyuman terakhir itu juga pergi buat selama-lamanya…-shah-http://www.blogger.com/profile/16403259844867395519noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2968343277758605457.post-89591957046098047262010-02-13T01:52:00.002+08:002010-02-13T01:52:40.205+08:00Terimalah Isterimu SeadanyaSebuah kisah tatapan utk semua...<br /><br />Yang baik jadikan pengajaran...wahai suami reda lah dengan apa yang ada pada isterimu..........<br /><br /><br />Nura memerhatikan jam di dinding, sudah dekat pukul 12.00 malam,<br />argh... dia lambat lagi malam ini. Akhirnya sofa itu jugak menjadi katilnya malam ini.<br /><br /><br />2.00 pagi. "Nura, Nura bangun sayang". Hilmi mengejutkan isterinya.<br /><br /><br /><br /><br />"Eh! abang dah balik, maaf Nura tertidur, abang nak makan?" tanya Nura.<br /><br /><br />"Tak per lah abang dah makan tadi, Jomlah kita tidur di atas".<br />jawapan yang cukup mengecewakan Nura.<br /><br /><br />"Arrggh rindunya Nura pada abang, rindu nak makan semeja dengan abang,<br />abang tak nak tengok ker apa Nura masak hari ni, ikan cencaru sumbat<br />kesukaan abang," luah Nura dalam hati.<br /><br /><br />"Abang naiklah dulu Nura nak simpan lauk dalam peti ais dulu".<br />pinta Nura sambil menuju ke dapur.<br /><br />Gugur air mata isterinya menyimpan kembali lauk-lauk yang langsung tidak dijamah suami tercinta, kecil<br />hatinya sedih perasaannya. Nura ambil dua keping roti sapu jem dan makan untuk alas perut kerana dia sememangnya lapar, tapi selera makannya terbunuh dengan situasi itu. Nura menghirup milo panas sedalam-dalamnya dan akhirnya masuk bilik air gosok gigi dan terus menuju ke bilik tidur.<br /><br />Sekali lagi terguris hati seorang isteri apabila melihatkan suaminya telah terlelap.<br /><br />"Sampai hati abang tidur dulu tanpa ucapkan selamat malam tanpa kucupan mesra, tanpa belaian dan tanpa kata-kata kasih abang pada Nura", bisik hati kecilnya. Aargghh rindunya Nura pada abang.<br /><br /><br />" Nura rindu nak peluk abang, Nura nak kucup abang, Nura rindu abang".<br /><br /><br />Selesai solat subuh Nura panjatkan doa semoga dia sentiasa beroleh bahagia, dipanjangkan jodohnya dengan Hilmi tercinta, diberi kesihatan yang baik dan paling panjang dan khusyuk dia berdoa semoga Allah berikan kekuatan untuk menempuh segala badai. Selesai menjalankan amanat itu, Nura kejutkan<br />Hilmi, manakala dia bingkas menuju ke dapur menyediakan sarapan buat suami tersayang. Nura keluarkan ayam dan sayur dan mula menumis bawang untuk menggoreng mee.<br /><br /><br />"Assalamualaikum", sapa Hilmi yang sudah siap berpakaian untuk ke pejabat.<br />"Waalaikumsalam, sayang". Nura cuba bermanja sambil menambah, "abang nak kopi atau teh?" Nura tetap kecewa apabila Hilmi hanya meminta air sejuk sahaja, dia ada 'presentation' dan hendak cepat, mee goreng pun hanya dijamah sekadar menjaga hati Nura dan tergesa-gesa keluar dari rumah.<br /><br />Nura menghantar pemergian suami hingga ke muka pintu "Abang, Nura belum cium tangan abang, abang belum kucup dahi Nura", kata Nura selepas kereta itu meluncur pergi. Arrghh rindunya Nura pada abang.<br /><br /><br />--------------------------------------------------------------------<br /><br /><br />"Mi, semalam pukul berapa kau balik?" tanya Zikri.<br /><br /><br />"Dekat pukul 2.00 pagi". Jawab Hilmi acuh tak acuh.<br /><br /><br />"Wow dasyat kau, kalah kami yang bujang ni, woi semalam malam Jumaat ler, kesian bini kau". Zikri bergurau nakal.<br /><br /><br />"Apa nak buat, lepas aku siapkan plan tu, aku ikut Saiful dan Nazim pergi makan dan borak-borak, sedar-sedar dah pukul 2.00", aku balik pun bini aku dah tidur. "Balas Hilmi.<br /><br /><br />"Sorrylah aku tanya, sejak akhir-akhir kau sengaja jer cari alasan balik lewat, hujung minggu pun kau sibuk ajak member lain pergi fishing, kau ada masalah dengan Nura ke?". Zikri cuba bertanya sahabat yang cukup dikenali sejak dari sekolah menengah, sampai ke universiti malah sekarang bekerja sebumbung.<br /><br /><br />"Entahlah Zek, aku tak tahu kenapa sejak akhir-akhir aku rasa malas nak balik rumah, bukan aku bencikan Nura, kami tak bergaduh tapi entahlah". terang Hilmi.<br /><br /><br />"Well, aku rasa aku perlu dengar penjelasan lebar kau, aku nak dengar semuanya, tapi bukan sekarang. Lepas kerja jom kita keluar ok?". Usul Zikri.<br /><br /><br />"Ok." Ringkas jawapan Hilmi sambil menyambung kembali merenung plan bangunan yang sedang direkanya.<br /><br /><br />---------------------------------------------------------<br /><br /><br />Nura membuka kembali album kenangan itu. Tersenyum dia bila melihatkan saat manis dia diijab kabulkan dengan Hilmi. Majlis ringkas, hanya dihadiri sanak saudara dan rakan terdekat. Maklumlah yatim piatu,<br />kenduri ini pun mujur sangat kakak sulungnya sudi mengendalikan.<br /><br />Saat-saat sebegini Nura teringat kembali alangkah indahnya sekiranya ibunya masih ada, akan diluahkan segalanya pada ibu tetapi sekarang, dia tidak punya sesiapa. Nura menangis sepuas hatinya. 5 tahun menjadi suri Hilmi, bukan satu tempoh yang pendek. Nura bahagia sangat dengan Hilmi, cuma sejak akhir-akhir ini kebahagiaan itu makin menjauh. Nura sedar perubahan itu, dan dia tidak salahkan Hilmi.<br />Makin laju air matanya mengalir.<br /><br /><br />"Abang sanggup menerima Nura, abang tidak menyesal?". tanya Nura 5 tahun yang lepas.<br /><br />"Abang cintakan Nura setulus hati abang, abang sanggup dan Insya-Allah abang akan bahagiakan Nura dan akan abang tumpahkan sepenuh kasih sayang buat Nura,". Janji Hilmi.<br /><br /><br />"Walaupun kita tidak berpeluang menimang zuriat sendiri?". Tanya Nura lagi.<br /><br /><br />"Syyy... doktor pun manusia macam kita, yang menentukan Allah, Insya-Allah abang yakin sangat kita akan ada zuriat sendiri", Hilmi meyakinkan Nura.<br /><br /><br />Nura masih ingat saat itu, apabila dia menerangkan pada Hilmi dia mungkin tidak boleh mengandung kerana sebahagian rahimnya telah dibuang kerana ada ketumbuhan. Harapan untuk mengandung hanya 10-20 peratus sahaja. Tapi Hilmi yakin Nura mampu memberikannya zuriat. Tapi, itu suatu masa dahulu,<br />selepas 5 tahun, Nura tidak salahkan Hilmi sekiranya dia sudah mengalah dan terkilan kerana Nura masih belum mampu memberikannya zuriat.<br /><br />Walaupun Nura sudah selesai menjalani pembedahan untuk membetulkan kembali kedudukan<br />rahimnya dan mencuba pelbagai kaedah moden dan tradisional. Arrghh rindunya Nura pada abang.<br /><br /><br />-------------------------------------------------------------------------<br /><br /><br />"Aku tak tahu macam mana aku nak luahkan Zek, sebenarnya aku tidak salahkan Nura, dia tidak minta semuanya berlaku, isteri mana yang tidak mahu mengandungkan anak dari benih suaminya yang halal, tapi... " ayat Hilmi terhenti disitu.<br /><br /><br />"Tetapi kenapa? Kau dah bosan? Kau dah give up?" Celah Zikri.<br /><br /><br />"Bukan macam tu, aku kesian dengan dia sebenarnya, duduk rumah saja, sunyi, tapi sejak akhir-akhir ini perasaan aku jadi tak tentu arah, aku rasa simpati pada dia, tetapi kadang-kadang perasaan aku bertukar<br />sebaliknya", terang Hilmi.<br /><br /><br />"Maksudnya kau menyesal dan menyalahkan dia?" tingkas Zikri.<br /><br /><br />"Entahlah Zek, aku tak kata aku menyesal, sebab aku yang pilih dia, aku tahu perkara ni akan berlaku, cuma mungkin aku terlalu berharap, dan akhirnya aku kecewa sendiri. Dan aku tidak mahu menyalahkan Nura sebab itulah aku cuba mengelakkan kebosanan ini, dan elakkan bersama-samanya macam dulu<br />kerana simpati aku pada dia akan bertukar menjadi perbalahan " Jelas Hilmi.<br /><br /><br />"Dan kau puas hati dengan melarikan diri dari dia? kata Zikri tidak berpuas hati dan menambah, "apa kata korang ambil saja anak angkat?"<br /><br /><br />"Anak angkat tak sama dengan zuriat sendiri Zek, kau tak faham. Aku harapkan zuriat sendiri dan dalam masa yang sama aku tahu dia tak mampu, ibu dan kakak-kakak aku pun dah bising, mereka suruh aku kawin lagi, tapi aku tak sanggup melukakan hati dia Zek. Aku tak sanggup". Ujar Hilmi.<br /><br /><br />----------------------------------------------------------<br /><br /><br />Nura masih menanti, selalunya hujung minggu mereka akan terisi dengan pergi berjalan-jalan, membeli belah, atau setidak-tidaknya mengunjungi rumah saudara mara atau menjenguk orang tua Hilmi di<br />kampung. Kini dah hampir 5 bulan mereka tidak menjenguk mertua dia. Dia sayangkan mertua dan iparnya yang lain macam saudara sendiri. Dia tidak punya ibu, maka dengan itu seluruh kasih sayang seorang anak<br />dicurahkan kepada kedua mertuanya.<br /><br /><br />Sebolehnya setiap kali menjenguk mertua atau kakak-kakak iparnya dia akan bawakan buah tangan untuk mereka, biasanya dia akan menjahit baju untuk mereka, itulah yang selalu dibuat untuk menggembirakan hati mertuanya, maklumlah dia punya masa yang cukup banyak untuk menjahit. Selalunya juga dia akan buatkan kek atau biskut untuk dibawa pulang ke kampung suami tersayangnya. Dan mereka akan gembira sekali untuk pulang ke kampung, tapi kini... aarghh rindunya Nura pada abang.<br /><br /><br />Nura tahu Hilmi pergi memancing sebab dia bawa bersama segala peralatan memancing, dan hari ini sekali lagi Nura menjadi penghuni setia rumah ini bersama setianya kasihnya kepada Hilmi. Nura masih tidak menaruh syak pada Hilmi, dia masih cuba memasak sesuatu yang istemewa untuk Hilmi bila dia pulang malam nanti, tapi Nura takut dia kecewa lagi. Arghh tak apalah, demi suami tercinta. Aaarggh Rindunya Nura pada abang.<br /><br /><br />--------------------------------------------------------------------<br /><br /><br />"So you dah tahu I dah kawin, tapi you masih sudi berkawan dengan I kenapa? Adakah kerana simpati atau ikhlas?" tanya Hilmi pada Zati yang dikenali dua minggu lepas semasa mengikut teman-teman pergi memancing. Sejak itu Zati menjadi teman makan tengaharinya, malah kadang teman makan malamnya.<br /><br /><br />"I ikhlas Hilmi, dan I tak kisah kalau jadi yang kedua, I dah mula sayangkan you". Zati berterus terang. Lega hati Hilmi, tapi Nura?<br /><br /><br />--------------------------------------------------------------------<br /><br /><br />"Abang, Nura tak berapa sihatlah bang rasa macam nak demam saja," adu Nura pagi tu, sebelum Hilmi ke pejabat.<br /><br /><br />"Ye ker? Ambil duit ni, nanti Nura call teksi dan pergilah klinik ye, abang tak boleh hantar Nura ni." jawapan Hilmi yang betul-betul membuatkan Nura mengalirkan air mata. Tidak seperti dulu-dulu, kalau Nura sakit demam Hilmi sanggup mengambil cuti, bersama-sama menemani Nura.<br /><br />Arrgg rindunya Nura pada abang. Disebabkan Nura terlalu sedih dan kecewa, dia mengambil keputusan tidak mahu ke klinik selepas makan dua bijik panadol, dia terus berbaring.<br /><br /><br />Sehingga ke petang, badan dia semakin panas dan kadang terasa amat sejuk, kepalanya berdenyut-denyut. Nura menangis lagi.<br /><br /><br />Malam tu, seperti biasa Hilmi pulang lewat setelah menemani Zati ke majlis harijadi kawannya. Nura masih setia menunggu dan dia rasa kali ini dia ingin luahkan segala perasaan rindu dan sayangnya pada Hilmi. Tak sanggup lagi dia menanggung rindu yang amat sarat ini, rindu pada manusia yang ada di depan mata setiap hari. Aargh rindunya Nura pada abang.<br /><br /><br />Apabila Hilmi selesai mandi dan tukar pakaian, Nura bersedia untuk membuka mulut, ingin diluahkan segalanya rasa rindu itu, dia rasa sakit demam yang dia tanggung sekarang ini akibat dari memendam rasa rindu yang amat sarat.<br /><br /><br />"Abang, Nura nak cakap sikit boleh?" Nura memohon keizinan seperti kelazimannya.<br /><br /><br />"Nura, dah lewat sangat esok sajalah, abang letih," bantah Hilmi.<br /><br /><br />"Tapi esok pun abang sibuk jugak, abang tak ada masa, dan abang akan balik lambat, Nura tak berpeluang abang". ujar Nura dengan lembut.<br /><br /><br />"Eh..dah pandai menjawab,"perli Hilmi.<br /><br /><br />Meleleh air mata Nura, dan Hilmi rasa bersalah dan bertanya apa yang Nura nak bincangkan.<br /><br /><br />"Kenapa abang terlalu dingin dengan Nura sejak akhir-akhir ni? Tanya Nura.<br /><br /><br />"Nura, abang sibuk kerja cari duit, dengan duit tu, dapatlah kita bayar duit rumah, duit kereta, belanja rumah dan sebagainya faham?" Hilmi beralasan.<br /><br /><br />Nura agak terkejut, selama ini Hilmi tak pernah bercakap kasar dengan dia, dan dia terus bertanya, "dulu Abang tak macam ni, masih ada masa untuk Nura, tapi sekarang?" Ujar Nura.<br /><br /><br />"Sudahlah Nura abang dah bosan, pening, jangan tambahkan perkara yang menyesakkan dada", bantah Hilmi lagi.<br /><br /><br />"Sampai hati abang abaikan Nura, Nura sedar siapa Nura, Nura tak mampu berikan zuriat untuk abang dan abang bosan kerana rumah kita kosong, tiada suara tangis anak-anak bukan? " dan Nura terus bercakap dengan sedu sedan.<br /><br /><br />"Sudahlah Nura abang dah bosan, jangan cakap pasal tu lagi abang tak suka. Bosan betul... "<br /><br /><br />Pagi tu, Hilmi keluar rumah tanpa sarapan, tanpa bertemu Nura dan tanpa suara pun. Nura makin rindu pada suaminya, demamnya pula kian menjadi-jadi.<br /><br /><br />Malam tu Hilmi terus tidak pulang ke rumah, Nura menjadi risau, telefon bimbit dimatikan, Nura risau, dia tahu dia bersalah, akan dia memohon ampun dan maaf dari Hilmi bila dia kembali. Nura masih menanti,<br />namun hanya hari ketiga baru Hilmi muncul dan Nura terus memohon ampun dan maaf dan hulurkan tangan tetapi Hilmi hanya hulurkan acuh tak acuh sahaja. Nura kecil hati dan meminta Hilmi pulang malam nanti kerana dia ingin makan bersama Hilmi. Hilmi sekadar mengangguk.<br /><br /><br />Tetapi malam tu Nura kecewa lagi. Hilmi pulang lewat malam. demam Nura pulak makin teruk, dan esoknya tanpa ditemani Hilmi dia ke klinik, sebab sudah tidak tahan lagi.<br /><br /><br />--------------------------------------------------------------------<br /><br /><br />Abang pulanglah abang, pulanglah Nura ingin beritahu perkhabaran ini, pulang abang, doa Nura. Nura kecewa tapi masih menanti, bila masuk hari ketiga dia sudah tidak sabar lagi, dia menelefon ke pejabat. Dan telefon itu disambut oleh Zikri.<br /><br /><br />"Syukurlah Nura kau telefon aku, ada perkara aku nak cakap ni, boleh aku jumpa kau? tanya Zikri.<br /><br /><br />"Eh tak bolehlah aku ni kan isteri orang, mana boleh jumpa kau tanpa izin suami aku, berdosa tau", tolak Nura.<br /><br /><br />Pilunya hati Zikri mendengar pengakuan Nura itu. Setianya kau perempuan, bisik hatinya.<br /><br /><br />"Oklah kalau macam tu, aku pergi rumah kau, aku pergi dengan mak aku boleh?" pinta Zikri.<br /><br /><br />"Ok, kalau macam tu tak apalah, aku pun dah lama tak jumpa mak kau, last sekali masa konvo kita 6 tahun lepas kan?" setuju Nura.<br /><br /><br />--------------------------------------------------------------------<br /><br /><br />"Eh kenapa pucat semacam ni? tegur Mak Siti. Nura hanya tersenyum penuh makna, dan membisik, "Allah makbulkan doa saya mak cik". Pilu hati Mak Siti dan betapa dia sedar betapa Allah itu Maha Mengetahui apa yang Dia<br />lakukan.<br /><br /><br />Segera Mak Siti mendapat Zikri di ruang tamu dan khabarkan berita itu. Zikri serba salah.<br /><br /><br />"Nura, aku anggap kau macam saudara aku, aku tak tahu macam mana nak mulakan, aku harap kau tabah dan tenang, sebenarnya Hilmi dalam proses untuk berkahwin lagi satu, dan aku sayangkan korang macam saudara sendiri, dan aku tak sanggup rumah tangga korang musnah macam ni, kau tanyalah<br />dengan Hilmi dan bincanglah, cubalah selamatkan rumah tangga korang." terang Zikri.<br /><br /><br />Nura menangis semahunya di bahu Mak Siti, rasa hampir luruh jantung mendengarkan penjelasan itu. Patutlah selalu tidak balik rumah. Berita gembira yang diterima pagi tadi, sudah tidak bermakna. Nura menantikan Hilmi sehingga ke pagi, namun dia masih gagal.<br /><br /><br />Dua hari kemudian Hilmi pulang dan sibuk mengambil beberapa pakaian penting, dan masa ini Nura bertekad untuk bertanya.<br /><br /><br />"Ya, betul apa yang Nura dengar tu, dan kami akan langsungkan jugak, dan abang takkan lepaskan Nura, itu janji abang, mak ayah pun dah tahu dan mereka tak kisah asalkan abang tidak lepaskan Nura, kerana mereka juga sayangkan Nura, dan Nura kena faham abang inginkan zuriat sendiri, walau apa pun persiapan sedang dibuat, abang janji takkan abaikan Nura." Janji Hilmi.<br /><br /><br />Nura sayu mendengar, dan bagaikan kelu lidahnya untuk berkata-kata. Dan segala perkhabaran gembira itu terbunuh menjadi khabar duka. Nura terlalu kecewa.<br /><br /><br />--------------------------------------------------------------------<br /><br /><br />Hilmi masih menanti di luar, rasa amat bersalah bersarang di kepala, sejak dihubungi Zikri, dia bergegas ke hospital apabila dimaklumkan Nura pengsan dan mengalami pendarahan. Doktor dan jururawat keluar masuk. Dia masih resah.<br /><br /><br />"Insya-Allah En. Hilmi, dua-dua selamat", terang doktor pada Hilmi.<br /><br /><br />"Dua-dua apa maksud doktor? tanya Hilmi.<br /><br /><br />"Dua-dua ibu dan baby dalam kandungan tu, tapi dia kena banyak berehat kerana rahimnya tidak begitu kukuh, saya takut banyak bergerak akan menyebabkan berlaku keguguran, tapi kami dah mulakan injection untuk kuatkan paru-paru baby dan jahitkan rahim dia dan bersedia untuk early delivery dalam kes macam ni," terang doktor.<br /><br /><br />"Ya Allah Nura mengandung, Ya Allah berdosanya aku pada Nura, kesal Hilmi. Malu rasanya untuk menatap muka Nura.<br /><br /><br />"Kenapa Nura tak bagi tahu abang yang Nura mengandung? kesal Hilmi.<br /><br /><br />"Nura memang nak bagitau abang tapi, bila abang cakap abang sudah bertunang dan akan berkahwin dengan perempuan Nura tak sampai hati bang, Nura tak sanggup abang malu dan keluarga abang malu." Jelas Nura.<br /><br /><br />"Nura sebenarnya, abang belum bertunang dengan budak tu, abang cuma sekadar berkawan sahaja. Belum pernah abang bincangkan soal kawin lagi, dan abang tak sanggup nak teruskan hubungan tu lagi kerana abang akan jadi ayah tidak lama lagi." janji Hilmi.<br /><br /><br />Kesal kerana mengabaikan Nura yang mengandung itu, membuatkan Nura risau dan akhirnya pitam di halaman rumah, mujurlah ada jiran nampak dan membawa ke hospital, dan mujur jugak Nura pengsan di halaman, dapat dilihat orang.<br /><br /><br />------------------------------------------------------------------------<br /><br /><br />"Mama, kenapa mama buat tu, biarlah mak yang buat," marah Hilmi bila melihatkan Nura cuba menyapu lantai. Sejak keluar hospital hari tu, mertua dia meminta supaya Nura tinggal saja di rumah sehingga bersalin kerana dia memang tidak dibenarkan doktor melakukan sebarang kerja, bimbang keguguran kerana rahimnya tidak kuat.<br /><br /><br />"Ala Papa ni, biarlah mama buat sikit sajalah." balas Nura. Itulah panggilan manja mereka sekarang ni.<br /><br /><br />Dengan pengawasan rapi doktor, yang setiap dua tiga sekali akan melakukan pemeriksaan, dan bila usia kandungan mencecah 6 bulan, doktor mengarahkan supaya Nura hanya berehat di hospital, supaya senang<br />mengawasi Nura dan andainya apa-apa berlaku Nura akan terus dibedah untuk menyelamatkan nyawanya dan bayi yang dikandung. Setiap hari Nura akan dilawati oleh Hilmi. Nura amat bahagia, ternyata bayi yang<br />dikandung membawa sinar, amat berharga kehadiran dia nanti, sebab itulah Nura sanggup tinggal di hospital, sanggup menelan berjenis ubat, sanggup disuntik apa saja semuanya demi bayi itu.<br /><br /><br />Kandungan sudah di penghujung 7 bulan, Nura amat bahagia merasakan gerakan-gerakan manja bayi yang dikandungnya. Setiap tendangan bayi dirasakan amat membahagiakan. Doktor makin teliti menjaga Nura, kerana bimbang berlaku pertumpahan darah, dan akhirnya apa yang dibimbangi para doktor menjadi nyata apabila Nura mengalami pertumpahan darah yang serius, lantas terus dia ditolak ke dalam bilik bedah dalam masa beberapa minit sahaja. Hilmi tiba bersama ibu dan ayahnya, dia panik sekali, namun<br />cuba ditenangkan oleh kedua orang tuanya. Hampir 1 jam berlalu, apakah khabarnya Nura di dalam sana. Hilmi makin risau, setengah jam kemudian doktor keluar.<br /><br /><br />Hilmi meluru "doktor bagaimana isteri saya ?", Hilmi terus bertanya.<br /><br /><br />"Sabar, kami telah cuba sedaya upaya, tahniah anak encik selamat, encik dapat anak perempuan, seberat 2.1 kilogram, dan kini kami cuba sedaya upaya untuk selamatkan Puan Nura Ain." terang doktor.<br /><br /><br />"Apa maksud doktor? Tanya Hilmi yang sudah tidak sabar.<br /><br /><br />"Begini, dia kehilangan banyak darah, kami cuba sedaya upaya menggantikan darahnya yang keluar itu, dan masih berusaha, namun rahimnya terus berdarah dan kami mohon kebenaran untuk membuang<br />terus rahimnya demi menyelamatkan nyawanya." jelas doktor.<br /><br /><br />"Buatlah doktor, saya izinkan asalkan isteri saya selamat."<br /><br /><br />--------------------------------------------------------------------<br /><br /><br />"Ermmm... lekanya dia sampai terlena." tegur Hilmi sambil membelai dan mengusap kepala Nur Syuhadah yang terlena akibat kenyang selepas menyusu dengan Nura.<br /><br />Nura hanya tersenyum. Hari ni genap seminggu usia Syuhadah. Nura Ain masih lemah akibat kehilangan banyak darah. Namun dikuatkan semangat demi Nur Syuhadah buah hatinya. Dia mencium sepenuh kasih sayang pipi comel anaknya itu. Dia membelai sayu wajah comel itu. Entah kenapa dia rasa seperti terlalu sayu hari itu, hatinya terlalu sepi, semalam dia mimpikan arwah ibunya, datang menjenguk dia dan Syuhadah, tanpa suara, ibunya hanya tersenyum. Dan akhirnya berlalu begitu sahaja. Hari ini Nura menjadi seorang perindu, dia rindukan ibunya, dan diceritakan perkara itu pada Hilmi.<br /><br /><br />"Mungkin mak Nura datang tengok cucu dia, dan dia amat gembira". pujuk Hilmi menenangkan Nura.<br /><br /><br />"Abang... tolong Nura bang!!" laung Nura dari bilik air.<br /><br /><br />"Ya Allah Nura kenapa ni? Hilmi ketakutan. "Mak... tolong mak... makkkkkkkkkkk" Hilmi menjerit memanggil emaknya didapur.<br /><br /><br />"Cepat, bawak pergi hospital, cepat Hilmi" perintah Mak Zaharah.<br /><br /><br />--------------------------------------------------------------------<br /><br /><br />"Maaf dia tidak dapat kami selamatkan, terlalu banyak darah yang keluar, dan kami tak sempat berbuat apa-apa, dia terlalu lemah dan akhirnya dia 'dijemputNya", terang doktor. Terduduk Hilmi mendengarkan hal itu.<br /><br /><br />Jenazah selamat dikebumikan. Syuhadah seakan mengerti yang dia sudah tidak akan menikmati titisan-titisan susu Nura Ain lagi. Syuhadah menangis seolah-olah ingin memberitahu dunia yang dia perlukan seorang ibu, seorang ibu yang bersusah payah, bersabung nyawa demi untuk melihat kelahirannya.<br /><br /><br />Demi membahagiakan papanya, demi membahagiakan neneknya. Syuhadah terus menangis seolah-olah tidak rela dia dipisahkan dengan ibunya hanya bersamanya untuk sekejap cuma. Semua yang hadir kelihatan mengesat mata, tidak sanggup mendengar tangisan bayi kecil itu. Semua terpaku dan<br />terharu, Hilmi mendukung Syuhadah dan memujuk bayi kecil itu, akhirnya dia terlelap didakapan papanya.<br /><br /><br />--------------------------------------------------------------------<br /><br /><br />Abang yang Nura rindui,<br /><br /><br />Abang, maafkan Nura kerana selama ini tidak mampu menjadi isteri yang terbaik buat abang. Saat abang membaca surat ini, mungkin Nura sudah jauh meninggalkan abang, Nura tak harapkan Nura akan selamat melahirkan anak ini, tapi Nura harap bayi akan selamat walau apa yang terjadi pada Nura.<br /><br />Itu harapan Nura bang. Nura masih ingat, rumah tangga kita hampir runtuh kerana Nura tidak mampu memberikan zuriat buat abang, tapi bang, kali ni doa Nura dimakbulkan, dan untuk itu, biarlah Nura menanggung segala kepayahan demi zuriat ini bang.<br /><br /><br />Saat Nura menulis surat ini, Nura masih lagi menjadi penghuni setiap katil hospital ini. Baby kita makin nakal bergerak bang, tapi Nura bahagia merasa setiap tendangan dia abang, Nura bahagia, cukuplah saat manis ini Nura dan dia. Nura rasakan setiap pergerakannya amat bermakna, dan andainya ditakdirkan Nura hanya ditakdirkan untuk bahagia bersama dia hanya dalam kandungan sahaja Nura redha bang. Siapalah Nura untuk menolak ketentuanNya. Nura tak mampu abang.<br /><br /><br />Cukup bersyukur kerana sekurang-kurangnya Allah makbulkan doa Nura untuk mengandungkan zuriat dari benih abang yang Nura cintai dan kasihi selamanya. Nura redha sekiranya selepas ini walau apa terjadi, Nura redha, kerana Allah telah memberikan Nura sesuatu yang cukup istemewa, dan andainya maut<br />memisahkan kita Nura harap abang redha sebagaimana Nura redha.<br /><br /><br />Syukurlah sekurang-kurang Allah berikan nikmat kepada Nura untuk merasai nikmatnya menjadi seorang ibu walau cuma seketika.<br /><br /><br />Andai apa yang Nura takutkan terjadi, dan bayi ini dapat diselamatkan Nura harap abang akan jaganya dengan penuh kasih sayang. Nura harap abang jangan biarkan hidupnya tanpa seorang ibu. Cuma satu<br />Nura harapkan dia akan mendapat seorang ibu yang mampu menjaga seorang anak yatim dengan baik dan menjaganya dengan penuh kasih sayang. Seumur hayat Nura, Nura tak pernah meminta sesuatu dari abang, dan kini inilah permintaan Nura, janjilah anak ini akan mendapat seorang ibu yang penyayang.<br /><br /><br />Abang yang Nura rindui...<br /><br /><br />Dulu sewaktu rumah tangga kita dilandai badai, Nura ingin sangat ucapkan kata-kata ini pada abang, tapi Nura tak berkesempatan, dan walaupun kini Nura tiada lagi, tapi Nura nak abang tahu yang...<br /><br /><br />Nura rindukan abang... ... Nura rindu sangat dengan abang... ..rindu bang... rindu sangat... .<br /><br /><br />Sekian,<br />Ikhlas dari nurani isterimu<br />Nura Ain Bt. Abdullah-shah-http://www.blogger.com/profile/16403259844867395519noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2968343277758605457.post-50113883245979896332010-02-13T01:00:00.001+08:002010-02-13T01:20:13.866+08:00JUBAH UNTUK IBU“Apa nak jadi dengan kau ni Along? Bergaduh! Bergaduh! Bergaduh! Kenapa kau<br />degil sangat ni? Tak boleh ke kau buat sesuatu yang baik, yang tak<br />menyusahkan aku?”, marah ibu. Along hanya membungkam. Tidak menjawab<br />sepatah apapun. “Kau tu dah besar Along. Masuk kali ni dah dua kali kau<br />ulang ambil SPM, tapi kau asyik buat hal di sekolah. Cuba la kau ikut macam<br />Angah dengan Alang tu. Kenapa kau susah sangat nak dengar nasihat orang<br />hah?”, leter ibu lagi.<br /><br />Suaranya kali ini sedikit sebak bercampur marah. Along terus membatukan<br />diri. Tiada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya. Seketika dia<br />melihat si ibu berlalu pergi dan kembali semula dengan rotan di tangannya.<br />Kali ini darah Along mula menderau. Dia berdoa dalam hati agar ibu tidak<br />memukulnya lagi seperti selalu. “Sekarang kau cakap, kenapa kau bergaduh<br />tadi? Kenapa kau pukul anak pengetua tu? Cakap Along, cakap!” Jerkah ibu.<br />Along semakin berdebar-debar namun dia tidak dapat berkata-kata. Suaranya<br />bagai tersekat di kerongkong. Malah, dia juga tidak tahu bagaimana hendak<br />menceritakan hal sebenar. Si ibu semakin bengang. “ Jadi betul la kau yang<br />mulakan pergaduhan ye!? Nanti kau, suka sangat cari penyakitkan, sekarang<br />nah, rasakan!” Si ibu merotan Along berkali-kali dan berkali-kali jugaklah<br />Along menjerit kesakitan.<br /><br />“Sakit bu…sakit….maafkan Along bu, Along janji tak buat lagi….Bu, jangan<br />pukul bu…sakit bu…” Along meraung meminta belas si ibu agar tidak<br />merotannya lagi. “Tau sakit ye, kau bergaduh kat sekolah tak rasa sakit?”<br />Balas ibu lagi. Kali ini semakin kuat pukulan si ibu menyirat tubuh Along<br />yang kurus itu. “Bu…ampunkan Along bu…bukan Along yang mulakan…bukan<br />Along….bu, sakit bu..!!”, rayu Along dengan suara yang tersekat-sekat<br />menahan pedih. Along memaut kaki si ibu. Berkali-kali dia memohon maaf<br />daripada ibunya namun siratan rotan tetap mengenai tubuhnya. Along hanya<br />mampu berdoa. Dia tidak berdaya lagi menahan tangisnya. Tangis bukan kerana<br />sakitnya dirotan, tapi kerana memikirkan tidak jemukah si ibu merotannya<br />setiap hari. Setelah hatinya puas, si ibu mula berhenti merotan Along.<br />Tangan Along yang masih memaut kakinya itu di tepis kasar. Along menatap<br />mata ibu. Ada manik-manik kaca yang bersinar di kelopak mata si ibu. Along<br />memandang dengan sayu. Hatinya sedih kerana telah membuatkan ibunya<br />menangis lagi kerananya.<br /><br />Malam itu, Along berjaga sepanjang malam. Entah mengapa matanya tidak dapat<br />dilelapkan. Dia asyik teringatkan peristiwa dirotan ibu petang tadi.<br />Begitulah yang berlaku apabila ibu marahkannya. Tapi kali ini marah ibu<br />sangat memuncak. Mungkin kerana dia menumbuk anak pengetua sewaktu di<br />sekolah tadi menyebabkan pengetua hilang sabar dan memanggil ibunya ke<br />sekolah untuk membuat aduan kesekian kalinya. Sewaktu di bilik pengetua,<br />Along sempat menjeling ibu di sebelah. Namun, dia tidak diberi kesempatan<br />untuk bersuara. Malah, semua kesalahan itu di dilemparkan kepadanya<br />seorang. Si Malik anak pengetua itu bebas seolah-olah sedikit pun tidak<br />bersalah dalam hal ini. Along mengesat sisa-sisa air mata yang masih<br />bertakung di kelopak matanya. Dia berlalu ke meja tulis mencapai minyak<br />sapu lalu disapukan pada bekas luka yang berbirat di tubuhnya dek rotanan<br />ibu tadi. Perlahan-lahan dia menyapu ubat namun masih tetap terasa<br />pedihnya. Walaupun sudah biasa dirotan, namun tidak seteruk kali ini. Along<br />merebahkan badannya. Dia cuba memejamkan mata namun masih tidak mahu lelap.<br />Seketika wajah ibu menjelma diruang ingatannya. Wajah ibu suatu ketika<br />dahulu sangat mendamaikan pada pandangan matanya. Tetapi, sejak dia gagal<br />dalam SPM, kedamaian itu semakin pudar dan hanya kelihatan biasa dan<br />kebencian di wajah tua itu. Apa yang dibuat serba tidak kena pada mata ibu.<br />Along sedar, dia telah mengecewakan hati ibu dahulu kerana mendapat<br />keputusan yang corot dalam SPM. Tetapi Along tidak pernah ambil hati dengan<br />sikap ibu walau adakalanya kata-kata orang tua itu menyakiti hatinya. Along<br />sayang pada ibu. Dialah satu-satunya ibu yang Along ada walaupun kasih ibu<br />tidak semekar dahulu lagi. Along mahu meminta maaf. Dia tidak mahu menjadi<br />anak derhaka. Fikirannya terlalu cacamarba, dan perasaannya pula semakin<br />resah gelisah. Akhirnya, dalam kelelahan melayani perasaan, Along terlelap<br />juga.<br /><br />Seminggu selepas peristiwa itu, si ibu masih tidak mahu bercakap dengannya.<br />Jika ditanya, hanya sepatah dijawab ibu. Itupun acuh tidak acuh sahaja.<br />Pulang dari sekolah, Along terus menuju ke dapur. Dia mencangak mencari ibu<br />kalau-kalau orang kesayangannya itu ada di situ. Along tersenyum memandang<br />ibu yang terbongkok-bongkok mengambil sudu di bawah para dan kemudian<br />mencacap makanan yang sedang dimasak itu. Dia nekad mahu menolong.<br />Mudah-mudahan usahanya kali ini berjaya mengambil hati ibu. Namun, belum<br />sempat dia melangkah ke dapur, adik perempuannya yang baru pulang daripada<br />mengaji terus meluru ke arah ibu. Along terperanjat dan cuba berselindung<br />di sebalik pintu sambil memerhatikan mereka.<br /><br />“ Ibu..ibu masak apa ni? Banyaknya lauk, ibu nak buat kenduri ye!?” Tanya<br />Atih kehairanan. Dia tidak pernah melihat ibunya memasak makanan yang<br />pelbagai jenis seperti itu. Semuanya enak-enak belaka. Si ibu yang lincah<br />menghiris sayur hanya tersenyum melihat keletah anak bongsunya itu.<br />Sementara Along disebalik pintu terus memerhatikan mereka sambil memasang<br />telinganya. “Ibu, Atih nak rasa ayam ni satu boleh?” “ Eh jangan, nanti<br />dulu. Ibu tau Atih lapar, tapi tunggulah Kak Ngah dengan Alang balik dulu.<br />Nanti kita makan sekali. Pergi naik atas mandi dan tukar baju dulu ye!”, si<br />ibu bersuara lembut. Along menarik nafas panjang dan melepaskannya<br />perlahan. ‘anak-anak kesayangan ibu nak balik rupanya…’ bisik hati kecil<br />Along. “Kak Ngah dengan Alang nak balik ke ibu?”, soalnya lagi masih belum<br />berganjak dari dapur. Si ibu mengangguk sambil tersenyum. Di wajahnya jelas<br />menampakkan kebahagiaan. “Oooo patutlah ibu masak lauk banyak-banyak. Mmm<br />bu, tapi Atih pelik la. Kenapa bila Along balik, ibu tak masak macam ni<br />pun?”. Along terkejut mendengar soalan Atih. Namun dia ingin sekali tahu<br />apa jawapan dari ibunya. “Along kan hari-hari balik rumah? Kak Ngah dengan<br />Alang lain, diorang kan duduk asrama, balik pun sebulan sekali ja!”, terang<br />si ibu. “Tapi, ibu tak penah masak lauk macam ni dekat Along pun..”, soal<br />Atih lagi. Dahinya sedikit berkerut dek kehairanan. Along mula terasa<br />sebak. Dia mengakui kebenaran kata-kata adiknya itu namun dia tidak mahu<br />ada perasaan dendam atau marah walau secalit pun pada ibu yang sangat<br />disayanginya. “Dah tu, pergi mandi cepat. Kejap lagi kita pergi ambil Kak<br />Ngah dengan Alang dekat stesen bas.” , arah ibu. Dia tidak mahu Atih<br />mengganggu kerja-kerjanya di dapur dengan menyoal yang bukan-bukan. Malah<br />ibu juga tidak senang jika Atih terus bercakap tentang Along. Pada ibu,<br />Along anak yang derhaka yang selalu menyakiti hatinya. Apa yang dikata<br />tidak pernah didengarnya. Selalu pula membuat hal di sekolah mahupun di<br />rumah. Disebabkan itulah ibu semakin hilang perhatian pada Along dek kerana<br />marah dan kecewanya.<br /><br />Selepas ibu dan Atih keluar, Along juga turut keluar. Dia menuju ke Pusat<br />Bandar sambil jalan-jalan buat menghilangkan tekanannya. Tiba di satu<br />kedai, kakinya tiba-tiba berhenti melangkah. Matanya terpaku pada sepasang<br />jubah putih berbunga ungu yang di lengkapi dengan tudung bermanik.<br />‘Cantiknya, kalau ibu pakai mesti lawa ni….’ Dia bermonolog sendiri. Along<br />melangkah masuk ke dalam kedai itu. Sedang dia membelek-belek jubah itu,<br />bahunya tiba-tiba disentuh seseorang. Dia segera menoleh. Rupa-rupanya itu<br />Fariz, sahabatnya. “La…kau ke, apa kau buat kat sini?”, tanya Along ingin<br />tahu sambil bersalaman dengan Fariz. “Aku tolong jaga butik kakak aku. Kau<br />pulak buat apa kat sini?”, soalnya pula. “Aku tak de buat apa-apa, cuma nak<br />tengok-tengok baju ni. Aku ingat nak kasi mak aku!”, jelas Along jujur.<br />“waa…bagus la kau ni Azam. Kalau kau nak beli aku bagi less 50%.<br />Macammana?” Terlopong mulut Along mendengar tawaran Fariz itu. “Betul ke ni<br />Riz? Nanti marah kakak kau!”, Along meminta kepastian. “Untuk kawan baik<br />aku, kakak aku mesti bagi punya!”, balas Fariz meyakinkannya. “Tapi aku<br />kena beli minggu depan la. Aku tak cukup duit sekarang ni.” Cerita Along<br />agak keseganan. Fariz hanya menepuk mahunya sambil tersenyum. “Kau ambik<br />dulu, lepas tu kau bayar sikit-sikit.” Kata Fariz . Along hanya<br />menggelengkan kepala tanda tidak setuju. Dia tidak mahu berhutang begitu.<br />Jika ibunya tahu, mesti dia dimarahi silap-silap dipukul lagi. “Dekat kau<br />ada berapa ringgit sekarang ni?”, soal Fariz yang benar-benar ingin<br />membantu sahabatnya itu. Along menyeluk saku seluarnya dan mengeluarkan<br />dompet berwarna hitam yang semakin lusuh itu. “Tak sampai sepuluh ringgit<br />pun Riz, tak pe lah, aku datang beli minggu depan. Kau jangan jual dulu<br />baju ni tau!”, pesan Along bersungguh-sungguh. Fariz hanya mengangguk<br />senyum.<br /><br />Hari semakin lewat. Jarum pendek sudah melangkaui nombor tujuh. Setelah<br />tiba, kelihatan Angah dan Alang sudah berada di dalam rumah. Mereka sedang<br />rancak berbual dengan ibu di ruang tamu. Dia menoleh ke arah mereka<br />seketika kemudian menuju ke dapur. Perutnya terasa lapar sekali kerana<br />sejak pulang dari sekolah petang tadi dia belum makan lagi. Penutup makanan<br />diselak. Syukur masih ada sisa lauk-pauk yang ibu masak tadi bersama<br />sepinggan nasi di atas meja. Tanpa berlengah dia terus makan sambil<br />ditemani Si Tomei, kucing kesayangan arwah ayahnya. “Baru nak balik waktu<br />ni? Buat hal apa lagi kat luar tu?”, soalan ibu yang bernada sindir itu<br />tiba-tiba membantutkannya daripada menghabiskan sisa makanan di dalam<br />pinggan. “Kenapa tak makan kat luar ja? Tau pulak, bila lapar nak balik<br />rumah!”, leter ibu lagi. Along hanya diam. Dia terus berusaha mengukir<br />senyum dan membuat muka selamber seperti tidak ada apa-apa yang berlaku.<br />Tiba-tiba Angah dan Alang menghampirinya di meja makan. Mereka berdiri di<br />sisi ibu yang masih memandang ke arahnya seperti tidak berpuas hati. “Along<br />ni teruk tau. Suka buat ibu susah hati. Kerana Along, ibu kena marah dengan<br />pengetua tu.” Marah Angah, adik perempuannya yang sedang belajar di MRSM.<br />Along mendiamkan diri. Diikutkan hati, mahu saja dia menjawab kata-kata<br />adiknya itu tetapi melihat kelibat ibu yang masih di situ, dia mengambil<br />jalan untuk membisu sahaja. “Along! Kalau tak suka belajar, berhenti je la.<br />Buat je kerja lain yang berfaedah daripada menghabiskan duit ibu", sampuk<br />Alang, adik lelakinya yang menuntut di sekolah berasrama penuh. Kali ini<br />kesabarannya benar-benar tercabar. Hatinya semakin terluka melihat sikap<br />mereka semua. Dia tahu, pasti ibu mengadu pada mereka. Along mengangkat<br />mukanya memandang wajah ibu. Wajah tua si ibu masam mencuka. Along tidak<br />tahan lagi. Dia segera mencuci tangan dan meluru ke biliknya.<br /><br />Perasaannya jadi kacau. Fikirannya bercelaru. Hatinya pula jadi tidak<br />keruan memikirkan kata-kata mereka. Along sedar, kalau dia menjawab, pasti<br />ibu akan semakin membencinya. Along nekad, esok pagi-pagi, dia akan<br />tinggalkan rumah. Dia akan mencari kerja di Bandar. Kebetulan cuti sekolah<br />selama seminggu bermula esok. Seperti yang dinekadkan, pagi itu selesai<br />solat subuh, Along terus bersiap-siap dengan membawa beg sekolah berisi<br />pakaian, Along keluar daripada rumah tanpa ucapan selamat. Dia sekadar<br />menyelitkan nota buat si ibu menyatakan bahawa dia mengikuti program<br />sekolah berkhemah di hutan selama seminggu. Niatnya sekadar mahu mencari<br />ketenangan selama beberapa hari justeru dia terpaksa berbohong agar ibu<br />tidak bimbang dengan tindakannya itu. Along menunggang motorsikalnya terus<br />ke Pusat Bandar untuk mencari pekerjaan. Nasib menyebelahinya, tengah hari<br />itu, dia diterima bekerja dengan Abang Joe sebagai pembantu di bengkel<br />membaiki motorsikal dengan upah lima belas ringgit sehari, dia sudah rasa<br />bersyukur dan gembira. Gembira kerana tidak lama lagi, dia dapat membeli<br />jubah untuk ibu. Hari ini hari ke empat Along keluar daripada rumah. Si ibu<br />sedikit gelisah memikirkan apa yang dilakukan Along di luar. Dia juga<br />berasa agak rindu dengan Along. Entah mengapa hati keibuannya agak<br />tersentuh setiap kali terpandang bilik Along. Tetapi kerinduan dan<br />kerisauan itu terubat apabila melihat gurau senda anak-anaknya yang lain.<br /><br />Seperti selalu, Along bekerja keras membantu Abang Joe di bengkelnya. Sikap<br />Abang Joe yang baik dan kelakar itu sedikit sebanyak mengubat hatinya yang<br />luka. Abang Joe baik. Dia banyak membantu Along antaranya menumpangkan<br />Along di rumahnya dengan percuma. “Azam, kalau aku tanya kau jangan marah<br />k!”, soal Abang Joe tiba-tiba sewaktu mereka menikmati nasi bungkus tengah<br />hari itu. “Macam serius jer bunyinya Abang Joe?” Along kehairanan.<br />“Sebenarnya, kau lari dari rumah kan?” Along tersedak mendengar soalan itu.<br />Nasi yang disuap ke dalam mulut tersembur keluar. Matanya juga<br />kemerah-merahan menahan sedakan. Melihat keadaan Along itu, Abang Joe<br />segera menghulurkan air. “Kenapa lari dari rumah? Bergaduh dengan parents?”<br />Tanya Abang Joe lagi cuba menduga. Soalan Abang Joe itu benar-benar<br />membuatkan hati Along sebak. Along mendiamkan diri. Dia terus menyuap nasi<br />ke dalam mulut dan mengunyah perlahan. Dia cuba menundukkan mukanya cuba<br />menahan perasaan sedih. “Azam, kau ada cita-cita tak…ataupun impian ker…?”<br />Abang Joe mengubah topik setelah melihat reaksi Along yang kurang selesa<br />dengan soalannya tadi. “Ada” jawab Along pendek “Kau nak jadi apa besar<br />nanti? Jurutera? Doktor? Cikgu? Pemain bola? Mekanik macam aku…atau….”<br />Along menggeleng-gelengka n kepala. “semua tak…Cuma satu je, saya nak mati<br />dalam pangkuan ibu saya.” Jawab Along disusuli ketawanya. Abang Joe<br />melemparkan tulang ayam ke arah Along yang tidak serius menjawab soalannya<br />itu. “Ala, gurau ja la Abang Joe. Sebenarnya….saya nak bawa ibu saya ke<br />Mekah dan…saya….saya nak jadi anak yang soleh!”. Perlahan sahaja suaranya<br />namun masih jelas didengari telinga Abang Joe. Abang Joe tersenyum<br />mendengar jawapannya. Dia bersyukur di dalam hati kerana mengenali seorang<br />anak yang begitu baik. Dia sendiri sudah bertahun-tahun membuka bengkel itu<br />namun belum pernah ada cita-cita mahu menghantar ibu ke Mekah.<br /><br />Setelah tamat waktu rehat, mereka menyambung kerja masing-masing. Tidak<br />seperti selalu, petang itu Along kelihatan banyak berfikir. Mungkin<br />terkesan dengan soalan Abang Joe sewaktu makan tadi. “Abang Joe, hari ni,<br />saya nak balik rumah ...terima kasih banyak kerana jaga saya beberapa hari<br />ni”, ucap Along sewaktu selesai menutup pintu bengkel. Abang Joe yang<br />sedang mencuci tangannya hanya mengangguk. Hatinya gembira kerana akhirnya<br />anak muda itu mahu pulang ke pangkuan keluarga. Sebelum berlalu, Along<br />memeluk lelaki bertubuh sasa itu. Ini menyebabkan Abang Joe terasa agak<br />sebak. “Abang Joe, jaga diri baik-baik. Barang-barang yang saya tinggal kat<br />rumah Abang Joe tu, saya hadiahkan untuk Abang Joe.” Kata Along lagi.<br />“Tapi, kau kan boleh datang bila-bila yang kau suka ke rumah aku!?”, soal<br />Abang Joe. Dia risau kalau-kalau Along menyalah anggap tentang soalannya<br />tadi. Along hanya senyum memandangnya. “Tak apa, saya bagi kat Abang Joe.<br />Abang Joe, terima kasih banyak ye! Saya rasa tak mampu nak balas budi baik<br />abang. Tapi, saya doakan perniagaan abang ni semakin maju.” Balasnya dengan<br />tenang. Sekali lagi Abang Joe memeluknya bagai seorang abang memeluk<br />adiknya yang akan pergi jauh.<br /><br />Berbekalkan upahnya, Along segera menuju ke butik kakak Fariz untuk membeli<br />jubah yang diidamkannya itu. Setibanya di sana, tanpa berlengah dia terus<br />ke tempat di mana baju itu disangkut. “ Hey Azam, mana kau pergi? Hari tu<br />mak kau ada tanya aku pasal kau. Kau lari dari rumah ke?”, soal Fariz<br />setelah menyedari kedatangan sahabatnya itu. Along hanya tersengeh<br />menampakkan giginya. “Zam, mak kau marah kau lagi ke? Kenapa kau tak<br />bagitau hal sebenar pasal kes kau tumbuk si Malik tu?” “Tak pe lah, perkara<br />dah berlalu….lagipun, aku tak nak ibu aku terasa hati kalau dia dengar<br />tentang perkara ni", terang Along dengan tenang. “Kau jadi mangsa. Tengok,<br />kalau kau tak bagitau, mak kau ingat kau yang salah", kata Fariz lagi. “Tak<br />apa lah Riz, aku tak nak ibu aku sedih. Lagipun aku tak kisah.” “Zam..kau<br />ni…..” “Aku ok, lagipun aku sayang dekat ibu aku. Aku tak nak dia sedih dan<br />ingat kisah lama tu.” Jelas Along memotong kata-kata si sahabat yang masih<br />tidak berpuas hati itu. “Aku nak beli jubah ni Riz. Kau tolong balutkan ek,<br />jangan lupa lekat kad ni sekali, k!”, pinta Along sambil menyerahkan<br />sekeping kad berwarna merah jambu. “No problem…tapi, mana kau dapat duit?<br />Kau kerja ke?” , soal Fariz ingin tahu. “Aku kerja kat bengkel Abang Joe.<br />Jadi pembantu dia", terang Along. “Abang Joe mana ni?” “Yang buka bengkel<br />motor kat Jalan Selasih sebelah kedai makan pakcik kantin kita tu!”, jelas<br />Along dengan panjang lebar. Fariz mengangguk . “Azam, kau nak bagi hadiah<br />ni kat mak kau bila?” “Hari ni la…” balas Along. “Ooo hari lahir ibu kau<br />hari ni ek?” “Bukan, minggu depan…” “Habis?. Kenapa kau tak tunggu minggu<br />depan je?”, soal Fariz lagi. “Aku rasa hari ni je yang yang sempat untuk<br />aku bagi hadiah ni. Lagipun, aku harap lepas ni ibu aku tak marah aku<br />lagi.” Jawabnya sambil mengukir senyum.<br /><br />Along keluar daripada kedai. Kelihatan hujan mulai turun. Namun Along tidak<br />sabar menunggu untuk segera menyerahkan hadiah itu untuk ibu. Sambil<br />menunggang, Along membayangkan wajah ibu yang sedang tersenyum menerima<br />hadiahnya itu. Motosikalnya sudah membelok ke Jalan Nuri II. Tiba di<br />simpang hadapan lorong masuk ke rumahnya, sebuah kereta wira yang cuba<br />mengelak daripada melanggar seekor kucing hilang kawalan dan terus merempuh<br />Along dari depan yang tidak sempat mengelak. Akibat perlanggaran yang kuat<br />itu, Along terpelanting ke tengah jalan dan mengalami hentakan yang kuat di<br />kepala dan belakangnya. Topi keledar yang dipakai mengalami retakan dan<br />tercabut daripada kepalanya, Along membuka matanya perlahan-lahan dan terus<br />mencari hadiah untuk si ibu dan dengan sisa kudrat yang ada, dia cuba<br />mencapai hadiah yang tercampak berhampirannya itu. Dia menggenggam kuat<br />cebisan kain dan kad yang terburai dari kotak itu. Darah semakin<br />membuak-buak keluar dari hidungnya. Kepalanya juga terasa sangat berat,<br />pandangannya berpinar-pinar dan nafasnya semakin tersekat-sekat. Dalam<br />keparahan itu, Along melihat kelibat orang–orang yang sangat dikenalinya<br />sedang berlari ke arahnya. Serta merta tubuhnya terus dirangkul seorang<br />wanita. Dia tahu, wanita itu adalah ibunya. Terasa bahagia sekali apabila<br />dahinya dikucup saat itu. Along gembira. Itu kucupan daripada ibunya. Dia<br />juga dapat mendengar suara Angah, Alang dan Atih memanggil-manggil namanya.<br />Namun tiada suara yang keluar dari kerongkongnya saat itu. Along semakin<br />lemah. Namun, dia kuatkan semangat dan cuba menghulurkan jubah dan kad yang<br />masih digenggamannya itu. “Ha..hadiah….untuk….ibu………” ucapnya sambil<br />berusaha mengukir senyuman. Senyuman terakhir buat ibu yang sangat<br />dicintainya. Si ibu begitu sebak dan sedih. Si anak dipeluknya sambil<br />dicium berkali-kali. Air matanya merembes keluar bagai tidak dapat ditahan<br />lagi. Pandangan Along semakin kelam. Sebelum matanya tertutup rapat, terasa<br />ada air hangat yang menitik ke wajahnya. Akhirnya, Along terkulai dalam<br />pangkuan ibu dan dia pergi untuk selama-lamanya.<br /><br />Selesai upacara pengebumian, si ibu terus duduk di sisi kubur Along bersama<br />Angah, Alang dan Atih. Dengan lemah, wanita itu mengeluarkan bungkusan yang<br />hampir relai dari beg tangannya. Sekeping kad berwarna merah jambu<br />bertompok darah yang kering dibukanya lalu dibaca. ‘Buat ibu yang sangat<br />dikasihi, ampunkanlah salah silap along selama ini. Andai along melukakan<br />hati ibu, along pinta sejuta kemaafan. Terimalah maaf along bu..Along janji<br />tak kan membuatkan ibu marah lagi. Ibu, Along sayang ibu selama-lamanya.<br />Selamat hari lahir ibu… dan terimalah hadiah ini…..UNTUKMU IBU!’ Kad itu<br />dilipat dan dicium. Air mata yang bermanik mula berjurai membasahi pipi.<br />Begitu juga perasaan yang dirasai Angah, Alang dan Atih. Masing-masing<br />berasa pilu dan sedih dengan pemergian seorang abang yang selama ini<br />disisihkan. Sedang melayani perasaan masing-masing, Fariz tiba-tiba muncul.<br />Dia terus mendekati wanita tua itu lalu mencurahkan segala apa yang<br />dipendamnya selama ini. “Makcik, ampunkan segala kesalahan Azam. Azam tak<br />bersalah langsung dalam kes pergaduhan tu makcik. Sebenarnya, waktu Azam<br />dan saya sibuk menyiapkan lukisan, Malik datang dekat kami. Dia sengaja<br />cari pasal dengan Azam dengan menumpahkan warna air dekat lukisan Azam.<br />Lepas tu, dia ejek-ejek Azam. Dia cakap Azam anak pembunuh. Bapa Azam<br />seorang pembunuh dan … dia jugak cakap, ibunya seorang perempuan gila…”<br />cerita Fariz dengan nada sebak. Si ibu terkejut mendengarnya. Terbayang di<br />ruang matanya pada ketika dia merotan Along kerana kesalahan menumbuk<br />Malik. “Tapi, kenapa arwah tidak ceritakan pada makcik Fariz?” Soalnya<br />dengan sedu sedan. “Sebab…..dia tak mahu makcik sedih dan teringat kembali<br />peristiwa dulu. Dia cakap, dia tak nak makcik jatuh sakit lagi, dia tak nak<br />mengambil semua ketenangan yang makcik ada sekarang…walaupun dia<br />disalahkan, dia terima. Tapi dia tak sanggup tengok makcik dimasukkan ke<br />hospital sakit jiwa semula....” Terang Fariz lagi. Dia berasa puas kerana<br />dapat menyatakan kebenaran bagi pihak sahabatnya itu.<br /><br />Si ibu terdiam mendengar penjelasan Fariz. Terasa seluruh anggota badannya<br />menjadi Lemah. Berbagai perasaan mencengkam hatinya. Sungguh hatinya terasa<br />sangat pilu dan terharu dengan pengorbanan si anak yang selama ini dianggap<br />derhaka.-shah-http://www.blogger.com/profile/16403259844867395519noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2968343277758605457.post-12632220491724080652010-02-02T19:26:00.003+08:002010-02-02T19:30:23.223+08:00Cabut Gigi kene jahitAssalamualaikum dan salam 1 Malaysia..<br />Hari nie pagi² lagi dah bangun pergi ke HAT untuk cabut gigi...<br />My bad gigi depan reput...then bile doktor cabut gigi tu patah...<br />tapi bahagian tunjang masih ada dalam gusi...<br />so disebabkan nak kene cabut jugak...terpaksalah menggunakan kekerasan...<br />walau masa tu tgah bius..sakit gile rasa..rupanya doktor cabut sampai terkoyak gusi depan...<br />then dapat la 3 jahitan...ahaha...<br />so bila kene jahit xsakit pulak...<br />maknanya mmg bius tu xhabis lagi...<br />mmg keras btul doktor tu..<br />sbab kene buat macam tu baru tercabut semuanya :)<br />apa² pun dpat MC 2 hari yeahhh tidoo tidoo-shah-http://www.blogger.com/profile/16403259844867395519noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2968343277758605457.post-79385615794438224382010-02-01T11:49:00.001+08:002010-02-01T11:49:43.991+08:00Suatu PenyesalanSuasana di dalam bilik bersalin begitu sunyi sekali. Yang kedengaran hanyalah suara rintihan Rohani menahan kesakitan hendak melahirkan.<br /><br />"Subhanallah....sakitnya...ssst...ist...isk...isk... aduuh....Bang sakit nya tak tahan saya" keluh Rohani pada suaminya Zamri yang ketika itu ada disisinya.<br /><br />"Apalah awak ni....susah sangat nak bersalin. Sudah berjam-jam tapi masih tak keluar- keluar juga budak tu. Dah penat saya menunggu. Ni... mesti ada sesuatu yang tak elok yang awak sudah buat , itulah sebabnya lambat sangat nak keluar budak tu. Banyak dosa agaknya," rungut Zamri pula kepada isterinya, Rohani.<br /><br />Sebak hati Rohani mendengar rungutan suaminya itu, tetapi dia tidak menghiraukannya, sebaliknya, Rohani hanya mendiamkan diri sahaja dan menahan kesakitannya yang hendak melahirkan itu. Rohani tahu sudah hampir 3 jam dia berada dalam bilik bersalin itu tetapi bayinya tidak juga mahu keluar. Itu kehendak Allah Taala, Rohani tidak mampu berbuat apa apa, hanya kepada Allahlah dia berserah.<br /><br />Sejak Rohani mengandung ada sahaja yang tidak kena dihati Zamri terhadapnya. Zamri seolah olah menaruh perasaan benci terhadap Rohani dan anak yang dikandungnya itu.<br /><br />Jururawat yang bertugas datang memeriksa kandungan Rohani dan kemudian bergegas memanggil Doktor Syamsul yaitu Doktor Peribadi Rohani. Doktor Syamsul segera datang dan bergegas menyediakan keperluan menyambut kelahiran bayi Rohani itu. Rohani hanya mendiamkan diri menahan kesakitan dan kelihatan air matanya meleleh panas dipipi lebunya itu. Rohani menangis bukan kerana takut atau sakit tetapi kerana terkenang akan rungutan Zamri tadi. Saat melahirkan pun tiba. Doktor Syamsul menyuruh Rohani meneran.<br /><br />"Come on Ani. You can do it...one more...one more Ani."<br /><br />Kata kata perangsang Doktor Syamsul itulah yang membuatkan Rohani begitu bertenaga dan dengan sekali teran sahaja kepala bayinya itu pun sudah keluar.<br /><br />"Alhamdulillah", bisik Rohani apabila dia melihat sahaja bayinya yang selamat dilahirkan itu.<br /><br />Tiba-tiba Rohani terasa sakit sekali lagi dan dia terus meneran untuk kali keduanya, sejurus itu juga keluar seorang lagi bayi, kembar rupanya.<br /><br />"Tahniah Rohani, You got twin, boy and girl, putih macam You juga." Begitulah kata kata pujian dari Doktor Syamsul.<br /><br />"Tahniah Zamri, it's a twin" Doktor Syamsul mengucapkan Tahniah kepada Zamri pula.<br /><br />Zamri hanya mendiamkan diri sahaja setelah menyaksikan kelahiran anak pertamanya itu, kembar pula. Doktor Syamsul memang sengaja menyuruh Zamri melihat bagaimana keadaan kelahiran anak anaknya itu.<br /><br />Rohani sudah mula merancang akan nama untuk anak anaknya itu. Yang lelaki akan diberi nama Mohammad Fikri dan yang perempuan akan diberi nama Farhana. Rohani merasa begitu lega sekali setelah melahirkan kembarnya itu, tetapi sesekali bila dia teringat kata kata Zamri sebelum dia melahirkan hatinya menjadi begitu sebak dan sedih sekali. Sebenarnya memang terlalu banyak kata-kata Zamri yang membuat Rohani berasa jauh hati sekali. Terutamanya sepanjang dia mengandung. Tetapi Rohani hanya bersabar, kerana dia tahu kalau dia mengadu pada emaknya tentu dia akan dimarahi semula. Jadi dia hanya mendiamkan diri dan memendam rasa sahaja.<br /><br />Kedua dua anaknya, Mohammad Fikri dan Farhana telah diletakkan dibawah jagaan Nursery di Hospital Universiti Singapura (NUH) untuk memberi peluang Rohani berehat sebentar, kemudian nanti dapatlah dia menyusukan kedua kembar yang comel itu.<br /><br />Tiba tiba fikiran Rohani menerbang kembali kedetik detik semasa dia mengandung dahulu. Zamri memang selalu memarahinya, ada sahaja perkara yang tidak kena. Macam macam kata kata nista yang dilemparkan kearah Rohani. Ada sahaja tuduhan yang tidak masuk akal, semuanya dihamburkan pada Rohani seolah olah melepaskan geram. Tidak sanggup rasanya Rohani menghadapi itu semua tetapi demi kestabilan kandungannya, Rohani kuatkan juga semangat dan pendiriannya.<br /><br />Yang paling menyedihkan sekali ialah sewaktu Rohani mula mula disahkan mengandung. Zamri tidak percaya yang Rohani mengandung anaknya. Dua kali dia membuat pemeriksaan Antenatal untuk mengesahkan kandungan isterinya itu. Keraguan timbul didalam hati Zamri tentang anak dalam kandungan Rohani itu. Zamri tidak boleh menerima kenyataan yang Rohani akan mengandung sebegitu awal sekali sedangkan mereka berkahwin baru 3 bulan. Kandungan Rohani sudah masuk 2 bulan... bermakna Rohani cuma kosong selama sebulan sahaja selepas mereka berkahwin. Bagi Rohani pula itu perkara biasa sahaja yang mungkin turut dilalui oleh pasangan lain juga.<br /><br />Setelah membuat pemeriksaan Doktor, Rohani pulang kerumahnya dalam keadaan sedih. Pada mulanya Rohani berasa sangat gembira bila dia disahkan mengandung tetapi sebaliknya bila Zamri tidak mahu menerima anak dalam kandungannya itu, perasaannya terus berubah menjadi duka pula. Zamri menuduh yang Rohani berlaku curang, dan anak dalam kandungannya itu adalah hasil dari kecurangan Rohani sendiri. Hati isteri mana yang tidak remuk. Hati isteri mana yang tidak kecewa apabila dituduh sebegitu rupa oleh suaminya sendiri. Rohani pasrah......<br /><br />Pernah suatu ketika Rohani bertengkar dengan suaminya.<br /><br />"Kenapa abang berlainan sekarang ni, tak macam dulu, pelembut, suka berjenaka, ini tidak asyik nak cari kesalahan Ani sahaja. Mengapa bang?" Rohani bertanya kepada Zamri .<br /><br />"Kaulah penyebab segalanya. Tak payahlah nak tunjuk baik." Tempelak Zamri.<br /><br />"Entah jantan mana yang kau dah layani kat opis kau tu." sergah Zamri lagi.<br /><br />"Abang syak Ani buat hubungan dengan lelaki lain ke? Subhanallah??. Kenapa Abang syak yang bukan-bukan ni, Anikan isteri Abang yang sah, tak kanlah Ani nak buat jahat dengan orang lain pulak, Bang"? sangkal Rohani pula.<br /><br />"Allah dah beri kita rezeki awal, tak baik cakap macam tu. Itu semua kehendak Allah." Rohani menghampiri sambil memeluk badan suaminya tetapi Zamri meleraikan pelukannya dengan kasar sekali sehingga tersungkur Rohani dibuatnya. Serentak itu juga Rohani menangis . Zamri langsung tidak mengindahkannya. Deraian airmata Rohani semakin laju. Rohani hanya mampu menangis sahaja. Amat pedih sekali Rohani rasakan untuk menahan semua tohmahan dari Zamri, suaminya yang sah.<br /><br />"Woi, benda-benda tu boleh terjadilah Ani. Kawan baik dengan bini sendiri, suami sendiri, bapak dengan anak, hah! emak dengan menantu pun boleh terjadi tau, apatah lagi macam kau ni, tau tak. Dulu tu kawan lama kau yang satu opis dengan kau tu, Amran, bukan main baik lagi budak tu dengan kau." bentak Zamri lagi. Tanpa disangka sangka rupanya Zamri menaruh cemburu terhadap isterinya.<br /><br />"Entah-entah keturunan kau, darah daging kau pun tak senonoh ....heee teruk. Nasib aku lah dapat bini macam engkau ni," kutuk Zamri lagi pada Rohani.<br /><br />"Bawa mengucap Bang, jangan tuduh Ani yang bukan-bukan. Ani bukan perempuan yang tak tentu arah. Walaupun Ani hanya anak angkat dalam keluarga ni, Ani bukan jenis macam tu, Ani tau akan halal haram, hukum hakam agama."<br /><br />"Memang Ani tak pernah tau asal usul keluarga kandung Ani, tapi Ani bersyukur dan berterima kasih pada emak angkat Ani kerana menjaga Ani sejak dari kecil lagi. Ani dianggapnya seperti darah daging sendiri."<br />Rohani mula membangkang kata kata nista suaminya itu.<br /><br />"Abang jangan cuba nak menghina keluarga kandung Ani kerana walaupun mereka tidak membesarkan Ani tetapi disebabkan merekalah, Ani lahir kedunia ini. Tambah Rohani lagi dengan sebak didada.<br /><br />Semenjak peristiwa pertengkaran itulah, setiap hari Rohani terpaksa pergi ke tempat kerja Zamri apabila habis waktu bekerjanya. Sementara menunggu Zamri pulang Rohani berehat di Surau tempat Zamri bekerja. Zamri bekerja sebagai seorang salesman handphone di salah sebuah Pusat membeli belah, dan kerjanya mengikut shif. Kalau Zamri bekerja shif malam terpaksalah Rohani menunggu Zamri sampai tengah malam. Begitulah keadaannya sehingga apabila perutnya semakin membesar pun Zamri masih memaksanya. Terpaksalah Rohani berbohong kepada emak dan keluarganya yang lain dengan mengatakan yang dia buat kerja overtime semata mata untuk mengelakkan pertengkaran dan tuduhan serta kata nista suaminya itu.<br /><br />Dengan keadaan perut semakin membesar Rohani masih gagahkan juga dirinya pergi bekerja. Kadangkala apabila Zamri tidak menjemput Rohani ditempat kerja terpaksalah Rohani berasak asak menaiki bas untuk pulang . Begitulah keadaan Rohani sehinggalah hampir pada waktu bersalinnya. Pernah sekali Rohani minta dijemput kerana dia sudah larat benar tetapi sebaliknya Zamri membalasnya dengan kata kata kesat kepadanya, perempuan tak tau berdikarilah, berlagak senang lah, lagak kaya lah, perempuan tak sedar diri lah, tak layak jadi isterilah, menyusahkan dan macam macam lagi kata kata nista dilemparkan kepadanya.<br /><br />Suatu hari Zamri dalam keadaan marah telah menarik rambut Rohani dan menghantukkan kepala Rohani ke dinding sekuatnya... Rohani hanya mampu menangis dan menanggung kesakitan. Ini semua gara-gara Rohani hendak pergi ke rumah Mak Saudaranya yang ingin mengahwinkan anaknya di Tampines. Emak Rohani sudah seminggu pergi kesana untuk menolong Mak Saudaranya itu. Hari sudah semakin petang jadi Rohani mendesak agar bertolak cepat sikit, lagipun langit sudah menunjukkan tanda tanda hendak hujan.<br /><br />"Hari dah nak hujan, Bang. Elok rasanya kalau kita pergi awal sikit bolehlah tolong apa yang patut?" Pinta Rohani.<br /><br />Tanpa disangka sangka kata kata Rohani itu membuatkan Zamri marah dan dengan dengan tiba-tiba sahaja Zamri bangun. Dengan muka bengisnya, Zamri memandang Rohani.<br /><br />"Kau tahu aku penatkan, tak boleh tunggu ke, aku punya sukalah nak pergi malam ke, siang ke, tak pergi lansung ke." marah Zamri.<br /><br />Rohani menjawab, "Itu Ani tau, Abang kan dah berehat dari pagi tadi takkan masih penat lagi. Sepantas kilat Zamri datang kepada Rohani dan direntapnya rambut Rohani lalu di hantukkan kepala Rohani ke dinding. Rohani tidak berdaya untuk menghalangnya. Ya Allah! Sungguh tergamak Zamri berbuat demikian... terasa kebas kepala Rohani dan dirasakannya mula membengkak. Pening kepala Rohani dibuatnya.<br /><br />"Ya Allah, berilah aku kekuatan untuk menerima semua ini. Kau lindungilah aku dan kandunganku ini dari segala bahaya dan azab sengsara, Ya Allah.?" Doa Rohani dalam hatinya dengan penuh keluhuran. Rohani memencilkan dirinya disudut dinding dan menangis sepuas puasnya.<br /><br />"Bang, Ani minta maaf jika kata kata Ani tadi membuatkan Abang marah." Rohani memohon maaf kepada suaminya sambil tersedu sedu.<br /><br />Hari itu seperti biasa Zamri ketempat kerjanya. Tiba tiba handphonenya berbunyi. Kedengaran suara Doktor Syamsul menyuruhnya datang segera ke hospital, kerana ada sesuatu yang berlaku terhadap Rohani.<br /><br />Setibanya di hospital sahaja....<br /><br />"Zamri, kami sudah cuba untuk menyelamatkan Rohani tapi kuasa Allah melebihi segalanya, Rohani mengalami pendarahan otak yang serius, sebelum ini pernah tak Rohani jatuh atau... kepalanya terhantuk kuat pada sesuatu kerana sebelah kanan kepalanya kelihatan bengkak dan ada tanda lebam. Mungkin kesan dah lama?" Doktor Syamsul bertanya agak serius. Dia inginkan penjelasan sebenar dari Zamri. Zamri hanya mendiamkan diri.<br /><br />Serentak itu juga Zamri teringat yang dia pernah menarik rambut Rohani dan menghantukkan kepala Rohani ke dinding sekuat kuatnya... dan selepas kejadian itu Zamri tidak pernah sekali pun membawa Rohani ke klinik untuk membuat pemeriksaan kepalanya. Rohani sering mengadu sakit kepala yang teruk... namun Zamri tidak pernah mengindahkan kesakitan Rohani itu, malah baginya Rohani hanya mengada-ngadakan cerita saja. Buat buat sakit untuk minta simpati.<br /><br />Sambil menekap mukanya dengan tangan Zamri menyesal....<br /><br />"YA ALLAH apa yang aku dah buat ni."<br /><br />Doktor Syamsul menjelaskan lagi;<br />"Doktor Zain yang merawat, kerana Rohani mengadu sakit kepala yang amat sangat sewaktu dia memberi susu pada kembarnya di nursery. Jadi Doktor Zain telah membawa Rohani ke Lab untuk membuat scanning di kepalanya dan confirm otaknya ada darah beku tapi malangnya ia sudah ditahap yang kritikal dan kami tak mampu melakukan apa-apa kerana Rohani tidak mahu di operation sebelum meminta izin dari awak Zamri"<br /><br />Hanya satu permintaan terakhir arwahnya, dia minta awak membaca diarinya ini.<br />"I'm really sorry, Zamri. Allah lebih menyayanginya", kata Doktor Syamsul lagi lalu menyerahkan sebuah diari yang berbalut kemas dengan kain lampin bayi yang masih baru kepada Zamri.<br /><br />Zamri mengambil diari tersebut. Satu lembaran ke satu lembaran dibukanya. Setiap lembaran tertulis rapi tulisan tangan Rohani mencoretkan peristiwa yang berlaku padanya setiap hari. Begitu tekun sekali Zamri membacanya dan ternyata banyak sekali keluhan, kesakitan & segala luahan rasa Rohani semuanya tertera didalam diari tersebut. Zamri dapati setiap peristiwa itu semuanya adalah perlakuan buruk Zamri terhadap Rohani...<br /><br />"Ya Allah, kenapa aku buat isteriku begini," keluh hati kecil Zamri penuh penyesalan selepas membaca setiap lembaran diari itu. Dan apabila tiba ke muka surat terakhir, tiba tiba Zamri terpandang bunga ros merah yang telah kering... membuat Zamri tertarik untuk membacanya...<br /><br />Untuk suamiku yang tersayang, Zamri.<br /><br />"SELAMAT HARI ULANG TAHUN PERKAHWINAN KITA YANG PERTAMA PADA HARI INI."<br />Dengan air mata yang mula bergenang Zamri memulakan bacaannya....<br /><br />Assalamualaikum.<br />Abang...<br /><br />Ingat tak bunga Ros merah ni, Abang berikan pada Ani pada pertemuan pertama kita dulu. Sudah lama Ani simpan bunga tu Bang...<br /><br />Bunga inilah lambang kasih sayang Ani pada Abang selama ini. Ia tidak pernah berubah pun walau telah kering..... Ani teramat menyayangi Abang. Ani sentiasa menyimpan setiap hadiah yang Abang berikan pada Ani. Abang tak pernah tahu kan... Itulah salah satu buktinya betapa sayangnya Ani pada Abang..<br /><br />Terlebih dahulu Ani teringin sangat nak dengar Abang panggil Ani 'AYANG' seperti kita baru baru kahwin dulu...Abang panggil Ani 'AYANG'...terasa diri Ani dimanja bila Abang panggil macam tu... walaupun Ani cuma dapat merasa panggilan AYANG itu seketika sahaja. Abang sudah banyak berubah sekarang. Perkataan 'AYANG' telah hilang dan tidak kedengaran untuk Ani lagi. Kenapa? Benci sangatkah Abang pada Ani? Ani telah melakukan kesalahan yang menyinggung perasaan Abang ke?<br /><br />Abang...<br />Tulisan ini khas Ani tujukan untuk Abang. Bacalah semoga Abang tahu betapa mendalamnya kasih sayang Ani pada Abang. Abang tentu ingatkan hari ini merupakan hari ulangtahun perkahwinan kita yang pertama dan sebagai hadiahnya Ani berikan abang.......Mohammad Fikri dan Farhana.<br /><br />Buat diri Ani, Ani tak perlukan apa apa pun dari Abang cukuplah dengan kasih sayang Abang pada Ani. Ani akan pergi mencari ketenangan dan kedamaian untuk diri Ani. Ani pergi untuk menemuiNya. Ani reda Bang....<br /><br />Harapan Ani, Abang jagalah kedua kembar kita tu dengan baik dan jangan sekali-kali sakiti mereka. Mereka tidak tahu apa-apa. Itulah hadiah paling berharga dari diri Ani dan mereka adalah darah daging Abang. Janganlah siksa mereka. Abang boleh siksa Ani tapi bukan mereka.<br /><br />Sayangilah mereka...<br />Dan yang terakhir sekali, Ani ingin mengatakan bahawa dalam hidup ini, Ani belum pernah mengadakan apa apa hubungan dengan sesiapa pun melainkan Abang sahaja di hati Ani. Jiwa dan raga Ani hanya untuk Abang seorang.<br /><br />Ribuan terima kasih Ani ucapkan kerana Abang sudi mengahwini Ani walaupun Ani cuma menumpang kasih didalam sebuah keluarga yang menjaga Ani dari kecil hinggalah Ani bertemu dengan Abang dan berkahwin.<br /><br />Ani harap Abang tidak akan mensia-siakan kembar kita tu dan Ani tidak mahu mereka mengikut jejak kehidupan Ani yang malang ini dan hanya menumpang kasih dari sebuah keluarga yang bukan dari darah daging sendiri... tapi Ani tetap bersyukur kerana dapat mengecapi kasih sayang sepenuhnya dari keluarga angkat Ani. Ani harap sangat Abang akan sentiasa memberitahu pada kembar kita yang Ani ibunya, akan sentiasa bersama disamping mereka berdua, walaupun Ani tidak berkesempatan membelai mereka dan cuma seketika sahaja dapat mengenyangkan mereka dengan air susu Ani.<br /><br />Berjanjilah pada Ani, Bang! dan ingatlah Fikri dan Farhana adalah darah daging abang sendiri...<br /><br />Ampunkan Ani dan halalkan segala makan minum Ani selama setahun kita hidup bersama.<br /><br />Sekiranya Abang masih tidak sudi untuk menerima kehadiran Fikri dan Farhana dalam hidup Abang, berilah mereka pada emak Ani supaya emak dapat menjaga kembar kita itu. Tentang segala perbelanjaannya, janganlah Abang risau kerana Ani pun sudah masukkan nama emak dalam CPF Ani. Biarlah emak yang menjaga kembar kita itu, sekurang-kurang terubat juga rindu emak sekeluarga pada Ani nanti bila memandang kembar kita. Comel anak kita kan Bang! Mohammad Fikri mengikut raut muka Abang... sejuk kata orang dan Ani yakin mesti Farhana akan mengikut iras raut wajah Ani... Ibunya... sejuk perut Ani mengandungkan mereka.<br /><br />Inilah satu satunya harta peninggalan yang tidak ternilai dari Ani untuk Abang. Semoga Abang masih sudi menyayangi dan mengingati Ani walaupun Ani sudah tiada lagi disisi Abang dan kembar kita.<br /><br />Salam sayang terakhir dari Ani untuk Abang dan semua.<br /><br />Doakanlah Kesejahteraan Ani.<br /><br />Ikhlas dari isterimu yang malang,<br /><br />Rohani<br /><br />Sehabis membaca diari tersebut, Zamri meraung menangis sekuat kuat hatinya. Dia menyesal....... menyesal.......<br /><br />"Sabarlah Zamri, Allah maha berkuasa. Kuatkan semangat kau, kau masih ada Fikri dan Farhana," pujuk Zul, kawan baiknya. Zamri hanya tunduk membisu.<br /><br />"Ya Allah...<br />Ani, maafkan Abang". Tubuh Zamri menjadi longlai dan diari ditangannya terlepas, tiba tiba sekeping gambar dihari pernikahan antara Zamri dan Rohani terjatuh dikakinya lalu segera Zamri mengambilnya.<br /><br />Belakang gambar itu tertulis "SAAT PALING BAHAGIA DALAM HIDUPKU DAN KELUARGA. SEMOGA KEGEMBIRAAN DAN KEBAHAGIAAN INI AKAN SENTIASA MENYELUBUNGIKU HINGGA KEAKHIR HAYATKU.?<br /><br />Zamri terjelepuk dilantai dengan berjuta penyesalan merangkumi seluruh tubuhnya. Dia seolah olah menjadi seperti orang yang hilang akal. Satu demi satu setiap perlakuan buruknya terhadap Rohani seperti terakam dalam kepala otaknya... setiap perbuatannya... seperti wayang jelas terpampang...<br /><br />"Kenapalah sampai begini jadinya... kejamnya aku... Ani, maafkan Abang!! maafkan Abang!! Abang menyesal...."<br /><br />Sewaktu jenazah Rohani tiba dirumah suasananya amat memilukan sekali. Zamri sudah tidak berdaya lagi untuk melihat keluarga isterinya yang begitu sedih sekali diatas pemergian anak mereka. Walau bagaimanapun emak Ani kelihatan begitu tabah dan redha. Kedua-dua kembar Zamri sentiasa berada didalam pangkuan nenek mereka.<br /><br />Untuk kali terakhirnya, Zamri melihat muka Rohani yang kelihatan begitu tenang, bersih dan Zamri terus mengucup dahi Rohani.<br /><br />"Rohani, Abang minta ampun dan maaf," bisik Zamri perlahan pada telinga Rohani sambil menangis dengan berjuta penyesalan menimpa nimpa dirinya. Apabila Zamri meletakkan kembar disisi ibunya mereka diam dari tangisan dan tangan dari bedungan terkeluar seolah-olah mengusapi pipi ibu mereka buat kali terakhir dan terlihat oleh Zamri ada titisan airmata bergenang di tepi mata Rohani. Airmata itu meleleh perlahan-lahan bila kembar itu diangkat oleh Zamri.<br /><br />Kembarnya menangis semula setelah diangkat oleh Zamri dan diberikan kepada neneknya. Jenazah Rohani dibawa ke pusara. Ramai saudara mara Rohani dan Zamri mengiringi jenazah, termasuklah kedua kembar mereka. Mungkin kedua kembar itu tidak tahu apa-apa tetapi biarlah mereka mengiringi pemergian Ani, ibu yang melahirkan mereka. Amat sedih sekali ketika itu. Zamri tidak mampu berkata apa-apa melainkan menangisi pemergian Rohani, yang selama ini hidup merana atas perbuatannya.<br /><br />Dan akhirnya jenazah Rohani pun selamat dikebumikan.<br />Satu persatu saudara mara meninggalkan kawasan pusara, tinggallah Zamri keseorangan di pusara Rohani yang masih merah tanahnya... meratapi pilu pemergian isterinya itu, berderai airmata Zamri dengan berjuta juta penyesalan ...<br /><br />Sambil menadah tangannya, Zamri memohon pengampunan dari yang Maha Esa...<br /><br /><br />"Ya Allah... Kuatkan semangat hambamu ini. Hanya Kau sahaja yang mengetahui segala dosaku pada Rohani.... ampunkan aku Ya Allah...."<br /><br />Dalam tangisan penyesalan itu, akhirnya Zamri terlelap disisi pusara Rohani. Sempat juga dia bermimpi, Rohani datang menghampirinya, mencium tangan, mengucup dahi dan memeluk tubuhnya dengan lembut mulus.<br /><br />Zamri melihat Rohani tenang dan jelas kegembiraan terpancar dimuka Rohani yang putih bersih itu. "Ani..., Ani..., Ani..., nak ke mana Aniiiiiii?". Zamri terjaga dari lenanya. Terngiang-ngiang suara kembarnya menangis. Emak dan keluarga mertuanya itu datang mendekati Zamri. Mereka semua menyabarkannya.<br /><br />Semoga Allah mencucuri rahmat keatas Rohani......-shah-http://www.blogger.com/profile/16403259844867395519noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2968343277758605457.post-42898679622633460502010-02-01T11:30:00.002+08:002010-02-01T11:38:39.266+08:00IBU MITHALIPENERIMA ketiga berjalan perlahan-lahan turun dari pentas. Di lehernya, telah terkalung pingat "Ibu Mithali". Tangan kanannya menggenggam erat satu sampul dan segulung sijil. Tangan kirinya pula memegang beberapa hadiah iringan. Anaknya setia melangkah di sisi.<br /><br />"Sekarang ....," suara pengacara majlis bergema kembali, "Tibalah kita kepada penerima anugerah "Ibu Mithali" yang terakhir. Penerima ini agak lain daripada yang lain dan sungguh istimewa. Untuk itu, dipersilakan Puan Afifah Rashid naik ke pentas bersama- sama Cik Nurul Humairah, untuk tampil memperkenalkan ibunya. Dipersilakan. "<br />Mataku tercari-cari pasangan ibu dan anak yang bakal mengambil tempat itu.. Di barisan penonton paling hadapan, aku dapati seorang anak gadis berkulit hitam manis dan bertubuh tinggi lampai, sedang berusaha memujuk seorang wanita dalam lingkungan usia 60-an untuk bangun.<br /><br />Aneh, kenapa ibu yang seorang ini nampaknya begitu keberatan untuk naik ke pentas? Kenapa dia tidak seperti tiga orang penerima sebelumnya, yang kelihatan begitu bangga menapak naik ke pentas, sebaik sahaja mereka dijemput? Hampir lima minit kemudian, barulah tampak si anak gadis yang memakai sepasang kebarung bertanah ungu dan berbunga merah jambu serta bertudung ungu kosong, bersusah payah memimpin ibunya naik ke pentas.<br /><br />Ibu itu pun menduduki kerusi yang telah diduduki oleh tiga orang penerima sebelumnya. Anak gadis itu kemudiannya beredar ke pembesar suara. Dia beralih pandang kepada ibunya yang hanya tunduk memerhati lantai pentas.<br />'Pelik sungguh ibu yang seorang ini. Lagaknya bukan lagak orang yang akan menerima anugerah. Dia tak ubah seperti seorang pesalah yang sedang menanti hukuman. Duduknya serba tak kena. Sekejap beralih ke kanan, sekejap berpusing ke kiri. Tangannya menggentel-gentel baju kurung biru muda yang dipakainya.'<br /><br />Dehem si anak dalam pembesar suara membuat aku sedikit tersentak.<br /><br />Tumpuanku yang sekian lama terhala ke pentas, aku alihkan pada buku notaku.. Aku menconteng-conteng helaian yang masih putih bersih itu untuk memastikan penku dalam keadaan yang baik. Kemudian, aku memeriksa kameraku. Filemnya masih ada. Baterinya masih dapat bertahan.Sempat juga aku mengerling rakan-rakan wart awan dari syarikat akhbar dan majalah lain yang duduk di kiri kananku. Nampaknya, pen sudah berada dalam tangan masing-masing. Mata mereka sudah terarah kepada ibu di atas pentas dan anak yang sudah pun memulakan bicaranya dengan bismillah dan, memberi salam.<br />Aku tersenyum dan mengangguk kepada rakan- rakan wartawan yang duduk semeja denganku. Tetapi, senyuman dan anggukanku sudah tidak sempat mereka balas. Aku lantas mengemaskan dudukku mencari posisi yang paling selesa.<br /><br />"Pertama sekali, saya ingin memanjatkan rasa syukur ke hadrat Allah, kerana dengan izin-Nyalah saya dan, mak berada dalam majlis yang gilang-gemilang ini. Seterusnya, saya ingin merakamkan penghargaan saya kepada pihak penganjur yang telah mempertimbangkan mak saya sebagai, salah seorang penerima anugerah "Ibu Misali" tahun ini."<br /><br />Suasana menjadi sunyi. Hadirin memberi tumpuan sepenuhnya kepada percakapan gadis itu.<br />"Sebetulnya, ketika saya kecil, saya memang membenci mak. Darjah kebencian itu meningkat setelah saya mendapat tahu Puan Afifah hanyalah mak angkat saya. Pada masa yang sama, saya merasakan sayalah anak yang paling malang , disisihkan oleh ibu sendiri, dan diperhambakan pula oleh mak angkat untuk membantu menjaga anak-anak kandungnya"<br /><br />"Membantu menjaga anak- anak kandungnya? Mungkin, persoalan itu sedang pergi balik dalam benak tuan-tuan dan puan-puan sekarang. Persoalan itu pasti akan terjawab sebentar lagi, apakala saya mempertontonkan rakaman video yang memaparkan kehidupan anakanak kandung mak. Sebelum itu, saya harus menegaskan bahawa anak-anak yang bakal hadirin lihat nanti bukan terdiri daripada doktor, peguam, jurutera, pensyarah, ahli perniagaan, pemimpin masyarakat, dan guru, seperti mana anak ketiga-tiga "Ibu Mithali" yang baru menerima anugerah sebentar tadi."<br />Suara hadirin yang kehairanan mula kedengaran.<br />"Inilah dia abang-abang dan kakak- kakak saya!" suara hadirin semakin kedengaran. Mereka tidak dapat membendung rasa kekaguman.<br /><br />"Yang mengeluarkan berbagai-bagai bunyi itu, Aba ng Long. Yang sedang merangkak ke sana ke mari itu, ialah Kak Ngah. Yang sedang mengesot ke ruang tamu itu, ialah Abang Alang. Yang sedang berjalan sambil berpaut pada dinding itu, ialah Kak Anjang. Yang sedang berjalan jatuh dari dapur ke dalam bilik itu, ialah Abang Andak."<br />"Seperti yang tuan-tuan dan puan-puan saksikan, tahap kecacatan fizikal dan mental abangabang dan, kakak-kakak saya tidak sama. Daripada yang tidak boleh bercakap dan bergerak langsung, seperti bayi yang baru lahir hinggalah kepada yang boleh berjalan jatuh dan, bercakap pelat-pelat, seperti budak berumur satu atau, dua tahun."<br />Hadirin yang sebentar tadi bingit suaranya kini terdiam kembali. Mereka menonton video yang sedang ditayangkan itu dengan khusyuknya.<br /><br />"Untuk pengetahuan semua, abang-abang dan kakak-kakak saya, telah menjangkau usia 20-an dan, 30-an. Namun, meskipun telah dilatih dengan sungguh-sungguh, mereka masih belum pandai mengurus makan minum dan berak kencing mereka sendiri. Lihatlah betapa sukarnya mak hendak melayan makan dan, pakai mereka."<br /><br />"Sewaktu saya berusia enam atau, tujuh tahun, saya sering mencemburui abang-abang, dan kakak-kakak kerana mereka, mendapat perhatian istimewa daripada mak. Saya iri hati melihat mak memandikan mereka. Saya sakit hati melihat mak menyuap mereka. Sedang saya disuruh buat semua itu sendiri."<br /><br />"Mirah dah besar, kan ? Mirah dah boleh uruskan diri Mirah sendiri, kan ?" Lembut nada suara mak tiap kali dia memujuk saya. Namun, kelembutan itu telah menyema rakkan api radang saya<br /><br />"Tapi, mak tak adil!" Saya kerap membentak. "Mak buat segalagalanya untuk kakak- kakak dan abang- abang. Kalau untuk Mirah, mak selalu berkira!"<br />"Mirah, abang-abang dan kakak-kakak Mirah tidak secerdas Mirah. Mereka cacat!" Berkali-kali mak menegaskan kepada saya. "Sebab itulah mak terpaksa membantu mereka."<br /><br />"Mereka cacat apa, mak?" Saya membeliakkan mata kepada mak. "Semua anggota mereka cukup. Kaki dan tangan mereka tidak kudung. Mata mereka tidak buta. Yang betulnya, mereka malas, mak!"<br />"Mirah ... Mirah belum faham, sayang." Suara mak akan menjadi sayu tiap kali dia mempertahankan kakak-kakak dan abang-abang saya. Tetapi, kesayuan itu tidak pernah mengundang rasa simpati saya.<br /><br />"Apabila difikirkan kembali, saya merasakan tindakan saya itu terlalu bodoh. Abang-abang dan kakak-kakak tak pernah kacau saya. Mak pun cuma sekali-sekala saja meminta bantuan saya menyuapkan mereka makan atau menukar kain lampin mereka. Itu pun saya tidak pernah ikhlas menolong.<br /><br />Saya akan merungut tidak henti-henti sepanjang masa saya melakukan itu. Jika makanan yang saya suap tumpah atau jika abang-abang dan kakak-kakak terkencing atas tangan saya, ketika saya sedang menyalin kain lampin mereka, tangan saya ringan saja mencubit atau menampar mereka. Saya tahu mereka tidak pandai menga du perbuatan jahat saya kepada mak. Ketika itu, memang saya langsung tidak punya rasa hormat kepada abang-abang dan kakak-kakak. Kepada saya, kehadiran mereka menyusahkan hidup saya."<br /><br />"Hantarlah abang-abang dan kakak-kakak ke rumah kebajikan, mak." Saya pernah mengusulkan kepada mak, ketika saya berusia sepuluh tahun..<br />"Lepas itu, mak dan ayah boleh hidup senang-lenang macam mak dan ayah orang lain. Mirah pun takkan rasa terganggu lagi."<br />"Mereka anak-anak mak, Mirah. Jadi, maklah yang patut jaga mereka, bukan petugas-petugas di rumah kebajikan." Begitu reaksi mak setiap kali saya mencadangkan hal itu.<br /><br />"Saya langsung tidak menghormati, apatah lagi mengagumi pendirian mak.<br />Mak memang sengaja menempah masalah. Mak tidak menghargai jalan keluar yang telah sedia terentang di hadapannya."<br /><br />"Rasa geram dan marah saya sampai ke puncaknya, semasa saya berusia dua belas tahun. Pada hari itu, mak demam teruk hingga tidak dapat bangun. Ayah terpaksa ambil cuti untuk membawa mak ke klinik. Lalu, saya ditinggalkan untuk menjaga abang-abang dan kakak-kakak di rumah.<br /><br />Sebelum meninggalkan rumah, biarpun dalam keadaan yang lemah, berkali-kali mak sempat berpesan kepada saya, agar jangan lupa memberi abang-abang dan kakak-kakak makan, dan menukar kain lampin mereka."<br /><br />Suasana dewan terus sunyi. Hadirin masih khusyuk mendengar cerita gadis itu.<br />"Itulah kali pertama saya ditinggalkan bersama-sama abang-abang dan kakak-kakak, selama lebih kurang lima jam. Jangka masa itu cukup menyeksakan. Kebetulan pada hari itu, abang-abang dan kakak-kakak benar-benar mencabar kesabaran saya. Entah mengapa Abang Long enggan makan. Jenuh saya mendesaknya. Abang Alang dan Kak Ngah pula asyik mencirit saja.. Letih saya menukar kain lampin mereka. Abang Andak pula, asyik main air ketika saya memandikannya. Basah lencun baju saya dibuatnya. Kak Anjang pula, asyik sepahkan nasi dan tumpahkan air.<br />Penat saya membersihkannya. "<br /><br />"Apabila mak dan ayah pulang, saya sudah seperti kain buruk, tubuh saya lunyai. Saya sudah tidak berupaya melihat muka mak dan ayah. Saya terus melarikan diri ke rumah ibu kandung saya, yang terletak di sebelah rumah mak. Begitulah lazimnya. Apabila fikiran saya terlalu kacau, saya akan ke rumah ibu untuk mencari ketenangan.."<br />"Ibu!" Saya menerpa masuk lalu memeluk ibu. "Kenapa ibu bagi Mirah kepada mak? Kalau ya pun ibu tidak suka Mirah, bagilah Mirah pada orang lain yang lebih menyayangi Mirah, bukan mak."<br /><br />"Mirah!" Ibu merangkul saya. " Kan dah berkali-kali ibu tegaskan yang ibu bagi Mirah kepada mak bukan kerana ibu tak sayang Mirah."<br />"Lazimnya ibu akan membuka kembali lipatan sejarah hidupnya apabila situasi itu berlaku. Ibu ialah kakak mak. Ibu sakit teruk setelah melahirkan saya. Selama berbulan-bulan ibu terlantar di hospital, mak yang telah menjaga saya. Setelah ibu sembuh, ibu dapat lihat sendiri betapa gembiranya mak dapat menjaga seorang anak normal.<br /><br />Justeru, ibu tidak sampai hati hendak memisahkan kami."<br />"Ibu telah berasa betapa nikmatnya menjaga tujuh orang anak yang pintar dan cerdas. Jadi, biarlah nikmat itu turut dirasakan oleh mak pula dengan menjaga Mirah. Lagipun, dengan menyerahkan Mirah kepada mak, ibu masih dapat melihat Mirah membesar di hadapan mata ibu, walaupun Mirah tinggal bersama-sama mak. Dari pemerhatian ibu, ibu rasa, mak lebih menyayangi Mirah berbanding dengan anak anaknya yang lain."<br />"Sayang apa? Ibu tahu tak yang rumah tu macam neraka bagi Mirah? Ibu tahu tak yang Mirah ni tak ubah seperti hamba di rumah tu?"<br /><br />"Jangan besar-besarkan perkara yang kecil, Mirah. Ibu tahu sekali-sekala saja mak membebankan Mirah dengan kerja-kerja rumah dan tugas menjaga abang-abang dan kakak-kakak Mirah.. Itu pun Mirah buat tidak sesungguh hati. Nasi mentahlah, lauk hanguslah, abang-abang, dan kakak-kakak kena lempanglah."<br />"Mak adu semua kepada ibu, Ya?" Saya masih mahu berkeras meskipun saya tahu saya bersalah.<br /><br />"Mak jarang-jarang mengadu keburukan Mirah k epada ibu. Ibu sendiri yang kerap mengintai Mirah dan melihat bagaimana Mirah melaksanakan suruhan mak."<br />"Saya tunduk. Saya sudah tidak sanggup menentang mata ibu."<br />"Ibu malu, Mirah. Ibu mengharapkan kehadiran Mirah di rumah mak kau itu dapat meringankan penderitaan mak.<br />Tetapi, ternyata kehadiran Mirah di rumah itu menambahkan beban mak."<br />"Saya benar-benar rasa terpukul oleh kata-kata ibu."<br />"Ibu rasa, apa yang telah mak beri kepada Mirah, jauh lebih baik daripada apa yang diberi kepada anak-anaknya send iri. Mirah dapat ke sekolah. Kakak-kakak dan abang-abang Mirah hanya duduk di rumah. Mirah dapat banyak pakaian cantik. Sedang anak-anak mak yang lain pakaiannya itu-itulah juga. Setiap kali Mirah berjaya dalam peperiksaan, mak sungguh gembira. Dia akan meminta ibu tolong menjaga abang-abang dan kakak-kakak kerana dia nak lihat Mirah terima hadiah."<br /><br />"Saya tidak sanggup mendengar kata-kata ibu selanjutnya, bukan kerana saya tidak mengakui kesalahan saya, tetapi kerana saya benar-benar malu."<br />"Saya meninggalkan rumah ibu bukan kerana berasa tersisih daripada ibu kandung sendiri, atau berasa kecewa sebab tidak mendapat pembelaan yang diharap- harapkan. Saya meninggalkan rumah ibu dengan kesedaran baru." "Sesampainya saya ke rumah tempat saya berteduh selama ini,saya dapati mak yang belum s embuh betul sedang melayan kerenah abang-abang dan kakak-kakak dengan penuh sabar. Saya terus menghilangkan diri ke dalam bilik kerana saya dihantui oleh rasa bersalah. Di dalam bilik, saya terus resah-gelisah. "<br />"Mirah," panggilan lembut mak seiring dengan bunyi ketukan di pintu bilik saya. "Mirah."<br /><br />"Saya cepat-cepat naik ke atas katil dan memejam mata, pura-pura tidur."<br />"Sejurus kemudian, terdengar bunyi pintu bilik saya dibuka. "Mirah dah tidur rupa-rupanya! Kesian.. Tentu Mirah letih menjaga abang-abang dan kakak- kakak semasa mak, ke klinik siang tadi. Maafkan mak, sayang. Mak tahu Mirah masih terlalu muda untuk memikul beban seberat itu. Tapi, keadaan benar- benar terdesak pagi tadi, Mir ah. Mak janji, lain kali mak tak akan kacau Mirah lagi. Mak akan meminta ibu atau orang lain menjaga abang- abang dan kakak-kakak kalau mak terpaksa tinggalkan rumah"<br />Sepanjang mak berkata-kata itu, tangan mak terus mengusap-usap dahi saya. Suara mak tersekat-sekat. Saya terlalu ingin membuka mata dan menatap wajah mak ketika itu.<br />"Mirah, mak tahu Mirah tak bahagia tinggal bersama-sama mak."<br />Suatu titisan air mata gugur di atas dahi saya. Kemudian, setitik lagi gugur di atas pipi saya. Selepas itu, titisan-titisan itu kian rancak gugur menimpa serata muka dan leher saya.<br /><br />"Walau apa pun tanggapan Mi rah kepada mak, bagi mak, Mirah adalah segala-galanya. Mirah telah menceriakan suasana dalam rumah ini. Mirah telah menyebabkan mak berasakan hidup ini kembali berharga. Mirah telah. .."<br />"Mak!" Saya lantas bangun lalu memeluk mak. Kemudian, tiada kata-kata yang lahir antara kami. Yang kedengaran hanyalah bunyi sedu-sedan dan esak tangis.<br /><br />Peristiwa pada hari itu dan, pada malamnya telah mengubah pandangan saya terhadap mak, abang-abang dan kakak-kakak. Saya mula merenung dan menilai keringat mak. Saya mula dapat menerima keadaan kakak- kakak dan abang- abang serta belajar menghormati dan, menyayangi mereka. Keadaan dewan menjadi begitu sunyi seperti tidak berpenghuni sejak gadis itu berbicara.<br /><br />Setelah meraih kejayaan cemerlang dalam peperiksaan penilaian darjah lima , saya telah ditawarkan untuk melanjutkan pelajaran ke peringkat menengah, di sebuah sekolah berasrama penuh. Saya telah menolak tawaran tersebut.<br />"Kenapa Mirah tolak tawaran itu?"<br />"Bukankah di sekolah berasrama penuh itu Mirah boleh belajar dengan sempurna?"<br />"Betul tu, Mirah. Di sana nanti Mirah tak akan berdepan dengan gangguan daripada abang-abang dan kakak-kakak! "<br /><br />"Mirah tak menyesal ke, kemudian hari nanti?"<br />Bertubi-tubi mak dan ayah menyoal. Mata mereka tidak berkelip-kelip memandang saya.<br />"Mak, ayah." Saya menatap wajah kedua-dua insan itu silih berganti.<br />"Mirah ingin terus tinggal di rumah ini. Mirah ingin terus berdamping dengan mak, ayah, abang-abang dan kakak-kakak. "<br /><br />"Tapi, boleh ke Mirah buat ulang kaji di rumah? Pelajaran di sekolah menengah itu, bukannya senang." Mak masih meragui keupayaan saya.<br />"Insya-Allah, mak. Mi rah rasa, Mirah dapat mengekalkan prestasi Mirah semasa di sekolah menengah nanti," balas saya penuh yakin.<br />Mak dan ayah kehabisan kata-kata. Mulut mereka terlopong. Mata mereka terus memanah muka saya. Garis-garis kesangsian masih terpamer pada wajah mereka. Sikap mak dan ayah itu telah menguatkan azam saya untuk terus menjadi pelajar cemerlang, di samping menjadi anak dan adik yang baik.<br /><br />Selama di sekolah menengah, mak sedapat mungkin cuba membebaskan saya daripada kerjakerja memasak dan mengemas rumah, serta tugas menjaga makan pakai abang-abang dan kakak-kakak kerana takut pelajaran saya terganggu. Sebaliknya saya lebih kerap menawarkan diri untuk membantu, lantaran didorong oleh rasa tanggungjawab dan timbang rasa.<br /><br />Gadis yang bernama Nurul Humairah itu terus bercerita dengan penuh semangat, apabila melihatkan hadirin di dalam dewan itu mendengar ceritanya dengan penuh minat.<br />"Saya terpaksa juga meninggalkan rumah sewaktu saya melanjutkan pelajaran di Universiti Kebangsaan Malaysia . Di sana saya membuat pengkhususan dalam bidang pendidikan khas. Bidang ini sengaja saya pilih kerana saya ingin menabur bakti kepada segelintir pelajar yang kurang bernasib baik. Di samping itu, pengetahuan yang telah saya peroleh itu, dapat saya manfaatkan bersama untuk abang-abang dan kakak-kakak. . "<br /><br />"Kini, telah setahun lebih saya mengharung suka duka, sebagai seorang guru pendidikan khas di kampung saya sendiri. Saya harus akui,segulung ijazah yang telah saya miliki tidak seberapa nilai nya, berbanding dengan mutiara-mutiara pengalaman yang telah mak kutip sepanjang hayatnya."<br />"Sekarang, saya lebih ikhlas dan lebih bersedia untuk menjaga abang-abang dan kakak-kakak. . Pun begitu, hati ini sering tersentuh apabila beberapa kali saya terdengar perbualan mak dan Ayah."<br /><br />"Apa akan jadi kepada kelima-lima orang anak kita itu lepas kita tak ada, bang?" suara mak diamuk pilu.<br />Ayah akan mengeluh, kemudian berkata, "Entahlah. Takkan kita nak harapkan Mirah pula?"<br /><br />"Mirah bukan anak kandung kita." Mak meningkah. "Kita tak boleh salahkan dia kalau dia abaikan abang-abang dan kakak-kakaknya. "<br />"Mirah nak tegaskan di sini, mak, yang Mirah akan membela nasib abang-abang dan, kakak-kakak lepas mak dan ayah tak ada. Ya, memang mereka bukan saudara kandung Mirah.. Tapi, tangan yang telah membelai tubuh Mirah dan tubuh mereka adalah tangan yang sama. Tangan yang telah menyuapkan Mirah dan mereka, juga tangan yang sama. Tangan yang memandikan Mirah dan mereka, adalah tangan yang sama, tangan mak."<br /><br />Kelihatan gadis yang berkebarung ungu, berbunga merah jambu itu, tunduk sambil mengesat air matanya dengan sapu tangannya. Kebanyakan hadirin, khususnya wanita turut mengesat air mata mereka.<br /><br />Gadis itu menyambung bicaranya. Tiga bulan lalu, saya terbaca mengenai pencalonan anugerah "Ibu Misali" dalam akhbar. Saya terus mencalonkan mak, di luar pengetahuannya. Saya pasti, kalau mak tahu, dia tidak akan merelakannya. Saya sendiri tidak yakin yang mak akan terpilih untuk menerima anugerah ini, sebab anak- anak mak bukan terdiri daripada orang-orang yang disanjung masyarakat, seperti lazimnya anak- anak "Ibu Misali" yang lain.<br /><br />"Lorong dan denai kehidupan yang orang-orang seperti mak lalui mempunyai banyak duri dan, ranjau berbanding dengan ibu-ibu lain. Betapa keimanan mak tidak tergugat biarpun berdepan dengan dugaan yang sebegini hebat. Tiada rasa kesal. Tiada rasa putus asa. Tidak ada salah-menyalahkan antara mak dan ayah."<br /><br />"Maafkan Mirah sekali lagi, mak. Hingga ke saat- saat terakhir tadi, mak masih tidak menyenangi tindakan Mirah mencalonkan mak, untuk menerima anugerah ini. Mak merasakan diri mak terlalu kerdil lebih-lebih lagi setelah mak mendengar pengisahan "Ibu Misali" pertama, kedua dan ketiga. Berkali-kali mak tegaskan yang mak menjaga anak-anak mak bukan kerana mahukan anugerah ini, tapi kerana anak-anak adalah amanah Tuhan."<br /><br />"Saya ingin jelaskan di sini bahawa saya mencalonkan mak untuk anugerah ini, bukan dengan tujuan merayu simpati. Saya cuma berharap kegigihan dan ketabahan mak akan dapat direnung oleh ibu-ibu lain, terutama ibu-ibu muda yang senang-senang mendera dan mencampakkan anak mereka yang cornel, segar-bugar serta sempurna fizikal dan, mental."<br /><br />"Sebagai pengakhir bicara, sekali lagi saya ingin merakam penghargaan saya kepada pihak penganjur, kerana telah mempertimbangkan mak saya sebagai salah seorang penerima anugerah "Ibu Misali" tahun ini.. Semoga pemilihan mak ini akan memberi semangat baru kepada ibu-ibu lain yang senasib dengan mak."<br />"Sekian, wassalamualaikum warahmatullah. " Gadis itu beredar meninggalkan pembesar suara.<br /><br />Penku telah lama terbaring. Buku notaku telah lunyai dek air mataku sendiri. Bahuku dienjut-enjut oleh sedu- sedanku. Pandanganku menjadi kabur. Dalam pandangan yang kabur-kabur itu, mataku silau oleh pancaran cahaya kamera rakan semejaku. Aku segera mengangkat kameraku dan menangkap gambar secara rambang tanpa mengetahui sudut mana atau, apa sebenarnya yang telah menarik perhatian wartawan-wartanan lain.<br /><br />'Bertenang. Kau di sini sebagai pemberita. Kau seharusnya berusaha mendapat skop yang baik, bukan dihanyutkan oleh perasaan kau sendiri.'<br />Terdengar pesanan satu suara dari dalam diriku.<br /><br />Lantas, aku mengesat air mataku. Aku menyelak buku notaku mencari helaian yang masih belum disentuh oleh air mataku. Aku capai penku semula.<br /><br />"Demikianlah kisah pelayaran seorang ibu di samudera kehidupan yang tidak sunyi dari ombak dan badai. Sekarang, dijemput Yang Berbahagia Puan Sri Salwa Najwa dengan diiringi oleh Pengerusi Jawatankuasa Pemilihan "Ibu Mithali" untuk menyampaikan anugerah "Ibu Mithali" serta beberapa hadiah iringan kepada Puan Afifah Rashid. Yang Berbahagia Puan Sri dipersilakan. "<br /><br />Nurul Humairah membantu maknya bangun. Kemudian, dia memimpin maknya melangkah ke arah Yang Berbahagia Puan Sri Salwa Najwa. Lutut maknya menggeletar. Namun begitu kerana dia tidak berdaya menahan perasaannya dia terduduk kembali di atas kerusi.<br /><br />Melihatkan itu, Yang Berbahagia Puan Sri Salwa Najwa sendiri datang mendapatkan Puan Afifah, lalu mengalungkan pingat itu. Setelah itu, beliau menyampaikan beberapa hadiah iringan. Air mata Puan Afifah berladung.<br />Tepukan gemuruh bergema dari segenap penjuru dewan.. Sejurus kemudian, seorang demi seorang penerima anugerah "Ibu Mithali" sebelumnya, naik ke pentas bersalaman dan berpelukan dengan Puan Afifah. Bertambah lebatlah hujan air mata penerima anugerah "Ibu Mithali" yang terakhir itu.<br /><br />Renung-renungkan dan Selamat beramal...-shah-http://www.blogger.com/profile/16403259844867395519noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2968343277758605457.post-50765190466743643422010-02-01T10:57:00.004+08:002010-02-01T11:02:26.365+08:001 Febuari 2010Assalamualaikum semua...sedar tak sedar kita sudah melangkah ke bulan kedua bagi tahun 2010. Rasanya baru je semalam menyambut tahun baru...erm...ketahuilah masa begitu cepat berlalu...oleh itu...hargailah masa :)-shah-http://www.blogger.com/profile/16403259844867395519noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2968343277758605457.post-67407624576852172852010-02-01T09:37:00.002+08:002010-02-01T09:44:07.422+08:00Anak dan keretaSepasang suami isteri - seperti pasangan lain di kota-kota besar - meninggalkan anak-anak diasuh pembantu rumah semasa keluar bekerja. Anak tunggal pasangan ini, perempuan berusia tiga setengah tahun.<br /><br />Bersendirian di rumah dia kerap dibiarkan pembantunya yang sibuk bekerja bermain diluar, tetapi pintu pagar tetap dikunci. Bermainlah dia sama ada berbuai-buai di atas buaian yang dibeli bapanya, ataupun memetik bunga raya, bunga kertas dan lain-lain di laman rumahnya.<br /><br />Suatu hari dia terjumpa sebatang paku karat. Dia pun melakar simen tempat letak kereta ayahnya tetapi kerana diperbuat daripada marmar,lakaran tidak kelihatan. Dicubanya pada kereta baru ayahnya. Ya...kerana kereta itu bewarna gelap, lakarannya jelas.Apa lagi kanak-kanak ini pun melakarlah melahirkan kreativitinya. Hari itu bapa dan ibunya bermotosikal ke tempat kerja kerana laluannya sesak sempena perayaan Thaipusam.<br /><br />Penuh sebelah kanan dia beredar ke sebelah kiri kereta. Dilakarnya gambar ibu dan ayahnya, gambarnya sendiri, lukisan ayam, kucing dan sebagainya mengikut imaginasinya. Kejadian itu langsung tak disedari si pembantu rumah.<br /><br />Pulang petang itu, terkejut badaklah pasangan itu melihat kereta yang baru setahun dibeli dengan bayaran ansuran, berbatik-batik. Sibapa yang belum pun masuk ke rumah terus menjerit, "Siapa punya kerja ni?" Pembantu rumah yang tersentak dengan jeritan itu berlari keluar. Dia juga beristighfar.<br /><br />Mukanya merah padam ketakutan tambah-tambah melihat wajah bengis tuannya. Sekali lagi diajukan pertanyaan keras kepadanya, dia terus mengatakan<br /><br />"Tak tahu... !" "Duduk di rumah sepanjang hari tak tahu, apa kau buat?" herdik si isteri lagi. Si anak yang mendengar suara ayahnya, tiba-tiba berlari keluar dari bilik.<br /><br />Dengan penuh manja dia berkata "Ita buat ayahhh.. cantik kan !" katanya menerkam ayahnya ingin bermanja seperti selalu. Si ayah yang hilang sabar merentap ranting kecil pokok bunga raya di depannya, terus dipukul bertalu-talu tapak tangan anaknya. Si anak yang tak mengerti apa-apa terlolong-lolong kesakitan sekaligus ketakutan. Puas memukul tapak tangan, si ayah memukul pula belakang tangan anaknya. Si ibu cuma<br />mendiamkan diri, mungkin setuju dan berasa puas dengan hukuman yang dikenakan.<br /><br />Pembantu rumah melopong, tak tahu nak buat apa-apa. Si bapa cukup rakus memukul-mukul tangan kanan dan kemudian tangan kiri anaknya.<br /><br />Selepas si bapa masuk ke rumah dituruti si ibu, pembantu rumah menggendong anak kecil itu, membawanya ke bilik. Dilihatnya tapak tangan dan belakang tangan si anak kecil calar balar.<br /><br />Pembantu rumah memandikan anak kecil itu. Sambil menyiram air sambil dia menangis. Anak kecil itu pula terjerit-jerit menahan kepedihan sebaik calar-balar itu terkena air. Si pembantu rumah kemudian menidurkan anak kecil itu. Si bapa sengaja membiarkan anak itu tidur bersama pembantu rumah.<br /><br />Keesokkan harinya, kedua-dua belah tangan si anak bengkak.. Pembantu rumah mengadu. "Sapukan minyak gamat tu!" balas tuannya, bapa si anak.<br /><br />Pulang dari kerja, dia tidak melayan anak kecil itu yang menghabiskan masa di bilik pembantu. Si bapa konon mahu mengajar anaknya. Tiga hari berlalu, si ayah langsung tidak menjenguk anaknya sementara si ibu juga begitu tetapi setiap hari bertanya kepada pembantu rumah.<br /><br />"Ita demam... " jawap pembantunya ringkas. "Bagi minum panadol tu," balas si ibu.<br />Sebelum si ibu masuk bilik tidur dia menjenguk bilik pembantunya. Apabila dilihat anaknya Ita dalam pelukan pembantu rumah, dia menutup semula pintu.<br /><br />Masuk hari keempat, pembantu rumah memberitahu tuannya bahawa suhu badan Ita terlalu panas. "Petang nanti kita bawa ke klinik. Pukul 5.00 siap" kata majikannya itu.<br /><br />Sampai waktunya si anak yang longlai dibawa ke klinik. Doktor mengarahnya ia dirujuk ke hospital kerana keadaannya serius.Setelah seminggu di wad pediatrik doktor memanggil bapa dan ibu kanak-kanak itu.<br /><br />"Tiada pilihan.." katanya yang mencadangkan agar kedua-dua tangan kanak-kanak itu dipotong kerana gangren yang terjadi sudah terlalu teruk.<br /><br />"Ia sudah bernanah, demi nyawanya tangan perlu dipotong dari siku ke bawah" kata doktor. Si bapa dan ibu bagaikan terkena halilintar mendengar kata-kata itu.<br /><br />Terasa diri tunggang terbalik, tapi apalah dapat dikatakan. Si ibu meraung merangkul si anak. Dengan berat hati dan lelehan air mata isterinya, si bapa terketar-ketar menandatangani surat kebenaran pembedahan.<br /><br />Keluar dari bilik pembedahan, selepas ubat bius yang dikenakan<br />habis, si anak menangis kesakitan. Dia juga terpinga-pinga melihat<br />kedua-dua tangannya berbalut putih. Direnung muka ayah dan ibunya. Kemudian kewajah pembantu rumah. Dia mengerutkan dahi melihat mereka semua menangis..<br /><br />Dalam seksaan menahan sakit, si anak yang keletah bersuara dalam linangan air mata..<br /><br />"Abah.. Mama... Ita tak buat lagi. Ita tak mau ayah pukul. Ita tak mau jahat. Ita sayang abah.. sayang mama." katanya berulang kali membuatkan si ibu gagal menahan rasa.<br /><br />"Ita juga sayang Kak Narti.." katanya memandang wajah pembantu rumah, sekaligus membuatkan gadis dari Surabaya itu meraung seperti histeria.<br /><br />"Abah.. bagilah balik tangan Ita. Buat apa ambil.. Ita janji tak buat lagi! Ita nak makan macam mana? Nak main macam mana? Ita janji tak conteng kereta lagi," katanya bertalu-talu. Bagaikan gugur jantung si ibu mendengar kata-kata anaknya.<br /><br />Meraung dia sekuat hati namun takdir yang sudah terjadi, tiada manusia dapat menahannya.-shah-http://www.blogger.com/profile/16403259844867395519noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2968343277758605457.post-34023830658025376612010-02-01T09:36:00.003+08:002010-02-01T09:36:58.436+08:00JUBAH UNTUK IBU“Apa nak jadi dengan kau ni Along? Bergaduh! Bergaduh! Bergaduh! Kenapa kau<br />degil sangat ni? Tak boleh ke kau buat sesuatu yang baik, yang tak<br />menyusahkan aku?”, marah ibu. Along hanya membungkam. Tidak menjawab<br />sepatah apapun. “Kau tu dah besar Along. Masuk kali ni dah dua kali kau<br />ulang ambil SPM, tapi kau asyik buat hal di sekolah. Cuba la kau ikut macam<br />Angah dengan Alang tu. Kenapa kau susah sangat nak dengar nasihat orang<br />hah?”, leter ibu lagi.<br /><br />Suaranya kali ini sedikit sebak bercampur marah. Along terus membatukan<br />diri. Tiada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya. Seketika dia<br />melihat si ibu berlalu pergi dan kembali semula dengan rotan di tangannya.<br />Kali ini darah Along mula menderau. Dia berdoa dalam hati agar ibu tidak<br />memukulnya lagi seperti selalu. “Sekarang kau cakap, kenapa kau bergaduh<br />tadi? Kenapa kau pukul anak pengetua tu? Cakap Along, cakap!” Jerkah ibu.<br />Along semakin berdebar-debar namun dia tidak dapat berkata-kata. Suaranya<br />bagai tersekat di kerongkong. Malah, dia juga tidak tahu bagaimana hendak<br />menceritakan hal sebenar. Si ibu semakin bengang. “ Jadi betul la kau yang<br />mulakan pergaduhan ye!? Nanti kau, suka sangat cari penyakitkan, sekarang<br />nah, rasakan!” Si ibu merotan Along berkali-kali dan berkali-kali jugaklah<br />Along menjerit kesakitan.<br /><br />“Sakit bu…sakit….maafkan Along bu, Along janji tak buat lagi….Bu, jangan<br />pukul bu…sakit bu…” Along meraung meminta belas si ibu agar tidak<br />merotannya lagi. “Tau sakit ye, kau bergaduh kat sekolah tak rasa sakit?”<br />Balas ibu lagi. Kali ini semakin kuat pukulan si ibu menyirat tubuh Along<br />yang kurus itu. “Bu…ampunkan Along bu…bukan Along yang mulakan…bukan<br />Along….bu, sakit bu..!!”, rayu Along dengan suara yang tersekat-sekat<br />menahan pedih. Along memaut kaki si ibu. Berkali-kali dia memohon maaf<br />daripada ibunya namun siratan rotan tetap mengenai tubuhnya. Along hanya<br />mampu berdoa. Dia tidak berdaya lagi menahan tangisnya. Tangis bukan kerana<br />sakitnya dirotan, tapi kerana memikirkan tidak jemukah si ibu merotannya<br />setiap hari. Setelah hatinya puas, si ibu mula berhenti merotan Along.<br />Tangan Along yang masih memaut kakinya itu di tepis kasar. Along menatap<br />mata ibu. Ada manik-manik kaca yang bersinar di kelopak mata si ibu. Along<br />memandang dengan sayu. Hatinya sedih kerana telah membuatkan ibunya<br />menangis lagi kerananya.<br /><br />Malam itu, Along berjaga sepanjang malam. Entah mengapa matanya tidak dapat<br />dilelapkan. Dia asyik teringatkan peristiwa dirotan ibu petang tadi.<br />Begitulah yang berlaku apabila ibu marahkannya. Tapi kali ini marah ibu<br />sangat memuncak. Mungkin kerana dia menumbuk anak pengetua sewaktu di<br />sekolah tadi menyebabkan pengetua hilang sabar dan memanggil ibunya ke<br />sekolah untuk membuat aduan kesekian kalinya. Sewaktu di bilik pengetua,<br />Along sempat menjeling ibu di sebelah. Namun, dia tidak diberi kesempatan<br />untuk bersuara. Malah, semua kesalahan itu di dilemparkan kepadanya<br />seorang. Si Malik anak pengetua itu bebas seolah-olah sedikit pun tidak<br />bersalah dalam hal ini. Along mengesat sisa-sisa air mata yang masih<br />bertakung di kelopak matanya. Dia berlalu ke meja tulis mencapai minyak<br />sapu lalu disapukan pada bekas luka yang berbirat di tubuhnya dek rotanan<br />ibu tadi. Perlahan-lahan dia menyapu ubat namun masih tetap terasa<br />pedihnya. Walaupun sudah biasa dirotan, namun tidak seteruk kali ini. Along<br />merebahkan badannya. Dia cuba memejamkan mata namun masih tidak mahu lelap.<br />Seketika wajah ibu menjelma diruang ingatannya. Wajah ibu suatu ketika<br />dahulu sangat mendamaikan pada pandangan matanya. Tetapi, sejak dia gagal<br />dalam SPM, kedamaian itu semakin pudar dan hanya kelihatan biasa dan<br />kebencian di wajah tua itu. Apa yang dibuat serba tidak kena pada mata ibu.<br />Along sedar, dia telah mengecewakan hati ibu dahulu kerana mendapat<br />keputusan yang corot dalam SPM. Tetapi Along tidak pernah ambil hati dengan<br />sikap ibu walau adakalanya kata-kata orang tua itu menyakiti hatinya. Along<br />sayang pada ibu. Dialah satu-satunya ibu yang Along ada walaupun kasih ibu<br />tidak semekar dahulu lagi. Along mahu meminta maaf. Dia tidak mahu menjadi<br />anak derhaka. Fikirannya terlalu cacamarba, dan perasaannya pula semakin<br />resah gelisah. Akhirnya, dalam kelelahan melayani perasaan, Along terlelap<br />juga.<br /><br />Seminggu selepas peristiwa itu, si ibu masih tidak mahu bercakap dengannya.<br />Jika ditanya, hanya sepatah dijawab ibu. Itupun acuh tidak acuh sahaja.<br />Pulang dari sekolah, Along terus menuju ke dapur. Dia mencangak mencari ibu<br />kalau-kalau orang kesayangannya itu ada di situ. Along tersenyum memandang<br />ibu yang terbongkok-bongkok mengambil sudu di bawah para dan kemudian<br />mencacap makanan yang sedang dimasak itu. Dia nekad mahu menolong.<br />Mudah-mudahan usahanya kali ini berjaya mengambil hati ibu. Namun, belum<br />sempat dia melangkah ke dapur, adik perempuannya yang baru pulang daripada<br />mengaji terus meluru ke arah ibu. Along terperanjat dan cuba berselindung<br />di sebalik pintu sambil memerhatikan mereka.<br /><br />“ Ibu..ibu masak apa ni? Banyaknya lauk, ibu nak buat kenduri ye!?” Tanya<br />Atih kehairanan. Dia tidak pernah melihat ibunya memasak makanan yang<br />pelbagai jenis seperti itu. Semuanya enak-enak belaka. Si ibu yang lincah<br />menghiris sayur hanya tersenyum melihat keletah anak bongsunya itu.<br />Sementara Along disebalik pintu terus memerhatikan mereka sambil memasang<br />telinganya. “Ibu, Atih nak rasa ayam ni satu boleh?” “ Eh jangan, nanti<br />dulu. Ibu tau Atih lapar, tapi tunggulah Kak Ngah dengan Alang balik dulu.<br />Nanti kita makan sekali. Pergi naik atas mandi dan tukar baju dulu ye!”, si<br />ibu bersuara lembut. Along menarik nafas panjang dan melepaskannya<br />perlahan. ‘anak-anak kesayangan ibu nak balik rupanya…’ bisik hati kecil<br />Along. “Kak Ngah dengan Alang nak balik ke ibu?”, soalnya lagi masih belum<br />berganjak dari dapur. Si ibu mengangguk sambil tersenyum. Di wajahnya jelas<br />menampakkan kebahagiaan. “Oooo patutlah ibu masak lauk banyak-banyak. Mmm<br />bu, tapi Atih pelik la. Kenapa bila Along balik, ibu tak masak macam ni<br />pun?”. Along terkejut mendengar soalan Atih. Namun dia ingin sekali tahu<br />apa jawapan dari ibunya. “Along kan hari-hari balik rumah? Kak Ngah dengan<br />Alang lain, diorang kan duduk asrama, balik pun sebulan sekali ja!”, terang<br />si ibu. “Tapi, ibu tak penah masak lauk macam ni dekat Along pun..”, soal<br />Atih lagi. Dahinya sedikit berkerut dek kehairanan. Along mula terasa<br />sebak. Dia mengakui kebenaran kata-kata adiknya itu namun dia tidak mahu<br />ada perasaan dendam atau marah walau secalit pun pada ibu yang sangat<br />disayanginya. “Dah tu, pergi mandi cepat. Kejap lagi kita pergi ambil Kak<br />Ngah dengan Alang dekat stesen bas.” , arah ibu. Dia tidak mahu Atih<br />mengganggu kerja-kerjanya di dapur dengan menyoal yang bukan-bukan. Malah<br />ibu juga tidak senang jika Atih terus bercakap tentang Along. Pada ibu,<br />Along anak yang derhaka yang selalu menyakiti hatinya. Apa yang dikata<br />tidak pernah didengarnya. Selalu pula membuat hal di sekolah mahupun di<br />rumah. Disebabkan itulah ibu semakin hilang perhatian pada Along dek kerana<br />marah dan kecewanya.<br /><br />Selepas ibu dan Atih keluar, Along juga turut keluar. Dia menuju ke Pusat<br />Bandar sambil jalan-jalan buat menghilangkan tekanannya. Tiba di satu<br />kedai, kakinya tiba-tiba berhenti melangkah. Matanya terpaku pada sepasang<br />jubah putih berbunga ungu yang di lengkapi dengan tudung bermanik.<br />‘Cantiknya, kalau ibu pakai mesti lawa ni….’ Dia bermonolog sendiri. Along<br />melangkah masuk ke dalam kedai itu. Sedang dia membelek-belek jubah itu,<br />bahunya tiba-tiba disentuh seseorang. Dia segera menoleh. Rupa-rupanya itu<br />Fariz, sahabatnya. “La…kau ke, apa kau buat kat sini?”, tanya Along ingin<br />tahu sambil bersalaman dengan Fariz. “Aku tolong jaga butik kakak aku. Kau<br />pulak buat apa kat sini?”, soalnya pula. “Aku tak de buat apa-apa, cuma nak<br />tengok-tengok baju ni. Aku ingat nak kasi mak aku!”, jelas Along jujur.<br />“waa…bagus la kau ni Azam. Kalau kau nak beli aku bagi less 50%.<br />Macammana?” Terlopong mulut Along mendengar tawaran Fariz itu. “Betul ke ni<br />Riz? Nanti marah kakak kau!”, Along meminta kepastian. “Untuk kawan baik<br />aku, kakak aku mesti bagi punya!”, balas Fariz meyakinkannya. “Tapi aku<br />kena beli minggu depan la. Aku tak cukup duit sekarang ni.” Cerita Along<br />agak keseganan. Fariz hanya menepuk mahunya sambil tersenyum. “Kau ambik<br />dulu, lepas tu kau bayar sikit-sikit.” Kata Fariz . Along hanya<br />menggelengkan kepala tanda tidak setuju. Dia tidak mahu berhutang begitu.<br />Jika ibunya tahu, mesti dia dimarahi silap-silap dipukul lagi. “Dekat kau<br />ada berapa ringgit sekarang ni?”, soal Fariz yang benar-benar ingin<br />membantu sahabatnya itu. Along menyeluk saku seluarnya dan mengeluarkan<br />dompet berwarna hitam yang semakin lusuh itu. “Tak sampai sepuluh ringgit<br />pun Riz, tak pe lah, aku datang beli minggu depan. Kau jangan jual dulu<br />baju ni tau!”, pesan Along bersungguh-sungguh. Fariz hanya mengangguk<br />senyum.<br /><br />Hari semakin lewat. Jarum pendek sudah melangkaui nombor tujuh. Setelah<br />tiba, kelihatan Angah dan Alang sudah berada di dalam rumah. Mereka sedang<br />rancak berbual dengan ibu di ruang tamu. Dia menoleh ke arah mereka<br />seketika kemudian menuju ke dapur. Perutnya terasa lapar sekali kerana<br />sejak pulang dari sekolah petang tadi dia belum makan lagi. Penutup makanan<br />diselak. Syukur masih ada sisa lauk-pauk yang ibu masak tadi bersama<br />sepinggan nasi di atas meja. Tanpa berlengah dia terus makan sambil<br />ditemani Si Tomei, kucing kesayangan arwah ayahnya. “Baru nak balik waktu<br />ni? Buat hal apa lagi kat luar tu?”, soalan ibu yang bernada sindir itu<br />tiba-tiba membantutkannya daripada menghabiskan sisa makanan di dalam<br />pinggan. “Kenapa tak makan kat luar ja? Tau pulak, bila lapar nak balik<br />rumah!”, leter ibu lagi. Along hanya diam. Dia terus berusaha mengukir<br />senyum dan membuat muka selamber seperti tidak ada apa-apa yang berlaku.<br />Tiba-tiba Angah dan Alang menghampirinya di meja makan. Mereka berdiri di<br />sisi ibu yang masih memandang ke arahnya seperti tidak berpuas hati. “Along<br />ni teruk tau. Suka buat ibu susah hati. Kerana Along, ibu kena marah dengan<br />pengetua tu.” Marah Angah, adik perempuannya yang sedang belajar di MRSM.<br />Along mendiamkan diri. Diikutkan hati, mahu saja dia menjawab kata-kata<br />adiknya itu tetapi melihat kelibat ibu yang masih di situ, dia mengambil<br />jalan untuk membisu sahaja. “Along! Kalau tak suka belajar, berhenti je la.<br />Buat je kerja lain yang berfaedah daripada menghabiskan duit ibu", sampuk<br />Alang, adik lelakinya yang menuntut di sekolah berasrama penuh. Kali ini<br />kesabarannya benar-benar tercabar. Hatinya semakin terluka melihat sikap<br />mereka semua. Dia tahu, pasti ibu mengadu pada mereka. Along mengangkat<br />mukanya memandang wajah ibu. Wajah tua si ibu masam mencuka. Along tidak<br />tahan lagi. Dia segera mencuci tangan dan meluru ke biliknya.<br /><br />Perasaannya jadi kacau. Fikirannya bercelaru. Hatinya pula jadi tidak<br />keruan memikirkan kata-kata mereka. Along sedar, kalau dia menjawab, pasti<br />ibu akan semakin membencinya. Along nekad, esok pagi-pagi, dia akan<br />tinggalkan rumah. Dia akan mencari kerja di Bandar. Kebetulan cuti sekolah<br />selama seminggu bermula esok. Seperti yang dinekadkan, pagi itu selesai<br />solat subuh, Along terus bersiap-siap dengan membawa beg sekolah berisi<br />pakaian, Along keluar daripada rumah tanpa ucapan selamat. Dia sekadar<br />menyelitkan nota buat si ibu menyatakan bahawa dia mengikuti program<br />sekolah berkhemah di hutan selama seminggu. Niatnya sekadar mahu mencari<br />ketenangan selama beberapa hari justeru dia terpaksa berbohong agar ibu<br />tidak bimbang dengan tindakannya itu. Along menunggang motorsikalnya terus<br />ke Pusat Bandar untuk mencari pekerjaan. Nasib menyebelahinya, tengah hari<br />itu, dia diterima bekerja dengan Abang Joe sebagai pembantu di bengkel<br />membaiki motorsikal dengan upah lima belas ringgit sehari, dia sudah rasa<br />bersyukur dan gembira. Gembira kerana tidak lama lagi, dia dapat membeli<br />jubah untuk ibu. Hari ini hari ke empat Along keluar daripada rumah. Si ibu<br />sedikit gelisah memikirkan apa yang dilakukan Along di luar. Dia juga<br />berasa agak rindu dengan Along. Entah mengapa hati keibuannya agak<br />tersentuh setiap kali terpandang bilik Along. Tetapi kerinduan dan<br />kerisauan itu terubat apabila melihat gurau senda anak-anaknya yang lain.<br /><br />Seperti selalu, Along bekerja keras membantu Abang Joe di bengkelnya. Sikap<br />Abang Joe yang baik dan kelakar itu sedikit sebanyak mengubat hatinya yang<br />luka. Abang Joe baik. Dia banyak membantu Along antaranya menumpangkan<br />Along di rumahnya dengan percuma. “Azam, kalau aku tanya kau jangan marah<br />k!”, soal Abang Joe tiba-tiba sewaktu mereka menikmati nasi bungkus tengah<br />hari itu. “Macam serius jer bunyinya Abang Joe?” Along kehairanan.<br />“Sebenarnya, kau lari dari rumah kan?” Along tersedak mendengar soalan itu.<br />Nasi yang disuap ke dalam mulut tersembur keluar. Matanya juga<br />kemerah-merahan menahan sedakan. Melihat keadaan Along itu, Abang Joe<br />segera menghulurkan air. “Kenapa lari dari rumah? Bergaduh dengan parents?”<br />Tanya Abang Joe lagi cuba menduga. Soalan Abang Joe itu benar-benar<br />membuatkan hati Along sebak. Along mendiamkan diri. Dia terus menyuap nasi<br />ke dalam mulut dan mengunyah perlahan. Dia cuba menundukkan mukanya cuba<br />menahan perasaan sedih. “Azam, kau ada cita-cita tak…ataupun impian ker…?”<br />Abang Joe mengubah topik setelah melihat reaksi Along yang kurang selesa<br />dengan soalannya tadi. “Ada” jawab Along pendek “Kau nak jadi apa besar<br />nanti? Jurutera? Doktor? Cikgu? Pemain bola? Mekanik macam aku…atau….”<br />Along menggeleng-gelengka n kepala. “semua tak…Cuma satu je, saya nak mati<br />dalam pangkuan ibu saya.” Jawab Along disusuli ketawanya. Abang Joe<br />melemparkan tulang ayam ke arah Along yang tidak serius menjawab soalannya<br />itu. “Ala, gurau ja la Abang Joe. Sebenarnya….saya nak bawa ibu saya ke<br />Mekah dan…saya….saya nak jadi anak yang soleh!”. Perlahan sahaja suaranya<br />namun masih jelas didengari telinga Abang Joe. Abang Joe tersenyum<br />mendengar jawapannya. Dia bersyukur di dalam hati kerana mengenali seorang<br />anak yang begitu baik. Dia sendiri sudah bertahun-tahun membuka bengkel itu<br />namun belum pernah ada cita-cita mahu menghantar ibu ke Mekah.<br /><br />Setelah tamat waktu rehat, mereka menyambung kerja masing-masing. Tidak<br />seperti selalu, petang itu Along kelihatan banyak berfikir. Mungkin<br />terkesan dengan soalan Abang Joe sewaktu makan tadi. “Abang Joe, hari ni,<br />saya nak balik rumah ...terima kasih banyak kerana jaga saya beberapa hari<br />ni”, ucap Along sewaktu selesai menutup pintu bengkel. Abang Joe yang<br />sedang mencuci tangannya hanya mengangguk. Hatinya gembira kerana akhirnya<br />anak muda itu mahu pulang ke pangkuan keluarga. Sebelum berlalu, Along<br />memeluk lelaki bertubuh sasa itu. Ini menyebabkan Abang Joe terasa agak<br />sebak. “Abang Joe, jaga diri baik-baik. Barang-barang yang saya tinggal kat<br />rumah Abang Joe tu, saya hadiahkan untuk Abang Joe.” Kata Along lagi.<br />“Tapi, kau kan boleh datang bila-bila yang kau suka ke rumah aku!?”, soal<br />Abang Joe. Dia risau kalau-kalau Along menyalah anggap tentang soalannya<br />tadi. Along hanya senyum memandangnya. “Tak apa, saya bagi kat Abang Joe.<br />Abang Joe, terima kasih banyak ye! Saya rasa tak mampu nak balas budi baik<br />abang. Tapi, saya doakan perniagaan abang ni semakin maju.” Balasnya dengan<br />tenang. Sekali lagi Abang Joe memeluknya bagai seorang abang memeluk<br />adiknya yang akan pergi jauh.<br /><br />Berbekalkan upahnya, Along segera menuju ke butik kakak Fariz untuk membeli<br />jubah yang diidamkannya itu. Setibanya di sana, tanpa berlengah dia terus<br />ke tempat di mana baju itu disangkut. “ Hey Azam, mana kau pergi? Hari tu<br />mak kau ada tanya aku pasal kau. Kau lari dari rumah ke?”, soal Fariz<br />setelah menyedari kedatangan sahabatnya itu. Along hanya tersengeh<br />menampakkan giginya. “Zam, mak kau marah kau lagi ke? Kenapa kau tak<br />bagitau hal sebenar pasal kes kau tumbuk si Malik tu?” “Tak pe lah, perkara<br />dah berlalu….lagipun, aku tak nak ibu aku terasa hati kalau dia dengar<br />tentang perkara ni", terang Along dengan tenang. “Kau jadi mangsa. Tengok,<br />kalau kau tak bagitau, mak kau ingat kau yang salah", kata Fariz lagi. “Tak<br />apa lah Riz, aku tak nak ibu aku sedih. Lagipun aku tak kisah.” “Zam..kau<br />ni…..” “Aku ok, lagipun aku sayang dekat ibu aku. Aku tak nak dia sedih dan<br />ingat kisah lama tu.” Jelas Along memotong kata-kata si sahabat yang masih<br />tidak berpuas hati itu. “Aku nak beli jubah ni Riz. Kau tolong balutkan ek,<br />jangan lupa lekat kad ni sekali, k!”, pinta Along sambil menyerahkan<br />sekeping kad berwarna merah jambu. “No problem…tapi, mana kau dapat duit?<br />Kau kerja ke?” , soal Fariz ingin tahu. “Aku kerja kat bengkel Abang Joe.<br />Jadi pembantu dia", terang Along. “Abang Joe mana ni?” “Yang buka bengkel<br />motor kat Jalan Selasih sebelah kedai makan pakcik kantin kita tu!”, jelas<br />Along dengan panjang lebar. Fariz mengangguk . “Azam, kau nak bagi hadiah<br />ni kat mak kau bila?” “Hari ni la…” balas Along. “Ooo hari lahir ibu kau<br />hari ni ek?” “Bukan, minggu depan…” “Habis?. Kenapa kau tak tunggu minggu<br />depan je?”, soal Fariz lagi. “Aku rasa hari ni je yang yang sempat untuk<br />aku bagi hadiah ni. Lagipun, aku harap lepas ni ibu aku tak marah aku<br />lagi.” Jawabnya sambil mengukir senyum.<br /><br />Along keluar daripada kedai. Kelihatan hujan mulai turun. Namun Along tidak<br />sabar menunggu untuk segera menyerahkan hadiah itu untuk ibu. Sambil<br />menunggang, Along membayangkan wajah ibu yang sedang tersenyum menerima<br />hadiahnya itu. Motosikalnya sudah membelok ke Jalan Nuri II. Tiba di<br />simpang hadapan lorong masuk ke rumahnya, sebuah kereta wira yang cuba<br />mengelak daripada melanggar seekor kucing hilang kawalan dan terus merempuh<br />Along dari depan yang tidak sempat mengelak. Akibat perlanggaran yang kuat<br />itu, Along terpelanting ke tengah jalan dan mengalami hentakan yang kuat di<br />kepala dan belakangnya. Topi keledar yang dipakai mengalami retakan dan<br />tercabut daripada kepalanya, Along membuka matanya perlahan-lahan dan terus<br />mencari hadiah untuk si ibu dan dengan sisa kudrat yang ada, dia cuba<br />mencapai hadiah yang tercampak berhampirannya itu. Dia menggenggam kuat<br />cebisan kain dan kad yang terburai dari kotak itu. Darah semakin<br />membuak-buak keluar dari hidungnya. Kepalanya juga terasa sangat berat,<br />pandangannya berpinar-pinar dan nafasnya semakin tersekat-sekat. Dalam<br />keparahan itu, Along melihat kelibat orang–orang yang sangat dikenalinya<br />sedang berlari ke arahnya. Serta merta tubuhnya terus dirangkul seorang<br />wanita. Dia tahu, wanita itu adalah ibunya. Terasa bahagia sekali apabila<br />dahinya dikucup saat itu. Along gembira. Itu kucupan daripada ibunya. Dia<br />juga dapat mendengar suara Angah, Alang dan Atih memanggil-manggil namanya.<br />Namun tiada suara yang keluar dari kerongkongnya saat itu. Along semakin<br />lemah. Namun, dia kuatkan semangat dan cuba menghulurkan jubah dan kad yang<br />masih digenggamannya itu. “Ha..hadiah….untuk….ibu………” ucapnya sambil<br />berusaha mengukir senyuman. Senyuman terakhir buat ibu yang sangat<br />dicintainya. Si ibu begitu sebak dan sedih. Si anak dipeluknya sambil<br />dicium berkali-kali. Air matanya merembes keluar bagai tidak dapat ditahan<br />lagi. Pandangan Along semakin kelam. Sebelum matanya tertutup rapat, terasa<br />ada air hangat yang menitik ke wajahnya. Akhirnya, Along terkulai dalam<br />pangkuan ibu dan dia pergi untuk selama-lamanya.<br /><br />Selesai upacara pengebumian, si ibu terus duduk di sisi kubur Along bersama<br />Angah, Alang dan Atih. Dengan lemah, wanita itu mengeluarkan bungkusan yang<br />hampir relai dari beg tangannya. Sekeping kad berwarna merah jambu<br />bertompok darah yang kering dibukanya lalu dibaca. ‘Buat ibu yang sangat<br />dikasihi, ampunkanlah salah silap along selama ini. Andai along melukakan<br />hati ibu, along pinta sejuta kemaafan. Terimalah maaf along bu..Along janji<br />tak kan membuatkan ibu marah lagi. Ibu, Along sayang ibu selama-lamanya.<br />Selamat hari lahir ibu… dan terimalah hadiah ini…..UNTUKMU IBU!’ Kad itu<br />dilipat dan dicium. Air mata yang bermanik mula berjurai membasahi pipi.<br />Begitu juga perasaan yang dirasai Angah, Alang dan Atih. Masing-masing<br />berasa pilu dan sedih dengan pemergian seorang abang yang selama ini<br />disisihkan. Sedang melayani perasaan masing-masing, Fariz tiba-tiba muncul.<br />Dia terus mendekati wanita tua itu lalu mencurahkan segala apa yang<br />dipendamnya selama ini. “Makcik, ampunkan segala kesalahan Azam. Azam tak<br />bersalah langsung dalam kes pergaduhan tu makcik. Sebenarnya, waktu Azam<br />dan saya sibuk menyiapkan lukisan, Malik datang dekat kami. Dia sengaja<br />cari pasal dengan Azam dengan menumpahkan warna air dekat lukisan Azam.<br />Lepas tu, dia ejek-ejek Azam. Dia cakap Azam anak pembunuh. Bapa Azam<br />seorang pembunuh dan … dia jugak cakap, ibunya seorang perempuan gila…”<br />cerita Fariz dengan nada sebak. Si ibu terkejut mendengarnya. Terbayang di<br />ruang matanya pada ketika dia merotan Along kerana kesalahan menumbuk<br />Malik. “Tapi, kenapa arwah tidak ceritakan pada makcik Fariz?” Soalnya<br />dengan sedu sedan. “Sebab…..dia tak mahu makcik sedih dan teringat kembali<br />peristiwa dulu. Dia cakap, dia tak nak makcik jatuh sakit lagi, dia tak nak<br />mengambil semua ketenangan yang makcik ada sekarang…walaupun dia<br />disalahkan, dia terima. Tapi dia tak sanggup tengok makcik dimasukkan ke<br />hospital sakit jiwa semula....” Terang Fariz lagi. Dia berasa puas kerana<br />dapat menyatakan kebenaran bagi pihak sahabatnya itu.<br /><br />Si ibu terdiam mendengar penjelasan Fariz. Terasa seluruh anggota badannya<br />menjadi Lemah. Berbagai perasaan mencengkam hatinya. Sungguh hatinya terasa<br />sangat pilu dan terharu dengan pengorbanan si anak yang selama ini dianggap<br />derhaka.-shah-http://www.blogger.com/profile/16403259844867395519noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2968343277758605457.post-32624082151133029032010-02-01T09:33:00.001+08:002010-02-01T09:35:19.259+08:00Diary Seorang IBU25 Mei 2009-<br />Today is my birthday...happy sangat sbb my husband awal2 pg dah<br />wish...kwn2 pejabat...along, imran my nierce...siap call kat opis tu<br />nyanyi2...ptg lepas opis hour...husband ajak pi pizza hut kat rawang...tp<br />aku rasa mcm jauh sangat..dia pun penat baru abis final exam...so kami<br />mkn kat tg malim je..<br /><br />26 Mei 2009 -<br />bangun pagi je...time nak mandi...aku tgk ada darah...mcm 1st day<br />period...masyaAllah ...aku baru je masuk 32 miggu pregnant (8<br />months)...gelabah2 call along tp tak angkat...call my sister in law..(x<br />nurse)..dia advice suruh pi hospital...check up..takut uri dok bwh...so<br />aku bergegas ke klinik kesihatan... staff nurse scan...(dr.kursus masa tu<br />katanya)...tak de pape...baby ok...uri dok atas...semua ok...diaorg tak<br />leh detact...aku check pad....still ada darah...so aku ditolak ke<br />Hospital slim river...so bermula le kisah aku berkampung di<br />hospital...dan sejarah masa mengandungkan husna berulang lg...lg sekali<br />aku naik ambulans...terus ditahan di labour room..merasa le di<br />seluk..dikorek. ..papsmear. ..sakitnya hanya ALLAH yg mengetahui.. .<br /><br />27 Mei 2009-<br />masih di tahan di wad...tp darah tak keluar lg...mak n bpk bergegas ke tg<br />malim dari air port...diaorg baru je balik bercuti dari Indonesia... ambik<br />husna, bwk baik tg karang<br /><br />28 Mei 2009-<br />aku dibenarkan keluar....baby aku ok...bledding dah tak de...cuma kena<br />refer hospital untuk check up seterusnya oleh dr pakar...cuma dr bg<br />pilihan sama ada aku nak operation or normal delivery...aku nak cuba<br />normal...tp husbang aku prefer operation... tak sanggup tgk aku sakit<br />bersalin lama mcm masa bersalin Husna dulu<br /><br />29 Mei 2009-<br />berehat di rumah....baru bgtau husband...still bledding...tp aku thik<br />positive...tak de pape kot...panas je bdn...ptg tu, balik tg karang jumpa<br />Husna...rindu sangat kat dia<br /><br />30 Mei 2009<br />duduk rumah mak...lepak2. ..ptg tu bwk husna jln2...<br /><br />31 Mei 2009-<br />still bledding...tp gagahkan diri berjln ke Tesco Kuala Selangor...untuk<br />final shopping barang baby...beli tilam kekabu untuk baby...untuk<br />dipadankan dgn katil baby yg aku beli dari B, still bledding...sakit2 dah<br />kat ari2....tp gagahkan diri untuk berjln...ptg pkl 5 bertolak balik ke<br />tg malim..masih sakit...<br /><br />lepas drop adik aku rizal kat komuter rawang...sakit masih menyucuk<br />nyucuk...singgah klinik nabilah untuk scan....kepala baby dah masuk<br />lubang...tu yg buat aku sakit2...balik rumah, mkn2...siapka brg untuk<br />antar husna ke nursery....sakit kat ari2 merebak ke pinggang.... ooo...ini<br />dah lain mcm...aku bgtau husband, terus aku di bawa ke hospital...husna<br />aku tinggalkan kat rumah pengasuh dia...dan bermula le...kisah aku....<br /><br />1 June 2009-<br />aku disuntik ubt matangkan paru2 baby...kerana, baby aku baru berusia 33<br />minggu 4 hari...di suntik juga ubt penahan sakit...tak bg bersalin<br />lg...rupanya, aku dah nak bersalin...dah buka 2 cm...dr cuba suntik ubt<br />kat aku, tak nak bg bersalin lg...sakitye ALLAH je yg tahu...tp demi<br />baby, aku tahan w'pun aku dah nangis2 masa disuntik tu...esok<br />pg...constraction tak kerap sangat...so aku ditolak ke wad<br />bersalin...menjelan g mlm..sakit tu dtg lg...makin kerap...n kerap...n<br />kerap....nurse check...dah buka 4 cm...makin kerap sakit...di check lg<br />dah buka 6 cm..terus di tolak semula ke labour room<br /><br />2 June 2009-<br />sakit....makin sakit...n sakit....dah buka 10 cm...husband aku dtg<br />menemani aku...push.. ..push... .aku teringat pesan along..push masa rasa<br />sakit je...ALHAMDULILLAH, senang sangat bersalin yg ini...aku selamat<br />bersalin dan ALHAMDULILLAH. ..aku dpt baby boy...sangat comel...iras muka<br />imran hakim anak along aku...aku sempat susukan dia...berat dia 2.22 kg<br />(33 minggu)...tp dia kena di bawa ke wad Special Care Nursery (SCN) untuk<br />check up lebih lanjut...aku happy sangat dpt baby BOY...bukan bermaksud<br />aku tak suka dpt Husna, tp aku gembira...aku dpt sepasang anak....<br /><br />waktu lawat tgh hari, aku sempat jenguk anak aku di wad SCN...dr<br />mengesahkan, anak aku kena rawatan rapi...mungkin ada masalah paru2 or<br />jantung...tp tak sure lg...aku cuba think positive...mungkin sbb anak aku<br />dilahirkan pramatang... tu sbb dr ckp mcm tu...<br /><br />3 June 2009-<br />aku jenguk anak aku sorang2 kat wad SCN...masih berwayar...dr. pakar<br />kanak2 mengesahkan kat aku...yg anak aku berkemungkinan menghidap<br />penyakit jantung berikutan ada bunyi di dadanya...mungkin akan di refer<br />ke IJN untuk imbasan jantung...Ya allah...aku sangat risau n susah<br />hati...aku cuba untuk perah susu aku...untuk bg kat anak aku...tp belum<br />ada susu..aku cuba...tanpa putus asa...aku dah boleh discharge dari wad<br />bersalin...tp kena duduk di Wad SCN untuk menemani anak aku...atas<br />perbincangan bersama...suami aku memberi nama pd baby kami...Qaid<br />Ahmadinejad yg bermaksud-Pemimpim/ ketua yang berani menegakkan<br />kebatilan...<br /><br />4 June 2009-<br />kami membawa Qaid ke IJN untuk imbasan jantung...Dr. pakar di<br />sana..mengesahkan yg anak kami menghidap penyakit jantung berlubang (tp<br />kecil) dan injap jantung tersumbat... .aku ttp tabah menghadapi dugaan<br />ALLAH ini..aku cuba untuk think positive..selagi ada jln, selagi tu kami<br />akan usaha...janji Qaid sihat...seperti kakaknye Qaisara Husna...Dr.<br />pakar mengesahkan 15 June ini anakku akan di tahan di IJN...untuk minor<br />operation<br /><br />5 June 2009-<br />Qaid dah dibenarkan untuk terus menyusu bdn denganku...susuku pun semakin<br />banyak...ALHAMDULIL LAH....moga dgn susu ku ini..dpt menyihatkan tubuh bdn<br />Qaid...dan aku tak putus2 berdoa...<br /><br />6 June 2009-<br />Qaid ditukarkan ke wad biasa...buka ICU lg...ini satu pembaharuan. ..tp<br />masih dipasang ubt IV Prostaglandin iaitu sejenis ubt jantung....n aku<br />boleh meneruskan tugasku sebagai seorang ibu...dpt menyusukan dia seperti<br />biasa...<br /><br />7 June 2009-<br />Qaid berasa selamat setiap kali aku<br />mendukungnya. ..berzikir. ...beratib. ...makin sihat...<br /><br />8 June 2009-<br />lagi 5 hari untuk dibawa ke IJN....5 more days my darling!!... sabar ye<br />sayang ibu...bertahan ye...<br /><br />9 June 2009-<br />siang mlm aku habiskan masa di sisi Qaid...<br /><br />10 June 2009-<br />aku rindu kat Husna...tp aku tak perlu risau...Husna dah cerdik...dah<br />boleh berdikari... Qaid perlukan ibu lg dekat disisinya... .kakak kena<br />mengalah ye sayang...<br /><br />11 June 2009-<br />Qaid makin sihat....berak kencing normal mcm baby lain...aku menjadi<br />penghuni senior di wad SCN...org lain keluar masuk...aku masih ttp di<br />sini...tak pe...demi anakku...aku rela berpantang di hospital<br /><br />12 June 2009-<br />mak suruh aku perah susu banyak2...tinggal untuk Qaid...pg2 suamiku dtg<br />ambik untuk balik..bertungku. ..mkn nasi panas...n etc...tp aku<br />tolak...tak sanggup tinggalkan anak aku pg2....biarlah aku tak berapa<br />sempurna berpantang.. ..janji aku ttp berada di sisi anakku...<br /><br />13June 2009-<br />2 more days sayang....bertahan ye<br /><br />14 June 2009-<br />aku sangat happy hari ni....aku esok aku akan ke IJN...balik rumah tgh<br />tu...packing brg<br /><br />15 June 2009-<br />Hari yg dinanti-nantikan. ...pg lg aku dah mandi, bersiap...susukan Qaid<br />kenyang2..sbb aku akan bawa Qaid ke IJN...<br /><br />on the way ke IJN, Dr.caroline dari Hospital SLim River telefon,<br />mengatakan yg nama anak aku tidak di refer ke wad IJN...bg aku ini satu<br />petanda...kenapa berliku liku perjalanan anakku ini...kenapa diaorg<br />careless menjalankan tugas....aku n suami dah uruskan pembayaran anakku<br />untuk di tahan di wad...17 June akan di operation... kenapa diaorg ni<br />teruk sangat...pasal apa susahkan anak aku...berapa lama lg anak aku akan<br />bertahan???? aku nangis tak tentu arah....for the 1st time semenjak anak<br />aku sakit...aku menangis sebegini teruk....<br /><br />16 June 2009-<br />atas usaha Dr. Ahmad, Dr pakar kanak2 hospital slim...Qaid dpt juga di<br />bawa ke IJN..tp untuk check up...sama ada boleh di operation atau<br />tak...selepas di Check oleh Dr. Haifa(Dr pakar jantung IJN)...dia ckp<br />Qaid kena tunggu berat naik dulu baru diaorg confident untuk<br />operation... sbb Qaid masih kecil...urat2 dia masih halus...takut terkoyak<br />bila di operation... so aku kena bwk balik slim...untuk tunggu kg dia<br />naik...Dr. ahmad bantu aku n husband...dia order 1 serbuk soya n minyak<br />MCT oil...yg selalunye dia beri kepada baby2 untuk naikkan kg...kalau<br />tanpa bantuan2 semua tu...kemungkinan anak aku naik kg adalah dlm masa<br />sebulan....so lepas di beri beda2 tu...kg Qaid akan naik dlm masa 2<br />minggu...bermula le episod duka dlm hidup aku...Qaid tak dibenarkan<br />menyusu terus dgn aku...alasan : nanti dia penat..kg dia lambat<br />naik...aku kena perah susu...dan anak aku diberi minum melalui<br />tiub...sangat sedih sbb dia mencari2 susu aku...aku cuba juga untuk bg<br />curi2....tp tiub tu menyebabkan dia tak selesa...<br /><br />17 June 2009-<br />masih meneruskan usaha memerah susu untuk Qaid...aku kena sediakan 42 cc<br />susu aku...every 3 hours...<br /><br />18 June 2009-<br />susu untuk Qaid dinaikkan ke 44 cc...tanpa Qaid breast feed<br />dgnku...susuku tak berapa banyak keluar...sangat buat aku susah hati<br /><br />19 June 2009-<br />berat Qaid naik ke 2.395 kg...ALHAMDULILLAH<br /><br />20 June 2009-<br />susu untuk Qaid dinaikkan ke 48 cc...Ya ALLAH...permudahkan lah urusan<br />kami...perbanyakkan le susu ku..demi kesihatan anak ku Ya ALLAH!!!<br /><br />21 June 2009-<br />susu untuk Qaid dinaikkan ke 50 cc...aku cuba minum air banyak....mkn<br />lobak putih...minum susu anmum...minum sangat banyak...takkisah kalau<br />urat aku kembang atau perut aku buncit...demi Qaid...aku rela...Demi<br />kesihata anakku<br /><br />22 June 2009-<br />masih di Wad SCN...menemani annakku...makin tembam...makin chubby...pg ni<br />bila ditimbang berat....berat Qaid naik ke 2.44<br />kg....alhamdulillah ...Qaid.. .bertahan ye...4 kg lg sayang...<br /><br />23 June 2009-<br />susu Qaid dinaikkan ke 55 cc bersamaan 2 auns...aku tak putus asa..terus<br />memerah susu setiap 3 jam sekali...demi annakku...Qaid Ahmadinejad<br /><br />24 June 2009-<br />pg ni, Qaid masih aktif mcm biasa....nangis bila disalin pampers...tp dia<br />mmg baik..tak banyak ragam...tak kuat nangis mcm baby lain...senang<br />jaga..senang bersalin...<br /><br />11.30 pg- aku baru perah susu Qaid...tgh tunggu nak bg susu...tiba2, SP02<br />(deyutan nadi) dia menjunam dari 90 lebih ke 5..aku jerit panggil staff<br />nurse....terus refer dr....dr buat CPR pada annak ku yg masih kecil<br />ini...terus dia nangis mcm biasa....<br /><br />tgh hari tu, Qaid di masukkan ke ICU baby....katil mula2 dia<br />lahir...untuk pemerhatian rapi...<br /><br />aku dimaklumkan oleh Dr., sekali lg perkara ni terjadi masa aku mkn<br />tgh...dan dr buat CPR lg pd anakku...dan mereka mengambil keputusan untuk<br />memakaikan Qaid oksigen untuk bantuan bila dia berhenti bernafas lg...aku<br />sangat risau..Ya ALLAH...selamatkan lah ANAKKU...jauhi le dia dari<br />bahaya...sembuhkan lah anakku ya ALLAH<br /><br />ptg tu perkara ni jadi lg buat kali ke 3...3 kali mereka membuat CPR ke<br />atas anakku...<br /><br />25 June 2009-<br />aku tak nak tinggalkan Qaid...tp staff nurse suruh aku rehat...suruh<br />tido..diaorg ada tunggu Qaid katanya...aku pun tido di bilik sebelah<br />anakku...menjelang pkl 3 pg, nurse kejut aku...bgtau suruh perah susu...n<br />di maklumkan perkara siang td jd lg sekali...dah aku tak tido terus<br />bermula pkl 3 pg itu...untuk menemani anakku....aku takut perkara tu<br />terjadi lg...aku dimaklumkan oleh dr., CPR dah diber sebanyak 4 kali<br />untuk anakku...dan itu tak bagus untuk seorang baby...jika dia survive<br />pun...katanya, kemungkinan dia akan cacat...sbb oksigen dia kurang...dia<br />tak lawan...dia bergantung pg oksigen tu..aku risau...sangat risau<br /><br />pkl 8 pg-<br />perut Qaid membesar...dr mengesahkan ada kuman di perutnya...tak tau<br />punca dari mana...aku bingung...kenapa tidak terjadi pd baby2 org<br />lain..kenapa anakku....Qaid sakit jantung...kenapa tak jd kat baby2 yg<br />sihat2 yg lain...kenapa mesti anakku yg kena..Qaid di suruh<br />berpuasa...tak dibenarkan menyusu..masuk 2 hari aku tak dengar suaranya<br />semenjak di pakaikan tiub oksigen itu...ya ALLAH...ujian apakah yg KAU<br />uji terhadapku.. ..adahkah kerana dosa2ku yg lalu perkara ni di uji ke<br />atasku..kenapa mesti anakku yg menjadi mangsa??kenapa ya ALLAH....Qaid<br />menangis tak dengar suara...tp hanya air mata yg keluar yg sangat<br />menghibakan hati ku....<br /><br />menjelang ptg..aku minta untuk balik kerumah sebentar...untuk rest, pkl<br />8, dr caroline call...suruh aku n husband ke hospital segera...<br /><br />kami disahkan yg tekanan darah anak sangat rendah....sebarang kemungkinan<br />bakal berlaku...dan kami di benarkan duduk menemani anak kami...masuk 2<br />mlm aku tak tido ...aku sangat takut...takut dia pergi tanpa ibunya di<br />sisi....Qaid. ..bertahan nak...bertahan sayang...ibu ada teman Qaid...<br /><br />26 June 2009-<br />pg Jumaat....aku tak tido semalaman, menemani Qaid...aku sangat takut<br />dengan sebarang kemungkinan yg bakal berlaku...aku tak mkn, tak<br />mandi...terus menemani Qaid...sampaikan kwn2 yg dtg menjenguk kami di wad<br />itu pun aku tak pedulikan..aku tak nak berganjak walaupun sekejap...aku<br />takut Qaid pergi meninggalkan aku bila aku tak de disisinya... aku nak<br />sentiasa menemani anakku...puas di pujuk oleh suamiku untuk berehat<br />sebentar, tp aku tak peduli...aku tak nak...<br /><br />menjelang tgh hari, Dr. Caroline memberitahu kami...anak kami sangat<br />lemah...bergantung sepenuhnya pd mesin oksigen..dia tak fgiht lansung<br />katanya...dlm hatiku..mcm mana dia nak fight, kalau di cucuk ubat<br />bergelen gelen...babyku pramatang... masih dlm hari..mana dia mampu n<br />sanggup menanggung bergitu banyak antibiotik yg masuk ke bdnnya...even<br />org tua sekali pun tak sanggup terima...babyku masih kecil..antibody dia<br />sangat lemah!!!!Dr caroline berkata..."BERSIAP SEDIA DGN SEBARANG PERKARA<br />YG BAKAL BERLAKU....KAMI CUBA SELAGI TERMAMPU, EVEN QAID SURVIVE PUN,<br />KEMUNGKINAN DIA MENGALAMI KECACATAN... aku tak kisah, cacat ke...sumbing<br />ke walau mcm mana pun anakku alami, aku terima...aku bela dia...aku tak<br />sanggup dia tinggalkan aku...<br /><br />tp aku tak nak tunjuk kesedihan aku depan suamiku, aku hanya mampu<br />berkata pd suamiku 'BANG, APA PUN YG BAKAL TERJADI..KITA REDHA"...w'pun<br />mulutku berkata bergitu...hati ku menafikannya. ...Qaid.. .bertahan<br />nak...ibu ada teman Qaid<br /><br />bpk dan ibuku dtg melawat...membawa bekalan untukku, airmata ku tak mampu<br />bertahan.... aku nangis sepuas puasnya...aku meluahkan apa y terpendam di<br />hatiku pd kedua org tuaku...ibuku hanya menasihatiku,<br />berdoa...berdoa. ..pelbagai surah diberi utukku lafazkan di ubun2<br />anakku...di telinga anakku...bpkku berkata, sabar...ini dugaan<br />allah...alah nak uji awak...even anak awak cacat sekali pun, kalau awak<br />dan azrol tak mampu nak bela, kami sanggup bela....beri pd kami...bpk,<br />mak...mulia sungguh hatimu....<br /><br />aku ttp menunggu...dan menunggu di sisi anakku...sayang, ibu ada di<br />tepimu..menemani Qaid...Qaid jgn bimbang...ibu ada...Qaid jgn takut...ibu<br />teman Qaid...tp hati seorang ibu, tak sanggup tgk anaknya di perlakukan<br />sedemikian rupa..diinject sana sini....tak cukup kaki tangan, betisnya<br />pula di cucuk...di ambil darah..Dr.ckp, puan, darah anak puan tak<br />cukup....aku rela mereka menambah darahku....ambil le sebanyak<br />mana...asalkan anakku selamat...<br /><br />ptg, Dr. pakar kanak2 dtg menjenguk... dia memaklumkan pd kami...kuman itu<br />dah merebak ke ginjal anakku...anakku tak kencing..tak berak..perut makin<br />membesar...kulit makin menipis..merah2 dah ketara di bahagian perut...ya<br />allah....aku bermohon kepadamu...aku REDHA kau ambil nyawa anakku..jg lah<br />di biarkan anakku di seksa sedemikian rupa...jika ada kesalahan ku,<br />kesalahan suamiku...biarlah kami yg menanggung dosa yg kami<br />lakukan...tetapi jgn le anakku yg menjadi mangsa...aku bagaikan hilang<br />pedoman....hilang kewarasan... pabila melihat anakku sedemikian rupa...<br /><br />Dr. pakar membuat keputusan untuk di adakan minor operation untuk menebuk<br />sedikit lubang di perut anakku...untuk melihat sama ada ususnya telah<br />pecah (yg mengakibatkan perutnya membesar) atau asid...atau dpt<br />mengurangkan kekembungan bayiku itu...<br /><br />aku terus berada di sisi Qaid...membaca ayat2 suci, pelbagai doa...untuk<br />kekuatan anakku...aku menjadi kuat semangat, berfikiran positif..yg<br />anakku bakal sihat kembali..selagi ada cara...selagi tu aku terus<br />berfikiran positif..aku tahu anakku kuat...jika ibunya kuat...air susu yg<br />mengalir pd anaknya membuatkan anaknya menjadi kuat...aku terus berada di<br />sisi Qaid, dia memberi respond padaku...kakinya diangkat-angkat. ..aku<br />terus mengusap pipinya...aku lihat airmatanya mengalir...matanya<br />terbuka...rupanya dia menangis...aku usap lg pipinya..mulutnye bergerak<br />gerak...rupanya anakku lapar..dia nak susu...bila ku suarakan pd<br />nurse...Dr. tak bg, anakku kena puasa...sedihnya la hatiku..hibanya<br />rasa...Qaid. ...ibu tak berdaya sayang....adik sakit...kalau ibu bg<br />juga...nanti perut adik tak leh menerima...ibu tak mampu sayang...<br /><br />menjelang mlm...pkl 10.30, sebelum Dr. Ahmad dtg, anakku putus nafas<br />sekali lagi...Dr. Sumi membuat CPR pada anakku...aku terus keluar dari<br />wad NICU itu kerana tak sanggup melihat...sedangkan org tua pun di buat<br />CPR kita rasa sakit..inipula baby kecil...dlm hari..masih dlm pantang..ya<br />ALLAH...berilah kekuatan pd ku...suamiku terus membaca yassin di sisi<br />anakku...jantungnya semakin lemah..tekanan darah mula tak stabil...CPR yg<br />di lakukan kali ini...begitu lama di bandingkan dari hari2 sebelum<br />ini...bila keadaan dah stabil, Dr. Ahmad terus membuat minor operation pd<br />anakku...kemudian. .setelah selesai, dr. ahmad menunjukkan pd<br />suamiku...bahawa. ..usus anakku elok, yg keluar hanya darah dan air<br />sahaja...aku bersyukur... bersyukur kerana tiada apa2 yg berlaku pd organ<br />anakku...<br /><br />selepas Dr. Ahmad membuat minor operation pada anakku...anakku putus<br />nafas sekali lg...Dr. Ahmad dan Dr2. yg lain terus membuat CPR pada<br />anakku..aku tak masuk ke bilik itu...tp terus melihat dari<br />luar...kemudian, dr. sumi dtg kepadaku...MAK. ..TAK NAK MASUK KE<br />TGK??...aku ckp...nanti Dr., saya tak sanggup tgk anak saya dilakukan mcm<br />tu...tak sampai hati...<br /><br />kemudian...aku lihat, suamiku menangis...menangis tak henti henti...aku<br />terus berlaki ke arah suamiku...kemudian aku duduk di sisinya...Dr. Ahmad<br />dtg kepadaku...dia ckp, KITA DAH BUAT CPR PD BABY SEBANYAK 6 KALI...TAK<br />ELOK UNTUK BABY, DIA SEMAKIN LEMAH...KITA CUBA SEDAYA UPAYA...TP DIA TAK<br />RESPOND...IBU BOLEH CUCI TANGAN...DUDUK DEKAT ANAK...BOLEH PEGANG<br />DIA...aku terus membasuh tanganku...dan aku ttp mengatakan pd<br />suamiku...BANG, KITA REDHA...REDHA DGN UJIAN ALLAH...kemudian, aku terus<br />pergi pada Qaid....mencium dia tanpa henti...melafazkan kalimah syahadah<br />padanya...membaca ayat2 lazim pdnya...membaca doa nabi yunus<br />pdnya...kemudian. .aku tgk Dr. terus menanggalkan mesin dan wayar2 yg<br />melekat di bdnnya...kenapa Dr???Dr. ahmad terus menggeleng.. ..Ya<br />ALLAH....Qaid. ..anak ibu, kenapa tinggalkan ibu..ibu tak sanggup<br />nakkkk....aku seperti hilang akal...hilang kewarasan aku....Qaid. ...ibu<br />sayang Qaid...kena tinggalkan ibu sorang2..ibu tak sanggup<br />nak...Qaid.. .kenapa kuman tu kena kat Qaid..kenapa tak pd budak2 lain yg<br />sihat2...anak ibu sakit jantung...kenapa anak ibu yg kena...Ya<br />ALLAH.....kenapa ambil anakku dari ku..kenapa tak ambil aku<br />sekali???Qaid. ......... .<br /><br />aku terus pengsan....lemah. ...adakah ini hanya mimpi...adakah ini hanya<br />gurauan semata mata...Ya ALLAH....berat sungguh ujian mu ini....aku tak<br />mampu untuk berkata apa..hanya air mata yg mengalir tanpa henti...berat<br />sungguh ujianmu ini ya ALLAH...berilah aku kekuatan ya ALLAH...<br /><br />suamiku mula menelefon ahli2 keluarga kami...memberitahu ttg berita pahit<br />ini...ramai yg cuba menghubungi ku...tp aku begitu lemah untuk<br />menjawab..terlalu pahit dugaan ini...ibu mana yg sanggup berpisah dengan<br />anaknya...tiada sapa yg mampu berada di tempatku ini..<br /><br />menjelang pkl 1.30 pg..kakak iparku (kak ida) dan abg wan sampai...aku<br />terus terusan menangis...tak sanggup rasanya menerima hakikat<br />ini...adakah aku bermimpi...atau ini hanya mainan tidurku...ku cubit<br />cubit lenganku..ku ketuk ketuk kepalaku...betulkah semua<br />ini...ya...hakikatn ya mmg benar....ini adalah realiti..bukan mimpi...aku<br />harus menerima dugaan ini dengan tabah...tp aku menafikan... .aku<br />redha....tp aku tak sanggup meniti hari-hari berpantang aku tanpa Qaid di<br />sisi..mcm mana keadaanku nanti..ya allah...kuatkanlah semangatku.. .aku<br />begitu lemah sekali...<br /><br />Jenazah Qaid dikafankan di hospital...sebelum kami berangkat ke rumah<br />mayat, aku dibenarkan untuk melihat jenazah anakku...Ya ALLAH...anakku<br />seperti tidur...senyuman dibibirnya.. ..begitu comel wajah anakku..begitu<br />tenang sekali dia pergi dijemput ilahi...Ya ALLAH...besarnya rahmatmu<br />ini...aku bersyukur... anakku pergi meninggalkan aku...aku sayang<br />padanya...tetapi ALLAH lg menyayangi nye...aku tak perlu khuatir...Qaid<br />akan dijaga oleh ALLAH..walaupun aku tak sanggup menerima dugaan<br />ini...aku REDHA Qaid pergi...aku cium..cium.. cium jenazah anakku tanpa<br />henti...<br /><br />sebelum kami berangkat dari wad SCN...aku peluk rakan2 kenalanku di wad<br />itu...moga dugaan yg menimpaku ini..dijadikan sebagai kekuatan diri<br />mereka agar jgn mengeluh menjaga anak mereka yg sedang sakit di wad<br />itu...sempat aku berpesan...kuatkan lah semangat korang...aku tak pernah<br />berputus asa berusaha menyembuhkan anakku Qaid...sehingga nyawanya di<br />jemput ALLAH...aku kuatkan semangatku.. .dari mula aku menerima berita<br />Qaid sakit...sampai le ke hujung nyawanya...aku tak pernah mengabaikan<br />dirinya...meninggal kan dirinya kesorangan.. .jdkanlah kisah aku sebagai<br />kekuatan korang....<br /><br />ku lihat..semua staff nurse menangis...dr. sumi pun begitu..aku ucapkan<br />terima kasih di atas layanan mereka sepanjang aku dan Qaid berada di<br />bawah jagaan mereka..<br /><br />ku turut anakku sehingga ke rumah mayat...di mandikan<br />jenazah...dikafanka n..semua dilakukan oleh suamiku....aku begitu<br />lemah...adik2ku menangis tersedu sedu kesedihan pabila melihat jenazah<br />sekecil itu...begitu suci...tersenyum. ..putih bersih...ya ALLAH...berilah<br />kekuatan ke atas ku....rahmatilah pemergian anakku ini ya ALLAH<br /><br />menjelang pkl 2 pagi...kami sampai di rumah...mak dan mak mertuaku, adik2<br />iparku telah menyiapkan segala kelengkapan. ..jenazah anakku diletakkan di<br />atas tilam kekabu yg ku beli khas untuknya...untuk dipadankan dengan<br />katil baby yg kubeli dari B, sayu hatiku....sayu sangat...melihat segala<br />pakaiannya.. kelengkapannya. ..yg tak pernah di usik..dipakai lg...mcm mana<br />agaknya diriku nanti...mengadap segala brg2 keperluan Qaid...mak<br />menangis...begitu juga mertuaku...aku begitu lemah...aku baring di<br />sebelah anakku Husna...ku peluk anakku...husna, hanya tinggal husna<br />sebagai kekuatan ibu meneruskan kehidupan ibu...husna jd anak yg baik<br />ye...adik husna dah takde...husna tak sempat tgk Qaid...hibanya rasa<br />hatiku ya allah...<br /><br />along sampai, terus mengurut bdnku...urut kepala ku..urut<br />kakiku...kemudian, dia menyertai ahli keluarga yg lain..mengaji untuk<br />jenazah anakku...<br /><br />suamiku membuat keputusan untuk menyemadikan jenazah anak kami di tanjung<br />karang...bpk menguruskan segala keperluan di tg karang dengan wak<br />leman...kemudian, mak, ajip, ijal along n family meneruskan perjalanan ke<br />tg karang...aku dan yg lain2 akan bertolak selepas subuh...menunggu ahli<br />keluarga suamiku dari kedah..<br /><br />sesudah subuh, kami bersiap..hatiku pilu..hiba.. .pabila merasa susuku<br />bengkak..bengkak sangat...ya ALLAH...Qaid haus....Qaid nak susu...aku<br />memerah susuku tanpa bantuan pam, begitu banyak susu ini...tapi aku<br />ralat...Qaid tak sempat menyusu buat kali terakhir...hiba sungguh<br />hatiku...ibu mertua ku memelukku n menenangkan hatiku...aku pilu..pilu<br />bila melihat jenazah anakku di hadapan mataku...betul. .ini bukan<br />mimpi..tp kenyataan..aku harus hadapi...husna bangun dari tidur,<br />eh...adik dah balik....eh adik tidur???kakak. ....adik kakak dah tak<br />de...terlalu pahit air liurku untuk memberitahu husna bahawa adiknya<br />telah di jemput ilahi...paham kah dia ttg kehilangan adiknya??<br /><br />kemudian...selepas subuh, selepas kehadiran jiran2 tetanggaku melihat<br />jenazah....kami bertolak ke tg karang...sedih hatiku bila melihat<br />satu-satunya kawanku dtg...B, anak aku dah takde...anak aku dah dijemput<br />ilahi...tinggal aku sorang b....B peluk aku, menenangkan<br />hatiku....sabar. ..sabar jie...ni semua dugaan allah...ko beruntung sbb<br />ada anak kau yg menunggu ko di syurga nanti...sedihnya hatiku menerima<br />hakikat ini....kemudian, dtg jiranku yg paling rapat denganku..kak mas,<br />aku peluk kak mas...kak mas, saya dah lama nak anak lelaki...tp sekejap<br />je allah pinjamkan pd saya...sabar jie...sabar. ..ini semua dugaan...air<br />mataku dah kering....dah kering untuk menangis lg...hati aku<br />pilu...hiba. .sedih... tp air mataku tak mampu lg untuk keluar...<br /><br />kami meneruskan perjalanan kami ke tg karang..sepanjang jln, tak<br />putus-putus sahabat2 n kenalan2 sms...mengucapkan takziah...antara<br />banyak2 sms yg aku terima...aku begitu tenang pabila membaca sms dari<br />ustaz nasir, rakan kerjaku di FSSK...JIE, QAID TU<br />KETUA...PEMIMPIN. ..INSYAALLAH, DIA AKAN MENGETUAI UJI DAN SUAMI DI SYURGA<br />NANTI...amin. ...amin.. .ya rabbal alamin..<br /><br />Sampai di tg karang...aku disambut oleh along...aku diminta berehat di<br />dlm bilik...mak bg aku mkn...pahit sungguh air liurku ini...aku tak mampu<br />menelan apa2 sahaja....aku tak mampu....kemudian, rumah ayahku ini<br />dipenuhi oleh ahli keluarga..kenalan. .sahabat2 handai...kemudian, aku<br />diminta untuk mencium jenazah Qaid buat kali terakhir.... aku berjalan ke<br />aras jenazah...jenazah anakku seperti tidur....aku terlupa bahawa anakku<br />sudah meninggalkan aku...aku cium anakku...cium tanpa henti...kemudian,<br />secara tiba2...aku berzikir pd jenazah<br />Qaid...SUBHANALLAH. ..WALHAMDULILLAH ..WALAILA HAILLALLAH WALLAH HU<br />AKBAR...zikir yg selalu aku ratibkan pd qaid bila dia<br />menangis...mengigau ....ya allah...anakku hidup lg..dia cuma tido..tido<br />seperti hari2 biasa....tido selepas mandi..selepas di beri susu...ya<br />ALLAH...jgn ambil anakku....Qaid, ibu sayang Qaid..jgn tinggal kan ibu<br />nak..mcm mana keadaan ibu nanti tanpa Qaid....Qaidddddddd dddddddddd. .....<br /><br />jenazah anakku di kebumikan di sebelah kubur arwah opah....betul2 di tepi<br />kubur arwah opah...aku bersyukur... .sekurang kurangnya Qaid tak<br />sendiri...nyang ada menemani Qaid..<br /><br />Ya ALLAH, Aku REDHA di atas ujianmu ini...Aku REDHA ya ALLAH...kau<br />limpahilah rahmatmu ke atas roh anakku ya ALLAH...lindungilah Qaid ya<br />ALLAH....jagalah Qaid di sana ya ALLAH...lindungilah dirinya ya<br />ALLAH...berilah kekuatan ke atasku ya ALLAH...aku masih ada husna dan<br />suamiku, tetapi Qaid sorang2 di sana ya ALLAH...temanilah anakku ya<br />ALLAH....jgn dibiarkan dirinya kesorang ya ALLAH...selama ini aku tak<br />pernah biarkan dirinya kesorangan.. ..aku REDHA ya ALLAH...aku<br />REDHA....kerana kau lebih menyayangi anakku dariku...<br /><br />Qaid, ibu sayang Qaid...sayang sangat kat Qaid..w'pun Qaid hanya<br />dipinjamkan sekejap kepada ibu...tp ibu bertuah sangat..dpt susukan Qaid,<br />jaga Qaid siang dan malam...cium Qaid tanpa henti...bacakan surah,<br />ayat-ayat lazim, doa dan zikir tanpa henti pada Qaid...Qaidlah anugerah<br />yg amat berharga pada ibu..w'pun hadirmu hanya sekejap nak...tp Qaidlah<br />anugerah yg tak ternilai dari ALLAH untuk ibu...tunggu ibu di syurga ya<br />nak..doakan ibu kuat, kuat mengharungi hari2 pantang ibu tanpa<br />Qaid...kesian kat kak husna nak...terbiar tanpa kasih ibu..bukan ibu tak<br />sayang pd kakak...tp ibu lemah...lemah dengan kehilangan Qaid...doakan<br />ibu ye nak...doakan ibu..semoga ibu kuat...ibu takkan lupakan Qaid...ibu<br />akan sentiasa mendoakan Qaid...begitu juga abah...kehilangan Qaid<br />merupakan satu tamparan pada ibu dan abah...ibu ingat ibu lg kuat dari<br />abah...tp rupanya ibu sangat lemah menerima berita ini....<br /><br />Qaid...hadirmu adalah anugerah ALLAH yg tak ternilai pd ibu nak....ibu<br />sayang Qaid...ibu halalkan susu ibu...ibu minta maaf kalau selama ini<br />jagaan ibu pada Qaid tidak sempurna nak...ibu sayang Qaid...<br /><br />QAID AHMADINEJAD 2 JUN - 26 JUN 2009-IN LOVING MEMORY<br /><br /><br />ibu, abah dan kakak husna sayang Qaid-shah-http://www.blogger.com/profile/16403259844867395519noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2968343277758605457.post-3529968455875889822010-01-12T11:36:00.001+08:002010-01-12T11:40:04.108+08:00Bipolar DisorderMenyebabkan perubahan luar biasa pada emosi, tenaga dan keupayaan seseorang<br /><br />PERNAHKAH anda tiba-tiba terlalu gembira dan tidak dapat mengawal keghairahan berbelanja sehingga melebihi kemampuan? Kegembiraan keterlaluan atau ‘mania’ yang tergolong dalam gangguan mental bipolar boleh mengundang pelbagai masalah kepada pesakit sehingga mengakibatkan sesetengahnya bertindak agresif tanpa disedari.<br /><br />Gangguan dwikutub atau bipolar adalah sejenis gangguan otak yang menyebabkan perubahan luar biasa pada emosi, tenaga dan keupayaan seseorang. Ia berbeza dengan rasa ‘tiada mood’ yang dialami kebanyakan orang kerana gangguan ini dianggap masalah serius dan boleh menjejaskan hubungan, prestasi kerja dan pelajaran.<br /><br />Mania dan kemurungan menyebabkan seseorang pesakit hilang rasional berfikir. Ia biasanya berlaku pada penghujung umur remaja dan awal dewasa. Bagaimanapun, masalah mania ini juga boleh membabitkan orang lebih tua dan kanak-kanak.<br /><br />Punca sebenar gangguan bipolar masih tidak diketahui dengan tepat, tetapi saintis percaya gangguan bipolar disebabkan pelbagai faktor yang bertindak bersama mencetuskan masalah pada otak. Antara faktornya ialah keturunan. Individu yang ada sejarah keluarga mengalami gangguan bipolar mempunyai risiko tinggi mendapat masalah ini.<br /><br />Gangguan bipolar menyebabkan perubahan emosi berepisod, iaitu daripada terlalu gembira kepada sedih dan hilang semangat; kemudian gembira semula di antara emosi ‘normal’. Perubahan emosi ini selalunya diikuti perubahan tenaga dan kelakuan. Keadaan berubah-ubah antara terlalu gembira dan sedih dipanggil episod mania dan kemurungan.<br /><br />Bagaimanapun, masalah ini sukar dikesan kerana pesakit biasanya tampak gembira dan progresif. Dua sifat positif ini secara tidak langsung melindungi masalah sebenar yang dihadapi pesakit, sedangkan mereka juga mengalami pelbagai gejala kemurungan yang berulang.<br /><br />Pakar Psikiatri Forensik, Dr Badi’ah Yahya, berkata masalah ini yang semakin menular di kalangan masyarakat, terutama golongan dewasa, tidak boleh dipandang ringan bagi mengelak ia menjadi bertambah serius.<br /><br />Katanya, walaupun gangguan ini sukar dikesan, pesakit perlu diberi rawatan dengan mendapatkan khidmat kaunseling pakar psikologi atau perubatan sesuai kerana jika dibiarkan, lama kelamaan ia menjejaskan kesihatan mental.<br /><br />Malangnya, beliau berkata, kebanyakan pihak menganggap gangguan mania sebagai sesuatu yang positif kerana membuatkan mereka aktif dan gembira melayan perasaan sendiri. Yang membimbangkan, keadaan itu boleh membuatkan seseorang tidak dapat mengawal pemikiran, sekali gus mempengaruhi tingkah laku masing-masing sehingga menyebabkan kejadian tidak diingini berlaku.<br /><br />“Gangguan mania yang menjejaskan otak boleh mempengaruhi perasaan seseorang dan pada masa sama individu terbabit akan mempamerkan tindakan drastik. Ia berikutan keupayaan seseorang individu yang mengalami mania meningkat mendadak sehingga mengakibatkan mereka terlalu gembira dan ada di dunia sendiri.<br /><br />“Selain terlalu gembira, individu yang mengalami gangguan bipolar boleh ‘diserang’ kemurungan. Mereka sering kelihatan sedih, mudah putus asa dan lebih suka menyendiri. Malah, mereka juga hilang minat untuk melakukan kegiatan digemari,” katanya.<br /><br />Secara umumnya gejala gangguan bipolar dibahagikan kepada dua iaitu mania dan kemurungan.<br /><br />Ada kalanya episod mania dan kemurungan yang serius turut mempunyai simptom psikosis seperti halusinasi (mendengar suara ghaib) atau delusi (mempercayai perkara yang tidak wujud). Keadaan ini timbul apabila pesakit dalam keadaan ekstrem. Oleh kerana pesakit turut menunjukkan gejala psikosis, mereka sering disalah anggap mengalami skizofrenia.<br /><br />Seseorang pesakit boleh mengalami beberapa gejala pada satu masa. Mereka mungkin menghadapi masalah sukar tidur, selera makan berubah, resah, psikosis dan ada fikiran mahu membunuh diri. Mereka mungkin sangat sedih dan tidak berguna, tetapi pada masa sama pesakit berasakan sangat bertenaga.<br /><br />Walaupun gangguan bipolar kerap berlaku pada peringkat awal dewasa, ia boleh melanda kanak-kanak. Kanak-kanak yang mengalami gangguan bipolar menunjukkan perubahan emosi ketara antara riang dan murung dalam masa sehari. Mereka lebih mudah terganggu dan cenderung menunjukkan sikap pemarah daripada sikap riang.<br /><br />Dr Badi’ah berkata, pesakit juga lebih cenderung untuk hilang minat terhadap apa jua aktiviti dilakukan. Sebaliknya mereka lebih gemar menyendiri dan kurang selesa dengan kehidupan dijalani.<br /><br />Tumpuan pesakit juga merosot dan sukar membuat keputusan. Gejala seperti ini akhirnya menjejaskan kualiti hidup pesakit, manakala prestasi kerja atau pelajaran turut merosot.<br /><br />Diagnosis gangguan bipolar dibuat berdasarkan gejala yang ditunjukkan, punca, bila berlaku dan sejarah keluarga. Dalam hal ini, keluarga perlu bersikap lebih prihatin dan jika ada anggota keluarga mula menunjukkan gejala itu, segera dapatkan rawatan.<br /><br />Ini kerana jika kemurungan dibiarkan tanpa rawatan, ia boleh menjadi serius sehingga menimbulkan keinginan membunuh diri. Jika ada ahli keluarga berkata dia mahu membunuh diri, jangan dipandang ringan kata-katanya kerana ia petanda penting kepada masalah dalaman yang melanda dalam diri pesakit.<br /><br />Gejala mania dan kemurungan boleh berulang bila-bila masa. Di antara waktu serangan ini, kebanyakan pesakit bebas daripada gejala. Pesakit gangguan bipolar boleh menjalani kehidupan sihat dan produktif seperti orang lain dengan syarat mendapat rawatan sewajarnya. Tanpa rawatan, gangguan mental akan bertambah buruk dan episod mania-kemurungan lebih kerap berulang.<br /><br />“Bagaimanapun, gangguan itu boleh dirawat dengan pelbagai cara jika pesakit, keluarga mahupun masyarakat di sekitar mereka bekerjasama. Yang penting, mereka perlu mendapatkan rawatan perubatan selepas menjalani pemeriksaan doktor, kaunseling psikologi dan memberi peluang kepada diri untuk memperbaiki keadaan,” katanya.<br /><br />Rawatan berterusan akan memberi kesan lebih baik kepada pesakit berbanding rawatan sekali sekala. Pun begitu, walaupun menjalani rawatan berterusan, pesakit masih boleh mengalami perubahan emosi dan jika ini berlaku, ahli keluarga perlu segera melaporkannya kepada doktor.<br /><br />Pada masa sama, ahli keluarga perlu banyak bersabar dan memainkan fungsi penting untuk membantu pesakit. Mereka memerlukan sokongan berterusan dan penjaga yang sentiasa bersedia membawa pesakit mendapatkan rawatan. Antara cara yang boleh dilakukan ialah menyertai kumpulan sokongan bagi masalah berkenaan.<br /><br />Gejala mania<br /><br />> Tenaga meningkat dan boleh melakukan banyak aktiviti.<br />> Terlalu gembira atau sedih.<br />> Sangat mudah resah.<br />> Berfikir dan bercakap cepat, idea berubah-ubah.<br />> Sangat sukar menumpukan perhatian.<br />> Sukar tidur dan berasakan tidur sekejap mencukupi.<br />> Percaya kepada perkara tidak realistik seperti kebolehan seseorang.<br />> Lemah pertimbangan.<br />> Suka berbelanja besar.<br />> Perubahan kelakuan yang berpanjangan.<br />> Nafsu seks meningkat.<br />> Menyalahgunakan dadah, alkohol dan ubat tidur.<br />> Sentiasa menafikan dirinya bermasalah.<br /><br />Gejala kemurungan<br /><br />> Kesedihan, keresahan dan rasa kosong yang berpanjangan.<br />> Rasa tidak berguna dan pesimis.<br />> Rasa bersalah dan tidak berdaya.<br />> Hilang minat pada aktiviti digemari, termasuk seks.<br />> Rasa tidak bertenaga dan cepat penat.<br />> Sukar menumpukan perhatian.<br />> Sukar mengingat dan membuat keputusan.<br />> Mudah resah dan terganggu.<br />> Tidur terlalu banyak atau tidak boleh tidur.<br />> Selera berubah (berat badan bertambah atau menurun tanpa disedari).<br />> Sentiasa sakit (bukan disebabkan kecederaan fizikal).<br />> Ada keinginan hendak membunuh diri-shah-http://www.blogger.com/profile/16403259844867395519noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2968343277758605457.post-64214022211554578852009-11-04T15:11:00.000+08:002009-11-04T15:18:53.352+08:00Pegawai AADK, 4 polis bantuan ditahanKUALA TERENGGANU: Polis menahan enam orang termasuk seorang pegawai Agensi Antidadah Kebangsaan (AADK) Kuala Terengganu bersama empat polis bantuan dan seorang wanita berusia 23 tahun dalam serbuan di sebuah rumah di Taman Jaya Pusasa awal pagi tadi.<br /><br />Ketua Jabatan Narkotik Negeri, Supt Roslan Abd Wahid, berkata polis turut merampas 2.5 gram syabu bernilai RM1,000 dalam serbuan jam 2.30 pagi itu. <br /><br />Baru je minggu lepas ada Pegawai AADK datang buat ceramah kat tempat aku. ada org tanya soalan mengenai pembabitan geng² AADK di dalam dadah. dia cakap setakat ni xde...sekali kuar lak berita nie hari nieh...ish ish ish ...so kepada siapa lagi kita harus percaya?-shah-http://www.blogger.com/profile/16403259844867395519noreply@blogger.com0